HANCUR ATAU BERTAHAN?

1.7K 214 4
                                    

Hujan deras mengguyur ibu kota. Jika semua orang memilih bernaung maka tidak dengan gadis tinggi langsing tersebut. Dari rambut hingga ujung kaki basah total, berdiri diam di bahu jalan kepalanya tertunduk. Tidak dingin yang dia rasakan adalah panas membara di dadanya.

Besok atau lebih tepat hari ini hidupnya tak akan pernah sama lagi seperti dulu.

Sebelah tangan Alea meremas bandul kalung di lehernya. Apa iya kalung sebagai bukti bahwa dia Nessa Granya Pradana. Rasanya Alea ingin tertawa.

Alea tidak bodoh, dia sudah curiga. Namun dia tampik begitu saja. Panti asuhan kasih selalu memberikan fasilitas yang membuat curiga, kamar pribadi jika anak-anak lain satu kamar berdua bahkan bertiga, berbeda dengannya. Alea memang sering mengeluh harus mencuci pakaian, Bunda pun menawari temannya untuk menjadi pembantu di panti.

Masih banyak lagi.

Kepalanya pusing memikirkan semua keanehan itu.

"Kamu beruntung banget nggak di drop out dari RHS padahal kesalahan kamu udah fatal loh. Buat senior jatuh ke kolam ikan." Senja pernah berkata sembari menepuki bahu Alea. "Tapi dia juga salah, adik kelas dibully enggak tau kali ya pembullyan membuat korban trauma, kekerasan yang dialaminya."

Tiga bulan lalu Alea menyelamatkan seorang gadis yang di bully senior paling membuat Alea tak tahan, mereka laki-laki bahkan gadis itu nyaris dilecehkan jika sedetik saja terlambat.

Endingnya tiga seniornya itu babak belur.




"Nessa!"

Lamuan Alea buyar, tertegun sejenak dan setelahnya menepis tangan Nesta. Keras kepala, tidak bisa kah Alea diberikan kesempatan untuk menenangkan diri. Apa perempuan ini mencoba menguji kesabarannya.

"Udah berapa kali gue bilang, Nama gue Alea Rayuna Listar." Alea mengeram kesal, sementara Nesta refleks memajukan diri memayungi Alea. Di belakang Nesta, Pak Saryo sibuk mengetik ponsel di layar sesekali bergantian melihat keduanya.

"Pulang. Kak Virgo cariin lo bahkan Kak Elang udah turun tangan kalau lo nggak mau pulang ke rumah. Kita bisa ke panti," ujarnya.

Sok akrab sekali.

Alea bersedekap. "Elo, Nesta. Mau cari simpati atau gimana? Jangan seolah gue kenal sama lo. Oh, atau karena gue setuju satu meja di kantin waktu itu lo malah besar kepala!" Alea menyahut pedas seraya tangannya mendorong bahu Nesta hingga termundur.

Nesta kaget, payung yang tengah Nesta pegang menguat. Dia menghela napas tersenyum lembut, membalas manik kelabu itu yang menatapnya bengis.

"Aku cuma nggak mau Kak Elang marah. Kak Elang itu marah bahaya, dia nggak peduli punya ikatan keluarga asal apa yang dia mau harus sesuai yang Kak Elang inginkan. Kak Elang cari kamu. Aku takut Kak Elang di luar kendali, jadi pulang. Aku yang pertama nemuin kamu."

Alea berdecak kesal, berapa banyak keluarga Pradana tau tentang dirinya bahkan sepertinya Nesta lebih banyak mengetahui, di mana tempat dia tinggal.

"Gue bisa sendiri daripada sama lo, bukannya lo bahagia karena gue menolak ke rumah itu. Kenapa lo yakin gue Nessa? Apa buktinya?"

PLAK

Nesta menggigit pipi dalamnya, mata bundar itu dibuat berkaca-kaca. Barusan dia menampar Alea, air matanya perlahan luruh.

"Maksud kamu apa?! Aku bahagia, kenapa aku harus bahagia? Aku bantuin kamu dari Kak Elang!" seru Nesta. "Aku minta ... minta maaf ... aku nggak sengaja, kata-kata kamu bikin aku sakit!" lanjutnya tergagap.

Mendapati Alea yang terdiam justru memandangi dingin dengan sebelah tangan menutupi pipi kirinya, Nesta semakin ketakutan melihat darah yang mengalir di ujung bibir Alea.

"Udah selesai, kan? Gue mau pergi ternyata emang bener ya kecil-kecil tenaga kaya batu. Selamat, lo orang pertama yang gak gue balas sampai buat Alea mengecap darahnya sendiri."

Mengabaikan panggilan Nesta, Alea melangkah cepat menyebrangi jalan. Sebelum itu ketika melewati pria di belakang Nesta, Alea sadar ponsel itu penting maka dia merebutnya dan membantingnya ke aspal tanpa perlawanan.


****

"Gue Kakak lo!"

Gadis berambut berantakan itu mengepalkan tangan di pembatas jembatan. Inilah yang ingin di dengar selama dirinya hidup. Ada seseorang yang mengaku dan menganggapnya keluarga walaupun terasa asing.

Tidak, Alea tidak boleh terpengaruh tapi perkataan tulus pemuda di sebelahnya kini membuat sesuatu di tahannya meringan.

Ya, Virgo berhasil menemukannya. Mengaku-ngaku sebagai kakaknya. Alea tertawa, memiringkan kepala. Wajah Virgo pucat paci, memandangi Alea frustasi.

"Jangan mati. Kita sayang sama kamu, Alea. Ayo kembali!" ucapnya lembut.

"Selain kecil-kecil tenaga kaya batu Nesta licik ya? Dalam waktu lima menit dia berhasil ngadu ke lo dan orang aneh-aneh itu." Alea bergumam, berdecih sinis. Satu kakinya naik ke pembatas jembatan, menulikan telinga atas ucapan memohon Virgo.

Alea pernah bilang kan lebih baik memilih mati daripada darah yang mengalir di tubuhnya hidup hanya mengandalkan harta dan kekuasaan.

"Lo bukan siapa-siapa yang nyuruh gue turun! Bisa diam, kalian satu langkah lagi gue pastikan gue lompat!" Alea menunduk, di bawah sana aliran sungai mengalir deras.

Untuk menenggelamkannya sangat gampang apalagi airnya keruh, Alea menyeringai dengan mata terpejam.

"Gue benci, benar-benar benci orang kaya lo dan keluarga lo itu. Asal lo tau kalau pun gue selamat, gue bakal tetap bunuh diri karena gue pengen secepatnya mati..." ungkap Alea nyaris seperti bisikan. Virgo yang berdiri waspada, bersiap meraih lengan Alea tercengat.

"Sebenarnya kamu kenapa?" Virgo bertanya lirih, tangannya sedikit terangkat menyuruh para bodyguard berhenti mendekat. Hal Virgo simpulkan Alea perlu ditenangkan, berbicara baik-baik.

"Ak---" Napas Alea tertahan,  kelopak mata Alea menyendu, tubuhnya luruh di sisa kesadaran Alea merasakan tubuhnya di peluk seseorang dengan erat yang pasti bukan Virgo. Pertama kalinya Alea meminta ingin seperti ini selamanya.















Jangan lupa vote🌟 dan komen ya. Terima kasih untuk vote dan komen dipart sebelumnya
Next spoiler : Apa Tirta itu tulus?

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang