"Beneran cuma sampai sini? Ngapain dah lo mampir ke minimarket? Beli apaan? Emang ada duit?" Rentetan pertanyan itu keluar dari mulut Samuel, kepalanya melongok di jendela mobil.
Alea memutar bola matanya. "Gue mau beli pembalut. Kepo banget jadi human, soal duit tentu gue punya." Sebelum Samuel membuka pintu, Alea lebih dulu menahan, matanya melotot.
"Gue tungguin. Ini udah malam."
"Lo tungguin gue, langsung gue cekik!"
Alea setengah membentak, dengan gerakan santai memukul puncak kepala Samuel, dingin apanya. Yang ada Sameul cerewet, selama ini itu hanya topeng.
Tanpa peduli gumaman sakit itu Alea berlalu pergi, menuju pintu masuk minimarket. Sekitar lima belas menit berbelanja sesuai keperluannya, selesai membayar di kasir gadis cantik itu duduk di kursi panjang di tempatnya Alea melihat tidak ada lagi mobil Samuel, baguslah orang itu benar-benar pergi.
Apa sebentar lagi dia akan pindah? Tidak bernaung di panti namun di rumah keluarga sesungguhnya.
Alea menghela napas, hari ini melelahkan. Beruntung demamnya menurun walaupun kepalanya masih sedikit pening.
"Oke, saatnya pulang." Alea berdiri, berjalan tenang di bahu jalan. Jalan ke panti asuhan paling cepat adalah jalan tikus, Alea memasuki gang sempit itu yang penerangannya sebatas lampu kuning, perumahan memang ada namun berada di ujung gang.
Keheningan pecah terdengar bunyi dering yang Alea yakini adalah ponsel memenuhi gendang telinga yang pasti itu bukan hapenya mengingat miliknya rusak parah.
"Apa kabar, Nessa Granya Pradana?" Sapaan entah itu berasal dari mana membuat Alea tersentak kaget, termundur kecil dengan sigap setelahnya dia memasang badan waspada.
Nama itu?
"Saya nggak nyangka kamu masih hidup padahal saya udah telaten untuk menutupi insiden itu tapi ternyata kamu tetap hidup, cukup bikin saya nyaris lupa bernapas."
Pandangan Alea mengelilingi sekitar, hanya suara tapi sosok orang asing itu tak nampak. Yang pasti itu suara perempuan.
"Lo bego sialan, kalo takut jangan bikin gue penasaran. Muka lo jelek ya sampai gak berani muncul," sahut Alea pedas.
Berikutnya Alea terjatuh berlutut, tendangan keras terasa dipunggungnya.
"Kamu gak bisa bicara sopan?! Enak saja bilang saya jelek, kamu yang jelek! Buruk rupa mirip mama kamu!"
Alea mendogak, bukan satu orang melainkan banyak kini dia tengah di kepung.
"Ah, saya perlu meralat. Kamu cantik, mirip sekali dengan Rahel."
Tangan Alea terkepal kuat benar yang dikatakan Virgo, hidupnya tidak akan sama lagi jika identitasnya telah terbongkar, jati dirinya. Sesusah apapun Alea menolak dan berdalih cepat atau lambat mereka tetap mengingkan kematiannya tanpa alasan yang jelas.
Seringai tipis tercetak dibibir pucat itu sekali tarikan kuat di kaki perempuan di hadapannya, tubuh jangkung itu mencium tanah. Alea terbahak kesenangan kemudian berdiri, pria berpakaian seluruhnya abu-abu itu terlihat kaget yang terjadi pada majikannya.
"Begitu, karena lo jelek muka lo sampe di tutup masker! Kalian semua nggak mau lawan Nessa. Ayo, Pukul! Gue bersedia." Alea merentangkan tangan, tak semudah kedipan mata. Bukan Alea namanya tanpa kekerasan. Sia-sia saja piagam bela diri selama ini Alea genggam.
"Jangan!" Nada perintah dari perempuan bermasker itu, iris matanya menatap lurus Alea. "Kalian diam, saya hanya ingin berbicara belum saatnya melukai!" sambungnya dingin.
Lima pria itu mengangguk patuh, mundur perlahan. Sedangkan Alea tersenyum geli.
"Nessa saya menghilang. Dulu dia lugu dan polos, bicaranya selalu membuat orang lain tertarik untuk mengobrol lama. Nessa cantik, di umurnya yang belum lima tahun sudah banyak yang menyukai, memberikan cokelat ala-ala cinta monyet."
Alea membalas bengis. "Tampang muka gue gak terlihat peduli, kan? Gue Nessa kok tapi sifatnya yang agak berubah bisa jadi Nessa itu masih ada, namun bagi orang yang gak kaya lo, ampas!"
Sret
Giliran perempuan bermasker itu tertawa, mendapati cukup sabetan tali pinggang dibuat ambruk.
Alea merintih ngilu, kembali jatuh berlutut. Seragam yang melekat di tubuhnya seolah hendak robek, Alea menoleh cepat ke belakang dua orang itu pelakunya, salah satunya memutar sesuatu di tangan.
"Kamu kalah sama saya, Nessa. Hm, saya pikir-pikir lebih baik kamu hancur dulu secara perlahan," perempuan itu berjongkok sembari menarik paksa rahang Alea, telapak tangannya mendekat ke mata Alea.
Alea panik, mendadak tubuhnya melemah. Isi perutnya seakan ada mengaduk, susah payah Alea menahan tidak muntah. Napasnya tersengal-sengal.
Seharusnya Alea tidak menganggap mereka mudah dikalahkan.
"Kamu tau gak, Nessa. Anak buah saya umurnya tidak berbeda jauh sama kamu jadi karena dia itu gak terlalu berguna khusus malam ini dimata saya dia akan berguna."
Alea menegang. Jujur, dia kalut berusaha melepaskan diri namun di sisi lain kelopak matanya tak mampu terbuka, matanya pedih. Dia perlu air.
"Semakin kamu bergerak kemungkinan mata kamu bakal buta, serbuk itu racun."
Alea tercengat. Bibirnya bergetar, Alea memekik tertahan indra penciumannya dipenuhi bau rokok ditambahi jemari kasar membelai pipinya. Alea benci lemah dan dia diposisi itu sekarang.
"Tangan lo sampah, sialan!" Alea menepisnya, tak lama untuk kesekian kali merintih ngilu. "Sakit, lepasin. Tolong!"
Pasrah adalah jalan terakhir, dengan mata terpejam malam ini kah hidupnya berakhir. Alea tidak sudi hidup keadaan mahkotanya yang selalu Alea jaga, hancur.
****
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Novela JuvenilNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...