Alea meraba leher bulu kuduknya meremang begitu saja, bukan karena tanda-tanda ada makhluk halus melainkan mengingat kejadian tadi sore. Sepertinya Samuel benar-benar marah atas ucapannya yang jelas tersirat penolakan.
Mau bagaimana lagi Alea harus memberikan kenyataan walaupun menyakitkan, tapi ada kelegaan dihatinya.
Alea menempelkan kepalanya ke kaca mobil tanpa peduli mendapati Pak Saryo di jok kemudi terus meliriknya, Alea menyapu pandangan ke bahu jalan cukup ramai.
"Kenapa?" Manik mata Alea memicing seorang pemuda tiba-tiba berlari melintas dengan di kejar empat orang di belakang. Pemuda itu terlihat kesusahan berjalan bahkan menyebrang jalan tanpa melihat sekitar.
Dia memasuki gang.
"Pak, berhenti!" Alea setengah berteriak tepat setelah mobilnya berhenti Alea membuka pintu, melompat keluar menulikan telinga Pak Saryo yang memanggilnya.
Orang asing itu dikeroyok beruntungnya Alea punya alasan memukul mereka satu-satu, berlabel sebagai penolong.
Kaki jenjang putih bersih tersebut berhenti, menarik mundur pemuda berjaket biru navy di depannya. Bibir Alea tersenyum meledek, badan saja besar tapi tenaga mirip banci.
"Wah, pacarnya nolongin!" Pria berkalung rantai berseru sembari bertepuk tangan diikuti tiga orang di sebelahnya.
Alea berdecih sinis dengan tenang mendekat setelah itu kakinya mendarat kuat diperut si pria berkalung rantai, tak menyiakan kesempatan tangan Alea memukul batang hidung pria itu.
"Gue bukan pacarnya, tapi peri penolong!" Alea tertawa agak geli kata-kata itu meluncur bebas dari mulutnya.
Menyadari gerakan pria yang lain sudut bibir Alea melengkung ke atas. Akhirnya, dia tunggu. Si pria berkalung ikut menyusul walaupun kesusahan berdiri.
Empat orang mengelilingi.
Alea meregangkan otot-ototnya, malam ini dia benar-benar meminta pelampiasan sudah lama juga tangannya tak memukul orang lain.
Bugh
Gerakan gesit Alea menangkis, dua tangan sekaligus memilintir tangan mereka, satu kakinya menendang selangkangan si pria tambun yang hendak menamparnya.
Pekikan kesakitan terdengar bersahutan bersamaan napas Alea yang memburu, sangat puas melihat mereka terkapar padahal belum lima menit.
Alea duduk di atas perut pria yang sedari tadi menonjol di antara mereka bertiga karena pria ini terlalu kurus bahkan tingginya tidak mencapai pundak Alea.
"Dasar jelek!" desisnya tajam seraya menarik rambut ikal pria kurus yang dia duduki kemudian dengan santai Alea menghantamkannya ke aspal.
Terlalu berpusat dan seolah haus darah Alea sampai tak menyadari bahwa pria yang dia pukul pertama kali berdiri di belakangnya sembari memegang balok kayu.
"Sialan!!!"
Pemuda berkacamata hitam hanya mengamati diam akhirnya berlari cepat, mulutnya mengumpati kasar. Kakinya yang panjang lalu berciuman dengan si punggung pria itu hingga terkapar. Ujung baloknya mengenai kepala Alea barulah Alea menoleh dengan mata melotot.
Tidak sakit.
Namun, harga dirinya jatuh.
"Bangsat lo!"
Di balik kacamata pemuda itu syok bermaksud menolong malah dia sendiri yang dilempar hujatan tajam.
"Samp--"
Terlambat.
Alea merintih mengelus sikunya yang terkena sabetan kuku tajam pria kurus di bawah kakinya. Alea meradang, belum sempat membalas Alea lebih dulu tertegun pinggangnya yang tiba-tiba di tarik.
"Sepertinya lo perempuan luar biasa, kita pakai teknik ini." Pemuda asing itu tetap memegang sisi pinggang Alea, bibirnya mengulas senyum penuh arti.
Alea tertegun badannya terangkat melayang, keterkejutannya baru pupus ketika empat pria itu berdiri menghampiri dengan wajah merah padam.
Alea paham.
Kaki Alea berputar dan sangat pas bedak sepatu kets. Konyol memang memakai sepatu olahraga di malam hari, Alea sebelumnya buru-buru ke rumah Samuel.
"Nama gue Leon Fadilah..."
Sebelah alis Alea naik untuk apa pemuda yang ditolong kini memperkenalkan diri di sela pertarungan yang cukup menguras tenaga. Badan Alea kembali berputar, dia mengandalkan kaki membuat mereka terkapar bahkan tidak mampu lagi berdiri.
Lagi-lagi pekikan kesakitan bersahutan, darah mengalir di wajah empat pria itu.
"Gue kakaknya Nesta."
Lanjutan perkataan pemuda asing yang kurang ajarnya memegang pinggangnya sebatas menggunakan salah satu teknik bela diri, sudah menjawab kebingungan Alea yang langsung dibuat mematung.
****
"Pak, jangan ngadu sama Kak Elang. Jangan turutin Kak Elang apalagi foto aku, bilang aja aku lagi makan jagung bakar nanti dibawain." Alea mencibir sembari membalikkan kursi plastik, bibirnya manyun. Jika berurusan dengan kakak sulungnya itu pasti Alea akan dipandang anak ingusan.
Pak Saryo tersenyum kikuk buru-buru memasukkan ponsel ke dalam saku celana. "Baik, Nona. Saya menunggu di mobil memantau Nona Nessa dari jarak jauh."
Setelah kepergian pengawal merangkap sebagai sopir itu Alea bernapas lega, menoleh ke samping cowok bernama Leon mengaku kakaknya Nesta mengamati.
"Jadi lo mau bertanya soal apa? Dan maksud lo gue harus berhati-hati gimana?" tanyanya sinis. Alea terpaksa menurut karena sebelum dia beranjak Leon menghalangi jalan dan berbicara yang membuat Alea penasaran.
Leon bersedekap. "Gue bakal jawab tapi dengan satu syarat." Awalnya Leon tak menyangka malam ini dia akan dipertemukan dengan bungsu Pradana yang terus sang mama kutuk hingga telinganya terasa panas. "...bantuin gue ketemu Nesta!" sambungnya.
Alea berdecak kesal menggigit jagung bakar terakhirnya. Dia tidak sebodoh itu, Leon ada maunya.
"Dan ... gue tau siapa pelaku penyebab kecelakaan 13 tahun di keluarga Pradana membuat orang tua lo meninggal dunia." Leon tersenyum miring manik gelapnya lurus memandangi Alea.
Alea terbahak keras. Entah berapa lama dia tertawa, ini benar-benar lucu. Sebelah tangan Alea yang kosong menyentuh lengan Leon mengusapnya, sementara pemuda itu merespon kaget.
"Gue tau siapa orangnya ... sekali lihat gue tau, Sella, mama lo. Enggak semudah itu si jalang menutupinya ... dibantu orang dalam kagak nyangka pengkhianat ada di keluarga Pradana."
Alea berdiri sembari mengeluarkan uang seratus rupiah meletakkannya di kursi, baru enam langkah lagi-lagi Leon menghalangi jalan. Alea mendengus kesal.
"Lo marah karena gue bilang mama lo jalang. Kenapa enggak terima? Atau yang gue bilang ini cuma fitnah?" tanyanya sinis.
Leon menggeleng. "Gue nggak peduli, tapi gue gak pernah iyain apa pendapat lo itu bener atau sebaliknya. Tapi please bantuin gue ketemu Nesta, gue kangen sama dia."
Alea sadar nada suara Leon penuh permohonan bukan kedustaaan. "Suatu saat nanti gue janji lo bakal ketemu Nesta secara nggak sengaja, mungkin itu masih ada sangkut pautnya bantuan gue dan lo harus berterima kasih."
Leon bergeming mencoba memahami namun kenyataan dia sedikitpun tidak mengerti, Leon mendesah kecewa. Semoga secepatnya dia bisa bertemu Nesta, adik kecilnya.
****
JANGAN LUPA VOTENYA YA🌟
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat [END]
Teen FictionNamanya Alea Rayuna Listar Dunia seolah membenci Perannya dianggap sebagai antagonis Hidup menderita ditertawakan Perlahan namun pasti jati diri Alea mulai tersibak! Ada dua pilihan "Hancur atau Bertahan?" "Gue Kakak lo!" Gadis berambut berantakan i...