Gorden

1 2 0
                                    

AKU sedang bermain ponsel di kamar ketika ibuku dari lantai bawah berteriak memanggil. Dengan kesal aku pun meletakkan ponselku di kasur dan beranjak dari kamar. Suara Ibu masih memanggil-manggil dari dapur ketika aku menuruni tangga.

"Iya!" Aku berjalan ke dapur. "Kenapa, sih?" sungutku. Habisnya, lagi asyik-asyik scrolling malah diganggu.

"Ini, jagain adikmu dulu. Ibu mau masak," kata Ibu.

Aku berdecak. "Biarin aja kenapa, sih? Biarin di sini, anteng ini," ujarku.

Ibu melotot. "Bahaya! Gak enak diam dia nanti," omelnya. "Sana ajak main dulu."

Sambil mengentak kaki, aku menghampiri adikku Nina yang sedang memainkan perkakas dapur. Kutarik tangannya agar dia berdiri. Dia berontak, tapi aku segera mengangkatnya dan meninggalkan dapur untuk kemudian membawanya ke ruang keluarga.

"Udah, sini diam dulu!" seruku mendudukkan Nina ke sofa, lalu menghidupkan televisi.

Film kartun yang diputar seketika mengalihkan Nina dari dapur. Adikku yang baru berusia tiga tahun itu fokus sekali menatap karakter favoritnya. Aku pun tiduran di belakangnya ikut menikmati tayangan tersebut.

"Kakak ...!"

Aku tersentak. Nina berbalik, menggoyang-goyang lenganku. Kulihat tayangan kartun tadi sudah berakhir. Aku ketiduran.

"Kenapa?" Aku bangkit.

"Ayo main!"

"Main apa, sih? Udah, nonton TV aja." Kuganti saluran televisi, mencari tayangan kartun.

"Nggak maaau!" Nina merengek. "Ayo main! Main!"

Aku berdecak kesal. "Iya iya!" seruku. "Mau main apa!"

"Main petak umpet." Nina merosot dari sofa. "Ayooo!" Dia menarik lenganku.

"Iya iya ...." Aku mengikutinya.

"Kakak yang jaga!"

"Lah?" Aku melongo. Seenaknya saja dia langsung memutuskan aku yang berjaga. Dasar anak kecil! "Yaudah, sana ngumpet. Kakak hitung sampai sepuluh!"

Derap langkah terdengar setelah aku menyembunyikan wajah ke tembok dan mulai berhitung.

"Sepuluh ...." Aku berbalik. "Di mana ya, Nina ...," ujarku seraya menyapu pandangan ke sana kemari.

Aku beranjak ke ruang tamu di mana derap langkah Nina tadi terdengar ke arahnya.

"Hi hi hi."

Aku menoleh. Aha, di sana dia rupanya. Di balik tirai jendela berwarna putih gading tampak gundukan. Kikikan khas Nina juga terdengar dari sana.

Aku melangkah tanpa suara menuju jendela.

Satu

Dua

Ti-

"Nila!" Langkahku terhenti. "La? Nila?!"

"Apa, Bu?" sahutku. Ibuku lagi-lagi berteriak memanggil.

"Matiin kompor dulu, La!"

Aku mengernyit. Memangnya sedang apa sih dia? Bukankah Ibu sedang masak?

Aku pun segera ke dapur. Kumatikan kompor. Lalu saat hendak kembali ke ruang tamu, pintu kamar mandi yang ada di samping dapur terbuka.

"Jangan lari, Nina! Nanti kepeleset!" teriak Ibu.

Dan Nina serta-merta keluar dari kamar mandi tanpa celana.

Aku melongo seketika.

"Eh! Aku kena!" Nina terkejut melihatku tercengang di depan kompor.

"Bu ...." Aku menatap Ibu yang muncul dari kamar mandi. "Dari tadi Nina di kamar mandi?"

"Iya, pup dia."

Aku terdiam.

Maljum, 18/4/24.

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang