Kambing

5 3 0
                                    

Menggeram kesal, aku beranjak dari tempat tidur lalu kubuka gorden jendela.

“Heh, jangan berisik!” seruku pada sekumpulan bocah di luar.

Beberapa hari ini di samping rumahku selalu kedatangan anak-anak untuk melihat hewan kurban yang ditaruh di sana karena rumahku dekat dengan masjid. Selain suara kambing yang kerap mengganggu, suara berisik bocah-bocah itu juga sangat menjengkelkan, apalagi, demi Tuhan, ini sudah malam! Sudah waktunya untuk istirahat, terlebih untukku yang baru saja pulang kerja.

Suara-suara berisik bocah-bocah itu berangsur menjauh dan menyisakan suara kambing yang kadang terdengar. Aku langsung merebahkan diri di pembaringan. Bisa merilekskan otot-otot tubuh dan kaki—yang tertarik setelah bekerja—di atas kasur empuk kesayangan dengan tenang adalah nikmat yang luar biasa.

Dan besok, hewan-hewan kurban itu akan dieksekusi, ketenanganku akan segera kembali!

**

Duk! Duk!

Mbeeek!

Aku terbangun karena suara benturan di jendela. Kulirik jam di meja belajar. Waktu menunjukkan pukul empat. Kumandang azan subuh pun belum bergema, kenapa ribut sekali di samping rumah?

Duk! Duk!

Mbeeek!

Tunggu dulu ...

Bukankah kambing-kambing itu pagi tadi sudah disembelih? Kenapa masih ada? Tadi pun kulihat tidak ada hewan kurban susulan yang ditaruh di sana.

Duk! Duk!

Astaga! Siapa sih yang mukul-mukul jendela? Bocah-bocah usil pasti yang berulah. Bocah-bocah itu memang kerap salat subuh di masjid, tapi bukankah ini terlalu dini? Dan demi Tuhan, apakah orang tua mereka tak mengawasi?

Duk! Duk!

Mbeeek!

Dan kenapa juga kambing itu berisik sekali!

Aku bangkit dari tempat tidur dengan kesal. Kusibak gorden jendela, lalu, lalu ... aku tersentak. Tak bisa bergerak ataupun bersuara.

Duk! Duk!

Mbeeek!

Tepat di depan wajahku—di balik jendela—ada seekor kambing yang sedang menabrak-nabrakkan kepalanya ke jendela. Tapi ... bukan, itu bukan kambing biasa. Kepalanya memang kepala kambing, tapi dengan mata merah menyala dan tanduk hitam melengkung, serta bertubuh manusia. Manusia—atau apa pun—berkepala kambing itu mengembik dan terus membenturkan kepalanya.

Aku terdiam di tempat dengan napas dan jantung berdegup cepat.

Kambing itu terus seperti itu untuk beberapa saat kemudian, hingga ketika suara azan bergema, kambing itu menghilang entah kemana dan aku bisa kembali bergerak hingga jatuh terduduk saking lemasnya.


--
Maljum, 27/6/24

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang