Mie Ayam

27 8 0
                                    

Duh, musim hujan begini sebenarnya paling malas untuk keluar. Tapi apa boleh buat, dosenku minta konsultasi skripsi di rumahnya. Padahal sudah jelas aturan kampus hanya membolehkan konsultasi di kampus saja.

Aku pun menunggangi kuda besi menuju rumahnya yang lumayan jauh. Pagi tadi cuaca masih cerah dan sejuk. Tapi sekarang awan mendung mulai merundung.

Hujan deras pun turun saat masih setengah perjalanan. Aku memutuskan untuk berteduh karena khawatir ponsel yang menunjukkan arah akan kebasahan. Kulihat ada sebuah warung mie ayam di pinggir jalan. Kuputuskan untuk singgah di sana.

"Pak, mie ayamnya satu, ya," ujarku kepada penjual mie ayam. "Pakai bakso, ya, Pak."

"Wah, baksonya nggak ada, Dek."

"Oh, yaudah. Mie ayam sama teh manis anget, deh, Pak."

Aku duduk di bangku panjang, menunggu pesanan dibuatkan. Tak sampai tiga menit pesanan pun tiba. Aku menikmati mie ayam yang mengepul itu dengan nikmat sambil sesekali berbalas pesan dengan dosen.

Sial!

Dosenku membatalkan pertemuan tiba-tiba. Astaga, demi bertemu dengannya aku rela menempuh perjalanan jauh saat hujan-hujan begini! Ck, benar-ben—

"Eh?" Aku berhenti mendumal saat merasakan sesuatu yang kumakan. "Katanya baksonya nggak ada, ini kok—"

"—Maaf, Dek." Pundakku ditepuk pelan. Aku pun menoleh. "Adek ngeliat mata saya nggak?"

Kutatap bapak penjual mie ayam itu. Dan seketika aku berteriak saat melihat wajahnya. Membuat sesuatu yang ada di mulutku jatuh menggelinding.

Sesuatu yang menggelinding itu membuatku melotot seketika. Serta merta rasa mual menyerang perutku. Lantas kulihat apa yang tadi kumakan.


























Semangkuk usus halus berkuah darah!

--
Maljum, 30120.

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang