KEPUTUSAN

915 132 0
                                    

Alea menjatuhkan badannya ke kasur, telapak tangan meraba pipinya yang tadi pagi ditampar Tirta. Ya, cukup sakit! Namun, rasa sakit itu tidak sepadan atas dadanya yang sesak dan hati berakhir perih.

Ternyata Tirta memberikan efek sedalam itu.

Alea mengubah posisi berbaring ke samping seraya menutup mulutnya. Jangan sampai suara tangisnya terdengar dari luar kamar. Bantal itu sudah dibuat basah.

Bahu Alea bergetar mengingat semuanya. Kalau ada ruang waktu bukan hanya tidak ingin mengenal Erin, Alea juga tak sudi mengenal Raden Tirta Buana.

Apa yang harus dilakukan sekarang?

Alea bingung intinya dia menjauh, sejauh-jauhnya. RHS masih tetap mempertemukannya pada pemuda kasar itu, satu ide detik itu melintas di kepala Alea sepertinya dia belum pernah meminta sesuatu terhadap Elang dan Virgo.

Alea bangun tanpa memedulikan keadaannya yang berantakan lalu Alea berlari keluar kamar, menuruni undakan tangga terburu-buru.

Nesta baru datang sembari memutar kunci mobil menoleh termundur kaget Alea yang melewati dengan wajah tidak biasa, Nesta bergerak mengikuti tujuan Alea berlari ke ruang kerja Elang.

"Kak Elang mana?!"

"Kak Elang belum pulang, katanya agak sorean. Hari ini ada meeting bersama kolega."

Alea menyandarkan punggungnya di pintu, Nesta berdiri menghadap Alea air mukanya seketika berubah cemas.

"Lo ... sakit? Muka lo pucat." Gadis bertubuh mungil itu hendak berbalik berniat memanggil pelayan terpaksa berhenti, tangan Alea lebih dulu menghentikan pergerakannya namun Nesta semakin kalut tangan Alea yang terasa dingin.

"Gue mau ketemu Kak Elang sekarang," sahutnya serak. Alea mengusap sisa air mata dipipi dan membenarnya ikatan rambut. Nesta saja syok apalagi kakaknya itu yang melihat keadaannya yang nyaris seperti orang gila.

Mendapati ekspresi Nesta membuktikan adanya penolakan. "Gue beneran enggak bisa, besok ada ulangan fisika. Tapi lo tenang aja Kak Virgo masih diteras gue yakin Kak Virgo bersedia anterin lo. Maaf."

Selesai mengatakannya Nesta melangkah lebar-lebar, Alea mengekori. Seiring Alea berjalan tangannya terkepal kuat, manik mata kelabu itu berubah dingin. Sekali lagi dia sangat menyesal mengenal Tirta.

Sedangkan Virgo berdiri di sisi mobil, memasang muka rumit bahkan bibirnya menyebut satu nama yang membuat percikan api di hati Alea ketika mereka bersitatap, seolah sadar Virgo segera menutup bibir rapat.

"Kita tunggu nanti sore sekitar tiga jam Kak Elang pasti pulang, kamu sakit," ujar Virgo setelah meraba kening Alea yang hangat, tidak biasanya adiknya itu mudah lemas. Entahlah, mungkin ini dampak racun yang ada di perut Alea walaupun racunnya hilang masih menimbulkan efek samping.

Bagaimana ketahanan tubuh Alea terkadang mudah sakit. Alea menggeleng kuat kali ini memegang erat Virgo dengan tatapan memelas.

"Aku maunya sekarang."

"Oke, Kak Virgo nel--"

"Yaudah, aku sendirian."

Virgo melotot begitupula Nesta seolah kompak berpikir jika itu terjadi Alea akan terluka. Virgo menyerah, membuka pintu dengan tampang cemberut.

Alea memejamkan mata sepanjang jalan, dia tidak tidur hanya saja berdoa Elang setuju atas permintaannya.

"Kamu tau tadi di parkiran Tirta minta maaf secara tiba-tiba Kak Virgo bingung Tirta jawab dia udah nyakitin kamu, apa ini berhubungan sama kamu yang sakit?" tanya Virgo memecah keheningan melirik sebentar Alea kemudian fokus mengemudi.

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang