Di awal bulan januari apa yang Tirta harapkan? Jawabannya adalah tak ada. Bungsu Buana tersebut menjadi sosok yang sulit di sentuh, semakin dingin disaat bersamaaan seolah tidak punya gairah hidup.
Geng XLORES yang terbentuk terbengkelai hingga bubar, mereka berpencar entah itu kembali lebih baik atau tetap layaknya berperilaku yang sering disebut kenakalan remaja.
Jemari Tirta mengetuk cermin di hadapan, memandangi jelas pantulan wajah yang selalu sang mama katakan mirip Papa. Apa Tirta harus menjelaskan bagaimana bisa di mendapatkan perangkai buruk itu sedangkan mamanya berhati lemah lembut, tentu saja itu perbuatan sosok kepala keluarga.
Apa yang anak kecil lihat akan membuatnya meniru bahkan bisa jadi menentukan masa depan!
Tirta tidak pernah menyalahkan.
Kekerasan di masa itu seolah rutinitas baginya bersama kakak sulungnya, Ranata. Mama adalah korban kekerasan di rumah tangga, sayangnya Mama tutup mulut untuk menjaga nama baik keluarga. Memasang senyum, bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Ranata mustahil ditipu begitupula Tirta, di umur tujuh tahun Tirta bersedia punggungnya sebagai sasaran pelampiasan.
Hingga kebencian itu tumbuh, hasrat membunuh itu datang dengan sendirinya. Mama takut mendapati anak bungsungnya memegang pisau di tengah malam hendak menghunus pada Raden tidur di sofa waktu itu.
Tirta mengira dia gila, setiap seminggu sekali Cesa mengajaknya psikiater. Tirta patuh, karena Cesa adalah segalanya.
Di umur dua belas tahun, Papa meninggal karena kecelakaan di proyek kerjanya, tanpa sengaja tergelicir. Kepala bocor meninggalkan genangan darah, semua orang berkabung. Tirta justru merasakan kebebasan dan dia ingat jelas bagaimana kakaknya Nata bernapas lega, memasang ekspresi sedih itu sebatas topeng.
Jemari Tirta beralih mengetuk sisi meja rias, bibirnya membentuk senyuman pahit. "Gue kangen lo," gumaman itu terdengar serak. Tenggorokan Tirta mendadak sakit.
Sudut mata Tirta kemudian melirik dua benda di laci yang terbuka, tangan Tirta terjulur mengambilnya. Satu benda dikembalikan, sementara di sebelah kanannya kini katanya hadiah.
Tirta tidak mengerti maksud gadis itu sebelum pergi ... lebih tepatnya menghilang.
Gelang kaki dan bola kaca. Bola kaca itu terdapat pohon sakura terbuat dari plastik jika digoyangkan daunnya seolah akan gugur, gantungan batu kecil kristal sebagai lengkap. Anak rumput menghiasi bawahnya.
Yang memberikan Tirta hadiah di akhir tahun adalah Alea, gadis-nya. Besoknya, kenyataan pahit menampar Tirta gadis itu menghilang.
Semua orang menutup mulut, Tirta sangat tahu keluarga Pradana berkuasa, gampang bagi mereka menginginkan sesuatu.
Rahang Tirta tanpa sadar mengeras, napasnya memburu dengan mata memerah.
Kertas lipat kecil berwarna biru jatuh, Tirta menunduk membacanya. Namanya ada di sana.
Tirta
Aku minta Maaf
Kenapa Alea harus minta maaf? Sedangkan di sini Tirta lah awalnya yang salah. Egois dan terobsesi, bukan perasaan cinta.
Merasa pengecut karena ditolong seorang perempuan. Kemarahan ketika mendapat penolakan, Alea berhasil menjatuhkannya saat itu. Berterus terang mengatakan bahwa seorang Raden Tirta Buana, laki-laki yang ingin dijauhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Ficção AdolescenteNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...