17

4.2K 309 16
                                    


"Tunggu"

Raka menghentikan langkahnya, Difa menoleh ke belakang.

"Apa?"

Langkah kaki Raka membuat Difa terdiam. Dan hal yang membuat Difa tambah terdiam adalah saat Raka membuka jas hitamnya lalu mengikatnya ke pinggang. Jantung Difa tiba-tiba berdebar kencang.

Perlakuan Raka benar-benar membuat Difa kaget. Tidak biasanya dia melakukan hal ini. Tatapan Difa terkunci, kedua bola mata Raka benar-benar memikat.

"Jangan di lepas nanti kamu malu"

Deg

Difa melotot, terkejut dengan apa yang Raka katakan padanya. Apa Difa tengah datang bulan? Oh tidak ini tanggal dimana dirinya diterpa hujan merah.

Raka melenggang pergi meninggalkan Difa sendiri dengan perasaan campur aduk. Dan yang mendominasi adalah Malu. Difa benar-benar di buat malu oleh Raka. Bisa-bisanya Raka melakukan hal ini.

Difa tidak henti-hentinya memukul kepalanya sendiri "Dasar bodoh! Kenapa bodoh banget sih Difa. Malu sama Pak Raka"

Difa menutup wajahnya merasa malu.

Di satu sisi, Raka yang belum pergi hanya tersenyum kecil melihat Difa. Ternyata, Difa begitu menggemaskan. Eh

"Lucu"

---

Difa memutuskan untuk mengganti celananya. Untung saja, di toilet tersedia pembalut. Difa menatap dirinya di cermin, dengan memegang jas Raka di tangannya.

"Apa lagi yang akan terjadi setelah ini?"

---

Ziva tengah duduk menghadap Izi, mereka membahas mengenai proyek yang sedang di jalankan. Yaitu proyek di Bali.

"Ziva"

"Iya, Pak"

"Seminggu ini apa kamu sibuk?"

"Nggak, Pak. Soalnya saya sudah mengerjakan tugas saya dari jauh-jauh hari. Tapi, ada beberapa berkas yang harus saya buat mengenai proyek di luar kota. Pak Raka kebetulan mintanya bulan depan" Ziva berusaha untuk menjawab pertanyaan Izi apa adanya dan tentunya jujur.

Ziva berusaha untuk mengendalikan detak jantungnya. Izi mengangguk saat Ziva menjawab.

"Memangnya ada apa ya, Pak?" Tanya Ziva.

"Saya harus turun langsung ke lokasi proyek di Bali. Dan saya ingin kamu menemani saya"

Duarrr!!!

Izi ditugaskan oleh Raka untuk terjun langsung ke lokasi. Namun, Izi tidak bisa sendiri. Harus ada yang menemaninya untuk meminta saran dan juga teman disana.

Ziva merasakan jika jantungnya hampir copot. Perkataan Izi membuat Ziva ingin makan semen bangunan. Ini sebuah kado terbaik dalam hidupnya.

"Kamu juga pintar dalam memberikan saran. Apalagi, kamu bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat dan tepat. Jadi, kalau ada masalah disana, saya tidak pusing sendiri"

Ziva tertawa kecil.

"Saya ingin kamu terbang langsung ke Bali dengan saya. Hanya seminggu"

"Seumur hidup juga nggak pa-pa, Pak"

"Gimana yah, Pak" Ziva berpura-pura menjadi perempuan yang tengah kebingungan. Seolah-olah Ziva jual mahal.

"Kamu tidak bisa?"

"Mmm saya pikir-pikir dulu, Pak. Bukannya saya menolak, tapi saya melihat keadaan dulu. Takutnya ada kerjaan mendadak. Emang ke Bali nya kapan?"

"Dua hari lagi"

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang