2

9K 499 9
                                    


Terlihat jelas laki-laki yang gagah dan cukup berkharisma. Memakai kemeja putih di balut jas hitam. Matanya tidak terlihat karena tertutup oleh kacamata hitamnya.

Berjalan dengan sedikit mengangkat kepala serta suara langkah dari sepatu nya terdengar jelas. Difa dan sopir itu tidak henti-hentinya beradu argument.

Sampai-sampai Difa menjatuhkan tasnya karena merasa kesal.

"Bapak bisa nggak sih minta ruginya yang masuk akal sedikit? Tadi 2 juta, sekarang malah nambah jadi 3 juta. Anak ayam juga kaget apalagi saya" protes Difa seraya memijat pelipisnya.

"Itu gara-gara kamu sendiri. Suruh siapa kamu protes. Mobil tuan saya mahal"

"Ck, mau mahal atau murah, bodo amat. Saya bisa lapor ke polisi dalam kasus pemerasan" Difa berjalan gagah ke arah mobil dan tidak di sangka. Justru Difa malah menggebrak depan mobilnya dan membuat mobil itu sedikit penyok.

"Silahkan. Justru kamu yang akan di penjara karena telah merusak mobil"

Tuan mobil terlihat oleh Difa. Langsung saja Difa menghampirinya. Difa merapihkan pakaiannya dan melipat lengan bajunya.

"Bapak yang punya mobil ini?" Tanya Difa melihat penampilan laki-laki itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Seperti nya bapak juga pemilik perusahaan mobil. Iya kan?" lanjut Difa.

"Kamu cepat ganti rugi. Jangan ganggu tuan saya" terlihat sopir itu menghalangi pemandangan Difa.

Difa memejamkan matanya sambil mengecap "Saya nggak punya uang buat ganti. Kalo saya orang kaya, saya bisa beli toko montirnya sekalian buat benerin mobil mewah tuan bapak"

Tuan itu malah menepuk pundak sopir menyuruhnya untuk menyingkir dan kembali masuk ke dalam mobil. Akhirnya Difa yang masih memakai seragam SMA dan laki-laki yang terlihat sudah mapan ini saling berhadapan.

"Bapak lagi sakit mata yah? Ko pake kacamata item?" Tanya Difa dengan asal tanpa tahu resiko yang sebentar lagi akan menimpa dirinya.

Manusia bisu itu hanya mengedarkan pandangannya dengan memasukan tangannya ke saku celana.

Difa ingin tahu nama laki-laki itu siapa. Difa merasa jika laki-laki ini sangat cuek bahkan sedari tadi Difa belum mendengar suaranya.

Difa cukup tahu wajahnya saja. Pahatan rahang nya terlihat tegas, bibirnya tipis serta alisnya yang tebal. Tinggi badan Difa hanya sebahu darinya. Oleh karena itu, leher Difa sedikit sakit karena selalu mendongkakan kepala.

"Nah, kalo pada diem gini mending saya pulang. Udah sore juga. Bahaya" kata Difa sambil berjalan dengan mengambil tasnya yang sengaja dia jatuhkan tadi.

Baru beberapa langkah Difa melanjutkan langkahnya tiba-tiba suara tegas dan berat itu terdengar. Akhirnya bicara juga.

"Tunggu"

Difa menoleh "Apa?"

Laki-laki itu menghampiri Difa. Perlahan kacamatanya di lepas. Matanya terlihat sayu tetapi tajam.

"Bapak kalo mau tebar pesona mendingan jangan ke saya deh" ucap Difa dengan nada kesal.

"Tingkat kegeeran kamu terlalu berlebihan" jawab laki-laki tak bernama itu.

Difa malah tersenyum sembari mengalihkan pandangan lalu kembali menatap wajah dia dengan tajam.

"Tapi tingkat keegoisan saya rendah. Boleh saya pergi? Tenang aja, masalah ganti rugi saya akan ganti. Tapi bukan sekarang" jawab Difa.

"Saya nggak butuh uang dari anak sekolahan"

"Bagus deh. Saya minta maaf dengan apa yang saya lakuin. Saya pergi dulu" nada bicara Difa terdengar sangat rendah. Kemungkinan merasa lelah ataupun malas berbicara kepada tuan tanpa nama ini.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang