Entah berapa Alea berbaring di lantai dingin ini, kepergian mereka membawanya ke dalam ambang kesadaran.
Alea ingin menyerah mencoba memejamkan mata, tapi telinganya terus menangkap suara hewan-hewan malam. Rasa sakit ditubuhnya menjalar hingga hatinya sesak.
Di mana Elang dan Virgo? Apa ini menjadi bagian rencana mereka, Alea tau pikirannya terlalu buruk. Dia tidak peduli.
Bukankah seharusnya mereka menolong adiknya yang kini sekarat.
Ikatan di tangan Alea sudah terlepas, susah payah menegakkan badan. Bersandar di tembok, air matanya kembali mengalir.
Entah kenapa dia berharap satu nama itu datang menjadi penyelamat walaupun mustahil, dia selalu ada seberapa kuat pun Alea mengusir pemuda itu tetap lah datang sembari tersenyum bodoh.
"Tirta..." Alea berbisik sendu, manik kelabu itu mengamati kosong telapak tangannya yang banjir merah anyir. Mungkin setelah ini dia akan banyak kekurangan darah.
"Alea," panggilan suara berat itu mengalihkan pandangannya dengan mata berembun Alea mendogak. "Lo enggak papa, kan?" tanyanya berjongkok.
Alea menepis cepat tangan Leon yang hendak menyentuhnya. "Lo ngapain di sini? Kalian ... semua sama-sama iblis," desisnya tergagap. Susah payah Alea bergeser menjauh, Leon adalah anak Sella jelas pemuda itu ikut berencana membuatnya hancur.
"Gue beda!" Leon menyahut setengah membentak, sudut matanya memerah. "Gue akui gue emang jahat, seorang Leon pernah menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai, hidupnya cuma dijadiin boneka."
Tubuh Alea bergetar kepalanya menggeleng.
"Sebelum para sampah itu datang lo harus kabur sejauh-jauhnya gue bakal bantu," lanjut Leon suaranya melembut. Dia melepaskan hoodie hitamnya kemudian memakaikannya ke bahu Alea yang terekspos. Keadaan gadis yang baru dikenalnya ini sangat berantakan, seragam putih itu kotor dan sobek.
Leon beralih membelakangi Alea gerakan hati-hati melingkarkan tangan dipenuhi luka goresan itu ke lehernya. "Lo harus bertahan, anggap ini sebagai imbalan kedua karena di pertemuan perdana kita, lo selamatin gue," gumam Leon.
Alea terisak tertahan, pipinya menempel dipunggung Leon. Dia malu terlihat seperti orang lemah.
"Terserah lo mau bawa gue mana ... gue nggak mau ketemu orang-orang munafik itu," sahutnya lirih. Kelopak mata Alea sedikit terbuka, akhirnya dia keluar dari tempat itu.
Angin malam yang dingin mendera kulitnya Alea tak bisa menahan untuk tak menggigil, giginya bergemelatuk bersamaan tubuhnya yang makin ngilu setiap detik berlalu.
"Leon."
"Ke--kenapa lo nolongin gue padahal nyokap lo bernafsu pengen gue mati..."
Leon tertawa pelan.
"Gue cape jadi boneka Mama. Mama berubah semenjak di perkosa para perampok itu ... dan bertambah parah Mama hamil. Mama membenci Nesta, Mama depresi."
Alea merapatkan tubuhnya, kepalanya menempel di leher Leon sekedar ingin menangkap ekspresi pemuda itu yang Alea lihat selalu memasang garis wajah dingin.
"Lo orang baik dan gue orang jahatnya," tutur Alea. Leon menyebrang jalan, mengamati sekitar. Kawasan dia lalui sudah jauh dari area jalan raya, harapannya semoga suruhan mamanya itu tidak mengejar.
"Berapa kali gue bilang kita terkadang akan jadi orang jahat di cerita orang lain." Leon berdecak. "Jangan tutup mata, secepatnya kita ke rumah sakit." Leon tanpa sadar memeluk pinggang Alea semakin erat, merasakan napas gadis di belakangnya ini mulai terputus-putus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Novela JuvenilNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...