27

4.1K 291 16
                                    


"Makan malam dengan saya"

Difa mengerutkan keningnya lalu pikirannya traveling kemana-mana.

"Berdua?"

"Bertiga"

"Sama?"

"Setan"

Difa lebih baik melihat kartun yang tengah tayang. Jika Difa bertanya lagi pasti jawaban Raka selalu aneh.

Raka tersenyum lalu beranjak dari tempat duduknya.

"Mau kemana?" Tanya Difa tanpa melihat Raka.

"Kemana aja" jawab Raka semaunya.

"Ya udah sana. Saya tunggu disini aja" Difa ikutan berdiri lalu melihat wajah Raka.

Raka kembali duduk, itu membuat Difa tertawa kecil. Tingkah Raka seperti anak kecil. Di luar pemikiran Difa sebenarnya.

"Mau pisang goreng nggak?" Tanya Difa.

"Emang kamu bisa?"

"Soto ayam aja bisa apalagi pisang goreng. Gampang banget" hal semacam itu sangat gampang. Pisang di lumuri dengan tepung terus di goreng. Anak kecil aja bisa apalagi anak pintar seperti Difa.

"Saya ikut"

"Kemana?"

"Ke dapur"

"Kakak lebih baik disini aja. Jangan bantuin saya. Saya udah ahli di bidang ini"

"Siapa yang mau bantuin kamu? Saya cuma mau liat prosesnya" Raka pergi begitu saja menuju dapur.

Di bilang kesal ya tentu. Di bilang bahagia ya bahagia. Itu yang dirasakan oleh Difa sekarang. Makin kesini Raka semakin berubah. Berubah menjadi orang yang lebih aneh.

Raka sudah duduk di kursi sembari melihat Difa bersiap untuk membuat makanan. Difa tengah memotong pisang.

"Yakin nggak mau bantuin saya?" Tanya Difa di sela-sela pekerjannya.

"Iya. Kamu kan udah ahlinya"

Di lanjutkan dengan mengaduk tepung yang sudah ditambahkan air. Raka hanya terdiam tanpa bersuara. Dirinya hanya bisa membantu lewat doa.

Langkah terakhir adalah celupkan pisang ke dalam adonan lalu goreng ke dalam minyak yang sudah panas. Difa sebenarnya sedikit terganggu dengan rambutnya yang sudah berantakan.

Raka yang melihatnya pun langsung sigap membenarkannya. Saat pertama kali menyentuh rambut Difa rasanya Raka seperti ingin melarikan diri. Begitu pun Difa. Hal ini seperti mimpi baginya. Tanpa di suruh Raka sudah peka.

Raka mengikat rambut Difa dengan rapi. Difa berusaha untuk tidak menonjolkan bahwa dirinya sangat dag-dig-dug. Jantungnya hampir copot. Apalagi Raka melakukannya dengan lembut.

"Awas pisang gorengnya gosong" Raka seolah memperingatkan agar Difa pokus. Raka tahu juga jika Difa sedang melamun.

Setelah selesai mengikat rambut Difa, bukannya cepat kembali ke tempat duduk. Malahan Raka tetap berdiri di belakang Difa. Wajahnya tepat berada di samping Difa. Bahkan Difa tidak berani menoleh ke samping maupun belakang.

"Bisa pokus gak?" Lagi-lagi Raka terus membuatnya salah tingkah.

Gimana mau pokus, bapak ada di belakang saya. Itu mukanya kenapa ganteng banget. Baper sendiri kan gue.

"Hm" Difa hanya bisa menjawab hm karena itu tidak membuat mulutnya capek.

"Bukannya duduk kenapa masih di situ? Ke sebor minyak baru tahu rasa" cibir Difa. Difa dan Raka sudah seperti suami istri. Ehm.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang