19

4K 319 9
                                    


Sepi, tenang, dan juga nyaman. Hunian mewah keluarga Raka memang tidak bisa tertandingi. Fina menyuguhkan secangkir kopi ke meja. Melihat Gibran tengah membaca koran di bantu oleh kacamatanya. Semakin tua, penglihatannya semakin melemah.

Fina duduk di samping Gibran. Duduk santai dengan suguhan pemandangan indah, bunga-bunga bermekaran, teduh, dan rileks.

Gibran menyeruput kopi buatan Fina.

"Raka nggak pulang ke rumah semalam" kata Fina.

"Mungkin dia ke apartemennya atau nginep di kantor. Dia kan terlalu memfokuskan pekerjaannya" jawab Gibran seraya menaruh secangkir kopi ke meja.

"Seharusnya dia kasih kabar ke Mama. Mama kan khawatir takutnya dia setres mikirin nikah sama siapa"

Terdengar hembusan nafas panjang Gibran. Lalu di taruh lah koran di samping kopi.

"Raka udah besar, Ma. Jangan terus menekan Raka untuk berumah tangga. Takutnya dia memilih perempuan yang salah karena terus di desak untuk menikah" dengan suara lembutnya, Gibran mampu membuat Fina terdiam.

"Tapi kan Mama pengen cepet gendong cucu"

"Gendong aja tuh batang pohon" sahut Gibran.

Ternyata Raka tidak mirip dengan kedua orangtuanya. Sifa maupun tingkahnya berbeda drastis.

Dengan cepat Fina memukul bahu Gibran karena candaannya yang receh.

---

Suasana hati Difa tengah berduka. Kenapa? Oke kita flashback

Di ruangan meeting terdapat Raka, Izi, Difa, ketiga sahabatnya, dan dua karyawan lain. Mereka tengah berdiskusi tentang proyek-proyek pembangunan yang tengah di bangun.

Di pimpin langsung oleh Raka, kedua karyawan lain mendengarkan penjelasan Raka dengan serius. Mencatat beberapa point penting untuk menjadi bahan proyek lainnya.

Izi terus menerus melirik ke arah Ziva, begitu pun sebaliknya. Sedangkan Gandra sesekali melihat ekspresi keduanya. Difa memainkan bolpoin di atas meja sembari mendengarkan Raka berbicara di depan.

Clara yang menyadari jika meeting kali ini benar-benar kacau. Melihat Gandra yang menjadi laki-laki pengganggu di antara Ziva dan Izi langsung memberikan kode injakan. Clara sengaja menginjak kaki Gandra sampai membuatnya meringis kesakitan.

Seketika Raka berhenti berbicara. Semua orang langsung menunduk, pura-pura mencatat. Berbeda dengan Difa, dia terus memainkan bolpoin seraya menatap Raka.

"Zi, proyek di Bali gimana?" Tanya Raka.

Difa mengikuti arah pandang Raka. Tepat melihat Izi.

"Besok gue ke Bali" jawab Izi melirik ke arah Ziva.

"Sama siapa?"

Tidak ada yang menjawab. Clara memegang tengkuknya menunggu jawaban Ziva. Begitupun Gandra.

"Sama saya Pak!" Ziva begitu lantang menjawabnya. Dengan mengangkat satu tangan menandakan jika dia yang akan ikut bersama Izi.

Seketika bolpoin yang di putar-putar oleh Difa berhenti. Lalu Difa menggebrak meja seolah menumpahkan rasa kesalnya yang tertahan.

Semua mata tertuju pada Difa, untuk mengelabui mereka, dengan sengaja Difa menunjukkan bolpoin.

"Ini" dilanjuti dengan senyuman manisnya.

Raka memijat kedua alisnya sambil mengangguk pelan.

"Oke, untuk besok Lo sama Ziva. Mereka nggak berdua, tapi berempat" Raka memasukan tangannya ke saku celana.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang