Hijau

35 9 0
                                    

"Mau gantian, Cok?"

"Kagak, ntar aja."

Aku mengangguk, lalu kembali memperhatikan ke luar jendela.

Aku dan temanku, Ucok, sedang dalam perjalanan pulang. Kami bekerja sebagai sopir ambulans pengantar jenazah. Dan baru saja kami mengantar jenazah ke luar kota.

Suara sang raja dangdut mengalun merdu dari speaker mobil. Bibir si Ucok mengikuti tiap liriknya guna menjaga agar dirinya tetap awas. Sementara aku bersandar seraya memperhatikan jalanan yang lengang.

"Eh, eh, Cok. Berenti ... Berenti ...."

Ucok langsung menginjak pedal rem. "Astaga, itu orang ngapain, sih, di jalanan!"

Klakson panjang dinyalakan, tapi seseorang di tengah jalan itu tidak juga menyingkir. Ucok pun mengambil jalur kanan untuk menghindari orang tersebut. Baru saja mobil beranjak sedikit, orang itu sudah ada di depan kami lagi.

Klakson kembali dinyalakan. "Woi! Minggir!" seru Ucok. "Wah, rese, nih, orang."

Aku memperhatikan sekitar, khawatir kalau-kalau orang itu adalah sekelompok pembegal. Tetapi tak kutemukan siapa pun selain dia yang berdiri diam di sana.

Ucok mendekati kaca mobil di sampingku, lalu membukanya. "Kenapa, Mas?" ujarnya dengan kepala menjulur.

Sosok lelaki berbaju hijau itu bergeming. Wajah datarnya menatap ke arah kami.

"Woi!" Ucok membentak.

"Butuh tumpangan, Mas'e?" Aku ikut mendekat ke jendela.

Lelaki itu menggeleng, lalu berjalan mendekat. Kini dia ada tepat di hadapanku dan Ucok. Wajahnya selain datar ternyata juga pucat.

"Makasih, Mas."

"Ohhh yaudah." Ucok mengangguk. "Kalo gitu ada perlu apa, Masnya?"

"Makasih."

"Lha, iya." Aku membalas. "Makasih mulu, Masnya. Butuh tumpangankah?"

Lelaki itu menggeleng.

Aku dan Ucok saling pandang. Kuendikkan bahu kemudian. Lantas Ucok kembali membuka suara.

"Terus kenapa to, Mas?"

"Saya mau bilang makasih."

"Ya, makasih untuk apa to, Mas'e? Kan kita belum kasih apa-apa."

"Makasih udah nganterin saya."

"Hah?" Dahi Ucok mengerut.

"Nganter ke mana? Masnya mau dianter?" Aku bertanya.

Lelaki itu menggeleng. "Makasih karena tadi udah nganter saya ke rumah Ibu di Sukadarma."

Sukadarma?

Aku dan Ucok seketika saling tatap. Kemudian Ucok langsung memacu mobil tanpa peduli lelaki tadi terserempet karenanya. Apa yang dia pikirkan mungkin saja sama dengan yang ada di pikiranku.





Lelaki itu adalah jenazah yang baru saja kami antar!







--
Malming, 11420.

Bagaimana #dirumahaja kalian? Seru apa bosan?

#dirumahaja saya nyoba hal baru. Yang lagi hepening ntu tuh. Kopi kocok. Tapi saya gagal mulu ampe tangan pada sengklek juga T.T

Kripik SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang