BERTAHANLAH

1.4K 126 0
                                    

Virgo pernah cemas berlebihan ini sebelumnya, hanya saat ketika dia melihat Elang terkapar lima tahun lalu dengan luka tembak di lengan, sebelum itu Virgo juga pernah, namun dia sudah lupa. Kilasan memori itu tidak terlalu jelas, mendengar ucapan Senja Virgo jadi sadar bahwa dia telah kecolongan.

Banyak musuh yang mengintai. Alea bisa menegaskan mampu menjaga diri, seberapa keras kepala pun adiknya itu tetap perempuan.

Berlari menuju parkiran mobil, napas Virgo memburu. Belum sempat membuka pintu mobil sesuatu yang terjatuh membuat Virgo terhenti, mengambil secarik kertas seolah sengaja diletakkan di kaca mobil.

Kau tau, adikmu sangat cantik
Boleh sedikit bermain
Bukan aku melainkan Nyonya Sella. Dasar keluarga bodoh!

Kertas itu hancur di tangan Virgo yang memerah, kakinya menendang kuat ban mobil. Tidak boleh kejadian 13 tahun lalu terulang, Virgo tidak mau kehilangan Nessa untuk kedua kalinya. Cukup sekali.

Farhan dan Satria baru menyusul seketika merinding  tawa Virgo yang menyeramkan. Satria buru-buru menangkap kunci mobil, paham maksud sahabatnya itu dia menuju kemudi agak gentar bagaimana Virgo duduk di sebelahnya dengan ekspresi dingin.

Mengingatkan keduanya pada Elang.

Farhan hendak protes karena Satria melanjukan mobil layaknya orang kesetanan menutup bibir rapat saat matanya berserobok sekilas pada Virgo. Lebih baik dia cari aman.

"Ke mana?" tanya Satria berhenti di sela lampu merah. Keningnya berkerut dalam kembali melihat jemari Virgo terkepal kuat di dasboard, ketenangan pemuda itu seperti biasanya menghilang. Jelas sekali ada emosi di sana.

"Rumah gue."

Satria menghela napas. "Sebenarnya lo kenapa? Bahkan sampai bolos segala, ngajakin kita berdua."

"Adik gue diculik."

Satria dan Farhan tersentak kaget.

"Senja bilang dua mata pelajaran Nessa sama sekali gak absen sebelumnya Nessa izin ke ruang loker."

"Jadi kita harus gimana? Gue bakal bantuin lo ketemu Alea, lo pernah bilang kan sama gue orang-orang itu masih hidup penyebab kecelakaan orang tua lo 13 tahun lalu," ujar Satria serius.

"Kemungkinan ini ada sangkut pautnya!" tambah Farhan.

Virgo tersenyum miring. "Gue nggak nyangka lo berdua sehebat itu tebakannya, bisa jadi iya. Cukup bertahun-tahun sabar tapi sekarang kesabaran gue udah lebur. Mereka secepatnya harus mati."

Virgo meraba sisi mobil mengambil sesuatu di sana, setelah menyuruh Satria menepikan mobil di bahu jalan. Farhan mendekat, sebelah alisnya naik. Virgo yang mengeluarkan laptop.

"Buat apa? Disaat kaya gini lo masih pengen nonton film."

Satria mendelik tangannya terjulur mendorong kening Farhan. "Dasar bego!" ketusnya.

Virgo tidak peduli dengan perdebatan kecil keduanya, jemari Virgo sibuk di keyboard sembari pandangannya lurus pada layar.

Jam tangan hadiah Virgo tadi sebenarnya ada GPS kecil yang tertempel. Elang terlalu bodoh mengandalkan para bodyguard yang buktinya sama sekali tidak menjaga Alea.

"Kamu pasti baik-baik, Sasa. Bertahanlah..." Virgo bergumam yakin, tanpa Virgo ketahui ponsel di saku celananya terus menyala.

****


Kosong berakhir kesepian. Tirta bahkan tidak ingin mengingat hari, waktu terus bergulir. Entah berapa hari mengurung di kamar perawatan, memandangi datar kakinya yang di balut perban. Patah tulang bukan seberapa rasa sakit dihatinya.

'Iya, gue selingkuh. Gue dari dulu suka Samuel, lo cuma bagian percobaan buat gue lupain Sam'

Apa iya?

Tirta meragukannya.

'Gue benci sama lo, saking bencinya gue berharap lo mati'

Tirta akan percaya kalau Alea benci padanya, tapi kenapa saat gadis itu berkata seperti itu sorot matanya terlihat sendu.

Kepala Tirta menunduk kamar perawatannya berada di lantai 12 VIP, dari kaca dia dapat menatap jelas sisi parkiran rumah sakit. Banyaknya yang berlalu lalang dan pikirannya di penuhi setiap ucapan Alea.

"Lo udah persis human yang enggak punya gairah untuk hidup," ucap Dika mendekat. Sesuai perintah Cesa, gilirannya menemani Tirta walaupun Tirta bersikeras dia sendirian pun tidak masalah, namun Cesa tak acuh.

"Gue beneran nggak bisa benci dia!"

"Hah?!" Dika melotot horor.

Tirta menghela napas. "Rumit, andai gue dikasih kesempatan kedua gue janji akan berubah. Alea nggak suka sifat gue yang emosional, di salah satu antara gue sama dia harus layaknya air," tuturnya.

"Itu udah terlambat," sahut Dika berdiri di sebelah Tirta melirik Tirta yang duduk tenang di kursi roda.

"Kenapa terlambat?"

"Lo kira nampar Alea dan gimana kakaknya marah banget sama lo sampai patahin kaki lo itu cuma masalah biasa, jawabannya nggak. Elang Angkasa Pradana pria kejam melebihi lo, Ta." Dika berujar penuh penekakan. "Dia dengan mudahnya bisa leburin perusahaan keluarga lo, ancamannya bukan sebatas bualan."

Tirta terkekeh geli.

"Gue nggak peduli soal harta."

Dika bersedekap.

"Gimana misalnya Pak Elang bikin keluarga lo hancur maksudnya Kak Nata bahkan Tante Cesa. Tangan pemilik yayasan itu kotor, diamnya justru berbahaya. Dia menunggu waktu yang tepat buat balas dendam, dan seperti lo contohnya padahal ini cuma ancaman kecil."

Tirta bergeming. Kali ini merasa kalah, benar adanya. Elang sudah bergerak itu menampar keras Tirta bahwa Elang tidak akan membiarkannya mendekat walaupun dulu keduanya memiliki komunikasi baik dibantu Virgo.

Dan Tirta tidak punya alasan lagi untuk memperbaiki segalanya.











****

JANGAN LUPA VOTENYA YA🌟

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang