Prolog

9.2K 578 13
                                    

Menjelang tengah malam, tol Cipala yang awalnya baik-baik saja berubah mencekam. Banyak mobil yang saling bertubrukan, kecelakaan beruntun terjadi tepat jam setengah dua belas. Suara tangisan dan kesakitan bersahutan, banyak nyawa yang melayang.

Kaki terjepit di antara dua mobil, bersimbah darah banyak pecahan kaca di jalan.

Tidak.

Yang menjadi perhatian hanya satu mobil, di ujung jurang. Mobil berwarna hitam itu jika bergerak saja kemungkinan akan masuk jurang tepat di bawahnya gelap gulita. Di jok kedua suara jeritan memanggil terdengar pilu, anak laki-laki berusia sepuluh tahun tersebut merengkuh dua adiknya erat.

"Kakak..."

Sudut bibirnya melengkung, menunduk sambil telapak tangan dingin itu menangkup pipi bulat adik perempuannya.

"Nessa, kita keluar!"

Nama di panggil Nessa itu menoleh, menatap penuh bingung dan iris kelabu tersebut memandangi lurus orang tuanya. Sang papa yang memeluk kemudi menutup mata rapat, wajah tampan papanya tidak terlalu jelas yang pasti dia lihat ada warna kemerahan menutupi wajah papa, matanya berkaca-kaca.

Anak laki-laki itu yang keadaan lemas tidak bisa menduga si bungsu mendadak berdiri, dia gemetar ketakutan mobil ini langsung bergerak. Tak apa, jika mereka mati bersama justru itu lebih baik.

"MAMA NESSA KENAPA?!" Badannya yang condong ke depan kemudian menjerit, Nessa histeris hingga laki-laki berambut cokelat yang di sebelah kiri tidak sadarkan diri itu tersentak kaget, seakan baru bangun dari tidur panjangnya.

"Mama, kenapa Caca?" Suara lemah itu berniat ikut berdiri walaupun napasnya tak beraturan. Bagaimana bisa adiknya menjerit dan ketakutan seperti itu.

Tangan lain menghentikan lalu dia memeluk adik perempuannya erat, bibir pucat itu bergetar. "Kita ... keluar sekarang! Virgo, kamu duluan!" katanya penuh perintah.

Virgo menelan ludah, air mata mengalir deras. Sedikit berdiri tubuh tingginya walau samar dapat menangkap wajah sang mama, kelopak mata itu terpejam rapat dan rambut hitam basah. Basah oleh darah, malam ini menegaskan mereka bertiga mengerti arti kehilangan. Dia menoleh ke belakang yang di balas kakaknya sekali anggukan.

Pintu mobil di buka perlahan, haruskah melompat dan berakhir di jalan aspal. Mobilnya sudah setengah jatuh ke dalam jurang, kepala Virgo mendongak. Malam mendung tanpa taburan hiasan malam, samar bunyi sirene ambulan dan polisi terdengar.

"Kakak."

"Iya."

"Apa kakak yakin kita bisa hidup setelahnya?"

Dia yang tanya terdiam, menghela napas. Kedua tangan memeluk adiknya lebih erat, hidungnya mulai basah. Tidak boleh menangis, dia harus menjaga dua adiknya seperti di ajarkan sang papa, tidak boleh cengeng, kalau nangis. Yang lain ikut nangis.

"Kamu jangan ngomong kaya gitu, lompat atau kamu milih kita mati!"

"TERUS GIMANA MAMA DAN PAPA, KITA NINGGALIN MEREKA. AKU GAK NYANGKA KAK ELANG JAHAT!" Virgo berteriak keras. Di detik ketiga Virgo menyesal melihat adiknya menangis semakin nyaring.

Anak laki-laki itu menghela napas, kesabarannya seolah habis. Kakinya mulai kebas, dingin di bawah sana mengalir tanpa henti. Dia bergeser, sekali dorongan adik laki-lakinya itu jatuh ke jalan aspal, mereka harus hidup!

"Nessa, sama Kak Virgo ya?!"

Respon gelengan membuat dadanya memberat. "Kakak juga ikut." Tangan mungil itu mengusap pipi sang kakak.

Semua berlangsung cepat.

Elang melompat tidak lama setelah itu mobil hitam tersebut benar-benar masuk ke dalam jurang, tiang penyangga pembatas tol seakan tidak mampu lagi atas gerakan mereka yang mendadak.

"ARGH!"

Posisinya jatuh berlutut. Air bening yang tertahan akhirnya mengalir, dia meringis ngilu. Kakinya patah. Satu yang masih menyadarkan Elang, dua adiknya. Kesadaran menampar Elang keras, adik perempuannya bergulungan hingga ke sebrang berakhir di kolong mobil salah satu korban kecelakaan.

Mobil pengangkut barang berwarna putih itu mengeluarkan asap tebal, Elang menegang. Jatuh berkali-kali sambil memanggil Virgo. Setidaknya Virgo mampu berdiri, menyelamatkan adik mereka.

"Kak ... Elang...."

Ada lega di ekspresi itu, namun tidak sesuai ekspektasi. Adik keduanya bersimbah darah tak jauh dari posisi Elang.

Sementara itu, Virgo tersenyum pahit. Keluarganya hancur dalam semalam, jejak luka membekas. Cukup pekikan kakaknya bersamaan dengan ledakan. Malam itu mengartikan kehilangan, tiga orang paling berarti di hidup mereka.









SELAMAT DATANG DI CERITAKU. UNTUK PEMBACA BARU ATAU PEMBACA RAINA YANG PINDAH KE SINI.

TERIMA KASIH JIKA KALIAN JADI PEMBACA SETIA STORY HEARTBEAT. SEMOGA AKU BISA SELALU UPDATE DAN TIDAK MENGECEWAKAN.

BERIKAN VOTE🌟 DAN KOMEN, MENERIMA KRISAR GUNAKAN KATA YANG SOPAN.

SIMPAN CERITANYA KE PERPUSTAAKAAN! SEE YOU❤

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang