13 tahun yang lalu...
Dua perempuan bergaun yang hampir mirip itu berjalan hati-hati membedakannya hanya satu motif bunga mawar di pinggang si perempuan berambut sebahu.
"Sella." Panggilan tersebut terdengar pelan, tubuhnya merapat sembari tangannya sibuk mencari sesuatu di tas bahunya. "Kamu yakin ini berhasil?" tanyanya.
Perempuan cantik bernama Sella baru datang mengulas senyum manis, namun sorot matanya terlihat dingin dan menyeramkan.
"Tentu saja, Nia. Aku harus membuat keluarga mereka mati," sahut Sella datar. "Di sini aku yang meragukanmu, kamu berniat membunuh kakakmu, Rahel..."
Nia balas tersenyum kecut, sebelah tangannya terkepal meninju mobil hitam di hadapannya.
"Aku sangat membenci Rahel, selama ini aku pura-pura baik. Dia merebut Pradana padahal jelas Rahel tau aku mencintainya dari SMA tapi lihat Rahel justru menerima lamaran Pradana dan menikah bahkan mereka sekarang punya anak," ungkap Nia penuh dendam.
Tidak ada yang tau bahwa perempuan bersikap ramah itu memiliki dendam kesumat, hatinya dipenuhi tinta hitam selama bertahun-tahun. Menjadi tokoh sampingan melihat dalam diam tokoh utama.
Sella tertegun detik ketiga tawanya pecah. "Kamu lebih licik," bisik Sella.
Mendapatkan apa yang dicari Nia menunjukkannya ke Sella dan Sella biasa saja karena dia sendiri yang merakitnya berhari-hari. Mungkin kalau negara tau dia akan dianggap sebagai teroris.
Benda berbentuk lingkaran memanjang bukan sekedar satu melainkan tiga buah, satunya berbentuk mirip hape.
"Di mana meletakkan bomnya?" Nia menerima uluran kunci mobil hitam dari Sella, membukanya. Berhasil dia merayakan ulang tahun di area tengah kebun teh dan parkiran mobil di penuhi pohon pinus, hanya lampu kuning yang menerangi.
Tidak ada namanya kamera pengintai jadi Nia cukup mampu berbangga kalau tidak sedikit pun yang curiga kecuali dia mengaku.
"Kamu yakin mereka langsung pulang?" tanya Sella ragu.
"Iya, aku mendengarkannya. Elang terus saja merengek, katanya banyak nyamuk. Anak itu benci alam," tutur Nia sembari memasang muka jijik.
Keduanya memasuki jok kedua mobil, Sella sibuk meletakkan kamera mirip korek api itu. Kameranya akan terhubung dengan layar ponsel, lain halnya bom rakitan, Nia letakkan di bawah kursi. Dia sesuka hati meledakkan di tempat strategis atau nanti bisa saja ketika keluarga itu tertawa bahagia di perjalanan maka kehancuran mengubah semuanya.
Namun, faktanya malam itu keduanya mendapatkan kabar yang lain. Alasan di mobil itu hancur bukan karena bom melainkan kecelakaan beruntun.
Bom yang Sella rakit, gagal bekerja dari lima nyawa dua yang menghilang.
Anak perempuan berumur empat tahun tersebut menangis histeris setelah bergulungan di jalan, berhasil keluar di kolong mobil.
Dia ingin menyebrang.
Tetapi kakinya sakit.
Dua kakak laki-lakinya bersimbah darah.
"Tenanglah." Seorang perempuan mendekat, tangannya terjulur mengusap rambut hitam anak perempuan yang terus menarik perhatiannya. Dia juga korban dari kecelakaan tapi bagian belakang mobil sedannya saja yang rusak.
Perempuan itu Mira, sadar mobil berjarak dua meter di tempatnya di penuhi asap putih, gerakan cepat dia meraih anak perempuan itu membawanya ke dalam pelukan. Berlari menjauh, hingga telinganya menangkap bunyi ledakan keras
.
Alea ingin memegang kepalanya yang terasa dihantam benda berat, tapi dua tangannya terikat. Dia mengingat memori akhir walaupun sedikit samar. Bagian awal dua perempuan di hadapannya sekarang lah yang mengungkapkan.
Alea tidak menyangka adik mendiang mamanya itu lebih persis iblis. Dia memang tau pelakunya adalah Sella, orang dalam yang Elang maksud itu dia kira, sang Oma. Lagi-lagi salah.
Apa Elang sudah mengetahui Nia bukan lah orang baik-baik? Entahlah, Alea tak ingin mendengar fakta yang sebenarnya.
"Kalian sampah!" Alea berseru sinis. Sepasang manik kelabu itu menyorot tajam.
Nia bersedekap sedangkan Sella mengikis jarak, badannya setengah membungkuk. Jemari dihiasi kuteks tersebut membelai pipi Alea.
"Kamu benar-benar mirip Rahel, jika Tantemu itu mempunyai alasan membenci keluarga kalian untuk saya tidak ada. Saya pun bingung, mungkin karena saya iri jadi saya masukkan Nesta menyamar sebagai Nessa, dia ATM berjalan," bisik Sella penuh arti.
"Dasar jalang!" Alea membentak berang sembari berusaha melepaskan diri, tempat kurungannya adalah di ruangan basment apartemen. Alea tak sudi di gendong Alfa ketika sadar dari pingsannya pun berotak, namun dua orang mengekori Alfa berhasil menyeretnya memasuki tempat ini.
"Kalian berdua wanita tidak punya otak, lebih mirip sampah yang seharusnya nggak pernah dipungut dan paling baik mati!" lanjut Alea sinis.
"Justru aku bahagia mama melakukan itu pada anda, jalang. Mama tau papa nggak layak untuk seorang sampah, pendengki. Mengandalkan mukanya dan selangkangan!"
Alea tanpa henti meracau pedas semakin tersulut melihat wajah Nia merah padam bahkan Sella yang tersinggung dengan perkataannya.
"Kasian Jeno mendapati mamanya seorang pembunuh. Oh, jangan lupakan suami anda yang mungkin kecewa ... dan anda Nyonya Sella segi tampang saja jelek!"
Nia mengeram gusar tidak tahan lagi tangannya hendak melayang namun sebelum itu Alea gerakan gesit menendang kuat lutut Nia seraya tersenyum bengis.
"Aku belum selesai, Tante." Alea mengerucutkan bibir. "Kalian ingin membunuh bungsu Pradana, kan? Boleh. Lagipula aku bosan hidup."
Kepala Alea miring ke samping sorot maniknya mengamati benda kaca yang digenggaman Sella.
"Untuk apa aku hidup orang-orang di dekat Nessa saja tidak bisa diandalkan. Bullshit, Kak Elang tidak ingin kehilangan adiknya, tapi kenyataannya tangan kanan itu sebatas pajangan."
Sella balas tersenyum lebar sementara Nia tadinya kesal kini bertepuk tangan.
"Kamu pintar, jadi alasanmu hidup entah pergi ke mana. Jawabannya sudah bersama orang tuamu itu di tanah. Giliran kamu sekarang menyusul," bisik Sella.
Sudut mata Alea memanas kemudian, telinganya berdengung keras. Dia menyerah, Elang dan Virgo sama sekali tak mampu melindungi.
Jika dulu Alea meminta untuk secepatnya mati, namun pertemuan yang mengakuinya sebagai keluarga, Alea mengubah pemikiran.
Alea Rayuna Listar tetaplah orang asing yang mustahil berperilaku Nessa Granya Pradana. Sifat mereka bertolak belakang.
Elang membencinya karena adiknya bukan lagi Nessa yang berhati lembut dan murah senyum. Adiknya masa kini hanya gadis keras kepala, yang jarang ramah pada orang lain.
Trang
Alea merintih ngilu, pecahan beling yang dihantam Nia seakan menembus kulit kepalanya. Air mata Alea luruh bersama darah, pipinya banyak goresan luka dan tamparan.
Sangat menyakitkan.
Sella terbahak sekali goyangan kursi itu jatuh, satu kakinya berada di punggung Alea.
"Biarkan jalang ini yang menghukummu, beautiful princess" Sella berjongkok, satu tangannya mengambil rantai di pegang Nia.
Alea merindukan hidupnya seperti dulu.
Berharap semua ini sebatas ilusi, tapi rasa sakit ini benar-benar menyadarkannya.
****
JANGAN LUPA VOTENYA YA🌟❤ MAKASIH SUDAH MENGIKUTI CERITANYA
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Ficção AdolescenteNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...