16

4.3K 314 14
                                    


Difa memutuskan untuk keluar dari ruangan. Daripada sendiri disana, lebih baik menghampiri ketiga sahabatnya.

Saat Difa berdiri tepat di depan pintu, ketiga sahabatnya tersenyum seolah tengah menggodanya. Difa terlihat bingung sendiri. Sebenarnya ada apa.

Difa melangkahkan kakinya menuju tempat dimana ketiga sahabatnya tengah duduk. Difa bersandar di meja seraya menyilangkan tangannya di dada.

Clara mencolek lengan Difa seraya tersenyum. Di tambah Ziva dan Gandra bersiul menambah kesan menggoda.

"Kenapa? Kayaknya ada yang salah sama gue" kata Difa dengan mengetuk-ngetuk meja.

"Lo diapain sama Pak Raka?" Tanya Gandra sembari menaik-turunkan kedua alisnya.

"Pasti lo sama Pak Raka bahagia di dalem" sambung Ziva.

Difa tidak henti-hentinya mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Wait, ini ada apa sih sebenarnya? Gue beneran gak ngerti" jawab Difa.

"Ada juga kita yang gak ngerti. Makanya kita nanya sama lo" ucap Clara.

"Emang ada apa? Gue dari tadi di ruangan"

"Di ruangan lo ngapain?" Tanya Ziva.

"Ya bantu Pak Raka. Ngapain lagi"

"Nah itu, kalian ngapain lagi?"

Gandra tertawa kecil melihat tingkah Difa yang terlihat kebingungan.

"Ini gue yang aneh atau kalian yang aneh?"

"LO" jawab mereka kompak.

Difa merasa terpojokkan.

"Lo pake jurus apa buat Pak Raka senyum? Senyumannya tuh pengen di bawa ke penghulu" Clara histeris seraya bertepuk tangan.

"Gimana-gimana?"

Gandra menoyor kepala Difa karena otaknya lemot. Difa mengusap kepalanya dan memberikan tatapan tajam kepada Gandra.

"Sakit" keluh Difa.

"Ya abisnya lo lemot banget jadi cewe. Nih yah gue jelasin, Pak Raka tiba-tiba senyum saat keluar dari ruangan. Dan di ruangan itu cuma ada kalian berdua. Nah kita-kita punya otak yang udah kotor. Makanya kita pengen lo jelasin semuanya supaya otak kita gak keruh kayak Empang" jelas Gandra lumayan detail.

"Itu dia" kata Clara.

"Kalian mikirnya gue abis ngapain sama Pak Raka di dalem berduaan?"

"Ciuman" jawab Ziva dengan cepat.

"Jangan berisik. Cukup kita aja yang tahu. Bener kan apa yang Ziva bilang. Lo ciuman sama Pak Raka?" Gandra nampak serius bertanya.

Difa terhentak saat mendengar pertanyaan mereka. Pikiran mereka benar-benar sudah dewasa. Dibandingkan dengan dirinya, Difa hanyalah sebutir kacang dan mereka pohonnya.

Mereka menantikan jawaban Difa. Difa terdiam kembali membayangkan saat Difa tidak sengaja menggodanya saat pertama kali bekerja.

Difa menggeleng cepat menghilangkan pikiran kotornya.

"Bener?" Clara kembali memastikan.

"Apa? Ciuman?"

Mereka serempak mengangguk.

"Ya nggak lah. Eh inget ya, gue masih 18 tahun. Nggak mau gue ngelakuin hal gitu apalagi sama Pak Raka. Gue ngelakuin hal gitu juga pilih-pilih kali. Kalau masalah Pak Raka senyum saat keluar dari ruangan, gue bener-bener gak tahu. Tadi gue ngelakuin hal konyol dan buat Pak Raka marah sama gue" Difa nampak santai menjelaskan kejadian yang sebenarnya kepada mereka.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang