Jemuran

11 6 0
                                    

"Huh ...." Aku mengembus napas berat. Lelah banget hari ini. Habis pulang kuliah, ngerjain tugas kelompok. Udah gitu, yang ngerjain cuma berdua doang dari lima orang anggota. Definisi lelah fisik dan batin yang sesungguhnya ini, tuh. Tapi ya mau gimana lagi. Kalau nggak dikerjain, aku juga yang bakal kena imbasnya nanti.

Karena yang ngerjain tugas cuma berdua, jadilah aku pulang kesorean. Aku sampai kos-kosan pas banget saat azan magrib.

Di kos-kosan, aku tinggal berdua sama teman sekampung, tapi beda fakultas. Saat ini nggak ada siapa pun di sini. Mungkin dia juga lagi ada acara atau tugas, atau sesuatu.

Saat lagi naruh tas, mataku nggak sengaja natap tempat jemur di samping kos-kosan dari jendela. Tadi saat jalan ke dalam, aku nggak ngeh ke arah sana karena fokus ke hp. Sekarang, kulihat ada jemuran masih gelantungan di sana.

Kayaknya, sih, itu jemuran temanku. Aku pun bergegas keluar untuk mengangkatnya. Kemudian kugantung jemuran itu di tempat jemur dalam kos-kosan. Dan habis itu aku langsung mandi.

Sehabis mandi, aku rebahan di kasur lantai. Nggak lama setelah itu terdengar suara kunci pintu kos-kosan dibuka, dan setelahnya muncul sosok temanku.

Dia lalu berjalan masuk begitu saja. Naruh tas di sangkutan. Kemudian melepas jaket dan kaus kaki. "Kok sampe malem?" tanyaku sambil ngamatin setiap pergerakannya.

Dia yang duduk di seberang menjawab sambil melipat kaus kaki. "Iya, soalnya ada matkul yang ganti jam," balasnya.

Aku ngangguk paham.

"Oh, baju aku, kamu yang angkatin?"

"Iya." Aku ngangguk, menjawab pertanyaan retorisnya. Memangnya siapa lagi, kan?

"Makasih, ya."

Belum sempat balas ucapannya, perhatianku lebih dulu tertarik ke arah jemuran. "Lho, ke mana?" heranku saat sadar ada yang hilang di sana.

"Apaan?"

Kutatap temanku dengan dahi mengerut. "Gamis putih kamu," jawabku. "Padahal tadi aku angkatin, kok sekarang nggak ada." Kuteliti jemuran itu, dan memang, baju putih yang tadi kuangkat udah nggak ada lagi di sana.

"Ha? Gamis putih?" herannya. "Aku nggak punya gamis putih."

Aku terdiam.

Iya juga, ya. Selama ini aku nggak pernah lihat dia pakai gamis. Kalau begitu, baju siapa itu? Apa mungkin punya anak kos-kosan sebelah? Tapi, mereka, kan, laki-laki. Mahasiswi penghuni kos-kosan sampingnya juga lagi mudik. Atau, punya orang lain? Tapi ... kalau punya orang lain, ke mana baju itu sekarang? Nggak mungkin diambil pemiliknya, kan? Soalnya, tadi pintu kukunci, dan yang punya kuncinya cuma aku sama temanku.


"Sindi ...." Saat lagi berpikir keras tentang baju, kudengar suara bergetar temanku memanggil.

Aku menoleh padanya. Kulihat wajahnya pucat dan berkeringat. Matanya membelalak natap ke arahku.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

"Di ... di-di—di belakang kamu ...."

Di belakang aku? Apa yang di belakangku? Baju yang aku cari?

Aku pun menoleh ....





"HUAAA!!!"

Spontan aku teriak saat melihat sesosok berambut panjang dan berbaju putih di belakangku. Tepatnya di tembok. Ya, sosok berwajah seputih cat yang memiliki mata merah itu menempel di tembok bagian atas. Dan mata merahnya itu natap lurus ke arahku!

Aku langsung lari ke luar kos-kosan. Kutinggalkan temanku begitu saja walaupun dia teriak minta tunggu.

--
Maljum, 5/11/20 (lewat sejam)

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang