BERSAING

1.6K 216 2
                                    

Pintu kelas 11 IPS 2 tersebut di buka keras, di jam istirahat sebagian yang di kelas itu memilih tak ke kantin terlonjak kaget. Menahan napas, siapa tersangkanya melangkah lebar menuju ke barisan tengah dan empat orang mengikuti.

Siapa lagi kalau bukan Tirta dan umpannya adalah Senja.

Senja yang tengah minum tersedak badannya sudah gemetar, berusaha mengendalikan diri sadar penyebab pemuda jangkung dengan dasi terikat yang melingkar di kening itu pasti menanyai sahabatnya.

"Alea sakit dan surat dari dokternya juga ada. Kalo kamu enggak percaya bisa ambil di sekretaris," ucap Senja cepat.

"Sakit lagi?!" tanya Tirta lebih mirip bentakan. Jeno di sisi Dika mendelik hendak mendekat namun Bagas lebih dulu menahannya. Dia mengetahui semuanya tapi Jeno tak akan memberitahu Tirta lagipula masih abu-abu kalau Alea adalah adik sepupunya yang bernama Nessa. Sebentar, justru Tirta lah penyebabnya awal rencana yang baik harus rusak.

Perkataan sulung Pradana tadi malam teringat jelas di memori Jeno.

Senja mengangguk patah seraya meremas botol mineral di tangan. Dia sangat takut sekarang, apa Tirta akan marah karena perempuan dicarinya tak ada. Seluruh warga RHS tau bahwa ketua Geng XLORES itu sangat bucin pada Alea, penyumbang besar piagam bela diri.

"Tapi tadi pagi gue ke panti dia malah nggak ada. Pengurus panti bilang Alea nggak pulang, lo pasti tau kan toh cewek di mana. Jadi, di mana? Gak usah muna," lanjutnya pedas.

"Coba kamu tanya ke sekretaris aku ... kayaknya dia ke kantin. Atau bisa aja kamu tanya ke Samuel, temen kamu yang kasih suratnya ke Lina."

Perkataan Senja membuat kepala Tirta menoleh ke belakang, sepasang mata gelap Tirta menghunus tajam, sepuluh jemarinya terkepal kuat. Samuel ya? Ah, ternyata terdapat something di antara mereka berdua. Jeno tersentak kaget, begitupula Dika dan Bagas.

Surat bercap rumah sakit dan tanda tangan dokter yang di pegang Elang diserahkan ke Samuel. Kenapa? Padahal Jeno mau saja membantu. Banyak pertanyaan memenuhi kepala Jeno kini.

"Sam!"

Nama yang dipanggil memilih lebih dulu berjalan duluan keluar kelas. Tirta mengeram gusar berlari mengejar meninggalkan aura suram.

"Lo pengkhianat!"

"Berarti kejadian di perpustakaan itu elo emang cari kesempatan!"

"Kenapa lo bisa kenal cewek burik kaya gitu. Udah gue bilang cuma gue yang boleh deketin dia karena Alea itu burik, ji---"

Sementara Samuel memejamkan mata menahan rasa terbakar di dalam dadanya, dia tidak tahan lagi. Bodo amat, kalau Alea marah.

Samuel membawa Tirta ke koridor yang sepi. Tepat setelahnya Samuel berbalik badan, sebelah alisnya naik Tirta yang jelas menuntut penjelasan.

"Kenapa surat dokter itu bisa ada ditangan lo, bangsat?!' tanyanya sinis sembari menarik kerah almamater Samuel. Tirta kemudian mendorong Samuel ke tembok, Tirta merasa benar-benar dikhianati sekarang.

"Gue dan Alea temenan semenjak TK. Kita berdua akrab, tapi pas gue masuk SD gak satu sekolah terus ketemu lagi di SMP, baru satu tahun orang tua gue memutuskan pindah ke Surabaya." Samuel tersenyum miring menepuki bahu Tirta. "Eh, malah ketemu lagi di sini. Apa itu yang namanya jodoh? Hm, gue dan Alea sepakat pura-pura nggak saling kenal."

Satu pukulan mendarat di pipi pemuda beranting hitam tersebut, Tirta lalu duduk di atas perut Samuel sengaja menekan hingga mendengar suara kesakitan keluar di bibir itu.

"Gue sih oke, tapi kalo lo macam-macam sama Alea gue bakal bunuh lo. Dan, Alea hidup ditakdirin buat Raden Tirta Buana, jangan sampai gar---" Belum sempat Tirta menyelesaikan, tubuhnya di banting keras di lantai.

"Serius. Gue beneran nggak yakin itu cinta lebih tepatnya terobesi. Apa lo tulus sama, Alea, Ta? Itu lebih ke ketidak terimaan karena satu tahun lalu lo diselamatin oleh seorang perempuan."

Samuel tertawa mengejek, menjilat sisi bibirnya yang berdarah. Berusaha tidak dengan kekerasan tidak segampang itu apalagi dia berhadapan dengan Tirta.

"Gimana kalo gue dan lo bersaing. Persahabatan diantara perempuan dan laki-laki itu mustahil gak ada tumbuh perasaan. Bisa jadi salah satunya. Nah, beruntung dua-duanya. Lo yang pertama kali dengar ini gue sayang dan cinta ke Alea!" ungkap Samuel santai sembari mengulurkan telapak tangannya di depan wajah Tirta.

Napas Tirta memburu, menepis kasar tangan Samuel. Tirta berdiri kembali menyudutkan Samuel ke tembok, tatapannya bengis.

"Gue terima. Lo harus tau gue nggak akan kalah!" serunya ketus.

Samuel menyeringai lebar. "Bukannya kemenangan gue terbuka lebar. Apa yang lo genggam. Kenal baru satu tahun, beda sama gue. Ya, kan?"

Tirta memiringkan kepalanya, berdecak kesal. Apa dia takut? Tentu saja tidak. Giliran Tirta menepuki bahu Samuel.

"Udah bel masuk, barengan ke kelasnya." Nada suara Tirta berubah beralih merangkul Samuel seolah kejadian menegangkan beberapa menit itu tidak diambil serius, bersikap biasa. Yang jelas persaingan itu memang adanya.

****

Virgo menyerah.

Kesekian kali mengajak adik perempuannya itu berbicara tak satu pun menyahut. Gadis berkulit pucat tersebut hanya duduk diam, membelakanginya.

Virgo sadar, pasti ini mengejutkan bagi Alea namun sesuai kenyataan. Virgo benar-benar menyayangi Alea, dia ingin kembali menjadi sosok kakak yang baik bersikap maklum saja banyak perubahan yang terjadi apalagi lingkungan Alea hidup membuat sisi adiknya yang lembut dan periang di masa lalu sudah menghilang.

"Kamu belum makan."

"Bi Irum bilang sekitar setengah jam lalu kamu bangun. Mau makan apa? Habis itu minum obat."

"Nessa, please. Jangan kaya gini."

Virgo mengacak rambut frustasi belum sempat berdiri kedatangan Elang melewatinya mengurungkan niat Virgo. Jujur, Virgo masih kesal pada kakaknya itu dengan gampangnya menyuntikkan obat bius ke Alea hingga tidur lumayan lama. Di sisi lain, Alea batal menjatuhkan diri ke sungai. Virgo bersyukur.

Pria berkemeja biru muda itu berjongkok di sisi adiknya, tersenyum samar. Telapak tangan Elang lalu mengusap pelan lengan Alea.

"Kak Elang tau kamu nggak suka dipanggil Nessa. Yaudah, kami sepakat sekarang memanggil kamu Alea. Jangan marah lagi ya?" katanya lembut.

Virgo tertegun di sudut tempat tidur susah payah mengendalikan diri, membasahi bibirnya yang entah kenapa terasa kering.

Bukan kah kini mereka telah berkumpul. Sesuai yang Virgo impikan, cukup 13 tahun berpisah. Cepat atau lambat tapi pasti Virgo menyakinkan diri Alea akan menerima.








Jangan lupa vote🌟 dan komen ya. Terima kasih untuk vote dan komen dipart sebelumnya
Next spoiler : mulai menerima.

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang