HUKUMAN

2.2K 285 12
                                    

Tirta mengejar, tidak semudah itu membiarkan Alea lepas. Manik kelam itu menelusuri koridor, sebelah tangannya kemudian merogoh kantong celana. Jemari itu bergerak di layar hape dengan kesal.

"Lo harus temuin Milea!" serunya setelah telpon tersambung di sebrang sana.

"Alea kali, gak cocok banget lo jadi Dilan." Suara serak menyahut di ikuti tawa kecil. Tirta mengumpat kasar, seandainya Dika ada di hadapannya dia akan memukul keras kepala Dika.

"Cepet cari kalau kalian gak nemu gue patahin kaki lo." Tepat ancaman sungguh-sungguh keluar dari mulut Tirta, sambungan telpon terputus. Tirta berjalan kembali, menuju gedung seberang. Tidak sia-sia Tirta menghafal jadwal pelajaran cewek pemberani itu, hari ini kamis jam pertama olahraga di kelas IPS 2. Alea pasti memilih bolos untuk menjauhinya.

Benar saja di kejauhan dua gadis tengah saling dorong, Tirta mengamati dari jarak jauh. Tersenyum sinting, mulai memilih hukuman yang pas karena membuat tenaganya terkuras habis di pagi hari.

Alea mendengus kuat, berusaha melepaskan Senja yang memeluk lengannya. "Gue harus kabur, gue jijik liat si banci!" ucapnya ketus.

"Tapi aku disuruh Pak Budi buat jemput kamu. Tirta gak berani kalau ada Pak Budi, alasan apa lagi supaya kamu bolos. Hah?!" Senja ikut emosi, beralih mendorong-dorong punggung Alea.

"SUMPAH, GUE JIJIK PENGEN MUNTAH LIAT MUKA TIRTA, KELASNYA ITU DI DEPAN LAPANGAN."

"KAMU TENANG, TIRTA GANGGUIN BAKAL AKU JITAK DIA SEKERAS-KERASNYA."

Alea tersentak kaget balasan Senja yang juga berteriak, jelas makin emosi. Itu berarti Senja benar-benar marah. Dia memang menyebalkan, katanya mukanya lebih cocok dicakarin, terlalu kaku dan sombong.

"Lo duluan aja."

"Gak ada yang namanya duluan."

"Ck, gue belum ganti. Perlu ke kelas dulu. Lo enak dah ganti."

Akhirnya Senja yang mengalah melangkah ke belokan kiri, tanpa Senja ketahui kepergiannya justru berakhir membuat Alea masuk ke malapetaka.

"Senja marah kaya gorila," gumam Alea tersenyum geli sembari memperbaiki tatanan rambut. Memang ya walau Alea dijauhi masih ada seperti Senja, satu-satunya orang yang tidak pernah menghakimi selalu setia. Ibaratnya Senja itu langka, jika semua orang suka menjatuhkan maka Senja lebih tenang, melihat atas sudut pandangnya sendiri.

"Nah, sayangku ini marah lebih mirip anjing percampuran macan."

Alea menegang, belum sempat menoleh ke sumber suara ikat rambutnya di tarik paksa, Alea hendak memberikan pukulan namun tangannya justru di pelintir.

Tirta tertawa keras, bahagia telinganya menangkap ringisan sakit di bibir itu.

"Raden Tirta Buana, cinta Alea. Jadi gimana terima atau nolak lagi." Cowok jangkung itu menunduk dengan sengaja meniup-niup daun telinga perempuan yang satu tahun lalu berhasil menarik perhatiannya hingga kini.

Alea memainkan lidah di mulut, rasanya dadanya benar-benar ingin meledak. Alea sangat marah, tapi satu hal menamparnya keras dia dan Tirta seimbang dalam bela diri bahkan Tirta lebih jauh mengusai terlebih laki-laki itu memiliki kelebihan memancing orang takut sebelum berbuat aneh.

"Gue anti cowok jelek!"

Alea memekik sakit, pertama kalinya bertemu cowok yang katanya cinta tapi malah menyiksa. Bukan berarti Alea memberikan kesempatan. Najis! Lebih baik di lempar ke got.

"LO HARUS TERIMA GUE, SIALAN!"

"KAGAK USAH MAKSA, GUE UDAH CINTA ORANG LAIN!"

"SIAPA ORANGNYA?! GUE JANJI BUNUH DIA!"

Ujung-ujungnya kedua orang berbeda gender tersebut saling teriak. Intinya Tirta menunggu Alea menangis tapi yang ditunggu justru tidak menangis malah kakinya yang ditendang kuat.



****

Alea tidak takut.

Kamus besar hidupnya tidak pernah tercantum kata takut walaupun dikelilingi laki-laki. Alea memasang sikap waspada, siap bertarung jika kepalan tangan melayang ke arahnya.

"Lucu."

Alea menoleh, sebelas alisnya naik. Memandangi sepenuhnya cowok bergaris wajah imut, tersenyum ramah. Alea tidak kenal terasa asing. Tapi yang pasti di antara lima orang mengelilinginya ini cowok itu bermuka ramah.

"Nggak boleh terpesona, sayang. Dia itu buaya."

Kayaknya Raden Tikar Buaya perlu berkaca! Alea menepis kasar tangan Tirta yang berada di puncak kepalanya.

"Kalian semua ngapain bawa gue rooftop?" Alea bertanya ketus membuang muka ke arah lain, sekali lagi tidak sudi membalas tatapan Tirta bahkan orang-orang terdekatnya.

"Pengen main-main aja, Jeno penasaran katanya sama lo sampai buat Tirta bucin, cinta mati. Jad---"

Ucapan Dika terhenti satu bogem mentah mendarat di pipi Dika dan pelakunya adalah Alea, semua orang tercengang kecuali Tirta yang justru tersenyum bahagia.

"Main-main?!" Alea mendesis gusar. "Siapapun namanya Jeno, asal lo tau ya gue najis dicintai dia. Lebih baik gue mati!" sambung Alea.

Semakin Alea menolak, Tirta semakin tertantang membidik panahnya menembus jantung Alea.







*****

Partnya sengaja pendek, biar bisa update tiap hari☺ gimana sama cerita ini? Semoga suka😍 hargai ceritaku memberikan secuil vote dan komen.

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang