SUKA KEBEBASAN

943 166 2
                                    

Tirta mabuk berat.

Badannya ambruk ke sofa, satu kakinya bertumpu di punggung korban malang pelampiasan luapan amarahnya tanpa peduli ringkisan kesakitan.

"RASYA BANGSAT!" Pemuda biasanya memasang muka tegas itu kini sayu, melemparkan ponselnya ke lantai pesan berantai yang di kirimkan berakhir centang satu. Gara-gara gadis bermuka dua itu semuanya hancur.

Tirta yang bahagia hubungannya membaik akhir-akhir ini kembali pecah layaknya gelas dan pasti sulit memperbaiki.

"Alea...." Bibir merah Tirta bergetar bahkan tanpa Tirta sadari air matanya menetes.

Dika yang duduk di sebrang terperangah walaupun beberapa detik Tirta lengah secepat itu Dika menarik cowok malang bertubuh kurus yang Tirta paksa memasuki mobil sebelum pergi kelab.

"Maafin temen gue, uang ini buat lo jangan lupa obatin punggung yang lebam," ucapnya.

Dika yakini pemuda umurnya lebih muda darinya itu mengiyakan tak lama iris mata pemuda kurus itu berbinar mengambil uang Dika ulurkan, setelahnya berlari menuju pintu keluar.

Anggota XLORES memilih angkat tangan dengan banyak alasan menjauh, padahal Dika tau tipuan. Mereka pasti kini berkumpul di markas dan mentertawai nasibnya yang bersama Tirta. Jeno dan Bagas kompak beralasan sibuk acara keluarga.

Semuanya hanya karena satu perempuan hingga Tirta menggila.

Dika melongo karena untuk pertama kalinya mengenal pemuda itu yang berlabel kejam di sampingnya detik ini menangis layaknya kehilangan permen yupi, Dika mengulum bibir menahan diri tak menyemburkan tawa.

"Gue kena jebakan human sialan itu." Tirta mendesis sinis kemudian berdiri, tangannya lalu terjulur menarik jaket Dika. Mata Tirta memerah. "Ini bukan salah gue, lo percaya, kan? Si sialan itu godain gue kaya monyet ... gue beneran benci Rasya sialan."

Tirta terus mengumpat makin beralih menghimpit badan Dika ke punggung sofa, Dika kaget. Jangan sampai wajah tampannya yang jadi korban, gerakan pelan Dika menyentak tangan Tirta sembari menenangkan.

"Lo beneran sayangkan sama Alea?" tanyanya hati-hati. Berikutnya Dika menyengir mendapat lirikan tajam.

Dika akui Tirta hebat dalam minum bahkan sahabatnya itu masih bisa berbicara walaupun agak ngawur.

"Gue cinta, sayang, suka sama Alea. Kenapa lo meragukannya?" Tirta bertanya dingin, aura suram tergambar jelas membuat Dika merinding.

"Iya, gue percaya. Tapi di sini Alea yang meragukannya. Lo tadi terlalu sibuk merayakan kemenangan balapan sampai gak sadar Rasya di samping lo dan kurang ajarnya cium lo, gue kaget dan disaat bersamaan Alea liat itu Rasya nempel kaya monyet kurang belaian," sahut Dika panjang lebar.

Tirta memijit pelipisnya. "Ini salah gue, pikiran gue cuma buat Alea bahkan gue bayangin gandeng gue itu Alea tapi ternyata medusa Rasya."

Dika terkekeh geli, sekali lagi tidak menyangka Tirta dan Rasya yang dulunya dekat, itu tak akan pernah ada atau terulang kembali. Kebencian Tirta sudah sanubari, jika di masa itu di mana ada Tirta di situ maka Rasya akan menemani.

"Kenapa lo gak jujur aja sama Alea alasan lo benci Rasya, wajar Alea curiga karena lo dan Rasya udah satu SMP saling mengenal, lengket banget dulu."

Tirta diam walaupun begitu telinganya mendengarkan baik.

"Cuma gue, Bagas, Samuel yang tau alasannya. Sekarang giliran lo kasih tau ke Alea tanpa ada yang ditutup-tutupi. Banyak berspekulasi kehadiran Alea penyebab hubungan lo dan Rasya retak, mana tiga butut Rasya kayaknya dendam banget ke pacar bidadari lo itu."

Dika menghalangi jalan Tirta terlalu bahaya keadaan mabuk Tirta berjalan lagipula dia telah berjanji pada Cesa untuk menjaga bungsu keluarga Buana ini yang kondisinya mengenaskan.

"Buset dah jangan telungkup di lantai, bos!" Dika berseru heboh berhasil menghentikan tapi Tirta malah menjatuhkan diri ke lantai, dengan seluruh tenaga Dika menarik tubuh Tirta. Berjanji dalam hati akan merampok segepok uang hasil balapan tadi.

"Gue pusing."

"Terserah lo, gue juga pusing. Hidup gue menderita banget!" Dika mengatur napasnya, bobot Tirta berat berhasil menguras tenangnya.

Dika memejamkan mata bersyukur Tirta akhirnya tenang. Dika masih tidak menyangka kedatangan Alea dihidup sahabatnya itu berdampak besar, Tirta mengejar Alea tanpa lelah. Tirta tiap harinya kasar setiap mendapat penolakan, hanya manis di awal namun semakin berjalannya hari mendapat penolakan maka Tirta berkesimpulan kekerasan lah jalannya agar Alea Rayuna Listar menurut.

Alea menjambak Tirta adalah tontonan biasa.

Tirta menyeret Alea ke kantin bahkan sampai menggendongnya pasti murid RHS memberikan pandangan antara ngeri dan takjub.

Paling parah.

Alea pernah menyiram Tirta dengan air cucian lap sebanyak tiga ember dan hasilnya Tirta seharian memakai celana selutut dengan kaos tipis yang dia dapatkan di loker itu pun pakaian atasannya sempit.

Dika ingat jelas bagaimana Tirta berkata sambil menunjukkan tampang songong.

"Gue udah seksi Alea gak akan berani nolak kalo penampilan gue kaya gini."

Sinting.

Dika menggeleng heran, keduanya memang cocok. Pasangan terbaik yang kelakuannya hampir mirip.


***


Baik Virgo dan Nesta duduk bersebelahan memicing curiga lalu saling lirik seolah bertelapati, mereka ingat Alea sebelum pergi masih baik-baik saja, tapi sekarang di hadapan sang Oma wajahnya memerah lengkap penampilan sedikit acak-acakkan, Virgo makin tersentak saat matanya menangkap ada luka cakar di bawah telinga adiknya itu.

Virgo gatal ingin bertanya namun dia ingat perkataan Elang bahwa kedatangan Oma harus disambut baik.

"Cucu perempuan Oma cantik, kamu mirip mama kamu, Nessa." Wanita memakai tongkat sebagai alat bantu tersebut menepuk puncak rambut Alea.

Alea mengulas senyum tipis, bukan kah dia harus akting sebagai cucu yang berhati putih salju walaupun realitanya malam ini suasana hatinya berantakan. Marah dan sakit bercampur aduk, Alea belum puas. Dia belum membuat Erin bertekuk lutut padahal tadi ada alasan dia membuat Erin menyesal bertahan hidup.

"Dasar penyakitan," gumamnya. Alea menunduk dalam, percayalah kebosananan melanda sampai kapan dia duduk di sini menjawab malas setiap pertanyaan dari mereka. Jeno anaknya Tante Nia, adik sang mama pun kini terus menatapnya.

Awas saja kalau berhubungan dengan cowok sialan itu. Alea mendogak tertegun sejenak telapak tangannya tiba-tiba sudah di pegang erat.

"Sebenarnya Oma yang nyuruh Elang untuk tunda kamu di bawa pulang," ungkap Oma. Ruang tengah ramai mendadak hening.

Alea terperangah anak sekecil balita pun seolah tau pembicaraannya memasuki tahap serius.

"Gak papa, Oma, Nessa ngerti." Alea mengangguk balas menggengam tangan keriput ibu dari mendiang sang ayah, katanya di balik kesuksesan keluarga Pradana wanita tua ini sangat berpengaruh besar.

"Boleh Oma tanya lagi?"

"Apapun, selama aku bisa jawab."

Tawa pelan terdengar syahdu, sebelah alis Alea naik Oma tertawa kenapa orang-orangnya di dekatnya bersikap tegang.

"Oma pengen tau kesukaan cucu Oma yang cantik ini?"

Alea terdiam sebentarn tak lama senyumannya semakin lebar. Alea membuang muka kali ini tanpa memandangi Oma. "Aku lebih suka kebebasan, kebencian seorang Nessa adalah paksaan. Aku nggak suka hidup diatur kalau kalian memaksa ada dua hasilnya, mati atau aku yang mati!" jawabnya.




****

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA❤ MAKASIH

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang