Lagi-lagi Tirta kembali membuat keributan di pulang sekolah tepatnya parkiran, pemuda dengan kepala di ikat dasi tersebut memukul keras seniornya yang mengatainya beberapa menit lalu.
Awalnya Tirta tidak ingin terpancing namun makin lama dibiarkan akhirnya dia tetap tak tahan. Badan jangkung itu lalu membentur motor di tengah parkiran.
"Dasar tai, kotoran! Banci lo, kalo emang temen lo itu kalah balapan gak usah gak terima dan ngatain gue, dungu!" umpatnya keras.
Kaki Tirta yang di balut sepatu berada di dada senior bernama Fandi tersebut yang sudah babak belur, sebelah matanya biru dengan darah mengalir dari hidung. Keadaannya mengenaskan, tidak ada satupun yang berani melerai. Sebatas menonton, sekolah elit itu di luarnya saja yang terkesan baik di mata publik, namun faktanya mereka masih sama. Banyak murid yang sering berperilaku di luar batas.
Jeno menggeleng heran, Dika duduk di motornya terbahak, Samuel yang sedikit kesal kejadian tadi pagi hari ini tidak menempeli mereka, menghabiskan waktu di kantin bersama Bagas.
"Lo curang, sialan!" balasnya pelan. Fandi menatap tajam sembari jempolnya terbalik.
Rahang Tirta mengeras, urat-urat dilehernya tercetak jelas. Mengeram gusar, sepertinya dia akan berurusan untuk kesekian kali dengan para guru dan sang mama.
Jeno sadar gerakan Tirta yang terlampau cepat maka secepat itu pula Jeno berdiri dan berlari menendang pot besar yang Tirta angkat hendak melayangkannya ke wajah Fandi.
BRAK
Semua orang memekik keras.
Makin tercengang bahkan mungkin murid RHS ada yang celananya telah basah bagaimana pot terbuat dari keramik itu nyaris--sedikit, mengenai kepala pangeran sekolah, Virgo.
Virgo tercengang, kakinya gemetar. Semua orang syok, begitupula Jeno yang melotot. Tirta tidak berbeda jauh namun menyadari siapa berdiri di belakang Virgo membuatnya tersenyum lebar sembari melambai ringan.
Alea dan Senja saling lirik, Senja berdiri merapat tanpa sadar meremas kuat lengan Alea. Kini keduanya jadi pusat perhatian.
"Kak Virgo nggak papa, kan?" Alea bergumam pelan telunjuknya mencolek bahu kakak keduanya itu.
Beruntung Virgo punya refleks yang baik. Pot itu langsung Virgo tepis gesit walaupun pergelangan tangannya terasa nyeri.
Jeno mendekat, wajahnya memias. "Gue minta maaf, Kak, serius tadi beneran enggak senjaga. Kepala lo gak berdarah?" ujarnya.
"Berarti lo doain kepala gue berdarah?! Gendeng lo!" Virgo kesal, kepalan tangannya memukul bahu Jeno.
Alea melihatnya mendengus kuat, berbalik badan. Lebih baik dia pulang sendiri saja, Senja di belakang mengekori.
"Gue naik angkot, itu sopir lo pasti udah nungguin." Alea berkata lempeng, kalau tau semuanya akan terjadi Alea memilah berjalan lurus saja tanpa berbelok menuruti kemauan Virgo yang mengambil motor dan berniat mengantarnya pulang.
Yang ada Alea lebih dulu bertemu Tirta dalam keadaaan berkelahi wajah Tirta tadi lebam. Sialnya Alea malah memikirkannya, apa nanti Tirta membiarkan begitu saja luka-luka itu? Layaknya sebelumnya, mungkin ini sebatas perasaan karena mereka sudah berhubungan khusus.
Alea menggeleng berharap rasa khawatirnya menghilang.
"Nah, bener toh. Duluan aja si mungil. Alea pulangnya sama gue."
Senja yang hendak membuka mulut jadi berhenti, buru-buru dia mengiyakan lalu berlari meninggalkan Alea.
***
Motor ninja berwarna hitam milik Tirta berhenti di sisi taman sepuluh menit lalu, pemiliknya sedang duduk dengan sang kekasih. Jika Tirta terus senyum berbeda dengan Alea yang memasang ekspresi datar, sembari tangannya sibuk mengaduk es krim cokelat.
Alea suka es krim hanya saja pikirannya bercabang. Dia jelas mencemaskan Tirta, sudut mata Alea melirik pipi Tirta yang lebam. Ingin sekali mengobati tapi gengsinya terlampau tinggi.
"Punya gue udah mau habis, itu es krim lo meleleh. Tangan lo jadi kotor," ucap Tirta.
Alea melirik tajam. "Kenapa sih lo itu hobinya baku hantam, muka lo makin jelek tau gak?! Enggak beda jauh sama dedemit," jawabnya sinis.
Tirta termundur kaget, gadis ini kalau marah memang menyeramkan tapi bukan Tirta takut begitu saja, Tirta justru menantang seraya bersedekap. Jangan lupakan, bibirnya tersenyum miring.
"Gue janji hari ini terakhir!" seru Tirta berbinar. "Cuma hari ini, besok baku hantam lagi." Sambungnya membatin. "Asal kaki lo angkat sedikit ada yang mau gue lihat."
Alea mengerutkan kening dengan was-was menarik roknya, matanya memicing curiga. "Pikiran lo beneran kotor banget ya, gue gak sudi di intip sama lo."
"Yaudah, biar gue yang jongkok." Tirta berdiri, tangan Alea hendak mengeplak kepala Tirta malah mengeplak udara kosong.
Tirta berjongkok di hadapan Alea kemudian menarik kaki kanan Alea, sebelah tangan Tirta lain merogoh kantong almamaternya.
Alea tertegun, memandangi heran gelang yang Tirta tiup, Alea pastikan gelang kaki. Gelang itu berwarna putih bersih, bisa jadi perak lengkap terdapat bandulan bola kecil-kecil dan aksesoris berbentuk bintang dan bulan sabit.
"Kayaknya lo udah tau kalo gue bakal kasih hadiah gelang kaki ini soalnya lo gak pakai kaos kaki, merasa cantik banget ya." Tirta menyindir.
Tirta sudah siap mendapat pukulan, namun selama beberapa detik tidak satupun cibiran pedas yang keluar di mulut itu. Selesai memakaikannya, di pergelangan kaki kanan Alea, Tirta mendogak. Sebelah alisnya naik, mendapati pacarnya melamun.
"Eh, lo kenapa?"
"Melamun kerasukan jin mirip Samuel."
"Oh, pacar Tirta lagi terpesona nih atau mungkin langsung lumer cuma gara-gara di kasih hadiah gelang kaki."
Tirta berceletuk asal.
"Kalau jawabannya iya, aku terpesona sama kamu. Emang kamu gak terima?" Alea menyahut pelan nyaris seperti bisikan, bibirnya tersenyum samar balas menatap manik gelap Tirta. Tangan Alea terulur mengusap rambut legam Tirta.
***
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA❤ MAKASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Teen FictionNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...