29

4K 292 15
                                    


Bimbim tengah duduk di depan rumah sembari memikirkan Difa. Kenapa Difa tidak memberitahu dirinya tentang ini. Bimbim sadar jika dia hanyalah sahabat bahkan di anggap kakak sendiri oleh Difa.

Bimbim menatap bulan yang bersinar terang.

"Ayolah Bimbim. Lo harus sadar diri. Difa nggak suka sama lo. Hati dia bukan buat lo"  Bimbim menampar pipinya sendiri. Seolah berusaha sadar dari mimpinya.

"Lo tuh kakak buat dia. Oke move on yuk move on!" Lagi-lagi Bimbim meringis sambil meratapi nasib percintaannya.

"Kita menatap langit yang sama Fa. Asal lo ada di luar, bukan di dalam ruangan" bisa-bisanya Bimbim becanda. Ya iya sih, emang bener wkwk.

"Banyak perempuan yang mau sama gue. Asalkan gua harus glowing. Gue mau diet. Badan gue udah melebar. Semangat, diet!"

Tampaknya Bimbim ingin menurunkan berat badan agar terlihat tampan dan di sukai banyak orang terutama perempuan. Cukup sulit asalkan ada niat.

"Gua baru sadar, ternyata malem hari cuacanya dingin" lalu Bimbim masuk ke dalam.

---

Niken sedang duduk di kamarnya sambil memegang poto Difa dan Aldrin saat kecil dulu. Tidak terasa jika mereka sudah besar.

Tangan kanannya memegang poto keluarga yang utuh. Momen ini paling berkesan baginya. Utuh dan bahagia bersama adalah peristiwa yang bersejarah.

"Coba kamu masih ada disini. Pasti kamu akan senang melihat Difa dan Aldrin yang sudah besar. Difa sudah membuat semuanya berubah. Kondisi kita baik sekarang. Aldrin belajar di sekolah favorit. Semoga kamu di tempatkan di tempat yang terbaik di sisi-Nya" lalu Niken memeluk poto tersebut dengan meneteskan air mata.

---

Pukul 21:00

Tempat: Hotel

Difa terbangun karena deringan ponsel. Matanya masih berat. Setelah melihat nama si penelpon ternyata itu Clara.

Difa duduk sembari mengucek matanya, melihat Raka yang tengah tertidur di sofa.

"Ternyata dia udah tidur" Kata Difa kemudian menjawab telpon dari sahabatnya.

"Halo"

"Hm?"

"Lo udah tidur? Tumben"

"Gue capek banget. Ada apa?"

"DIFAAA. GUE UDAH JADIAN SAMA PAK IZI" begitu jelas teriakan Ziva dari sana sampai membuat Difa menjauhkan ponselnya.

"GUE SENENG PARAH! RASANYA GUE PENGEN MENINGGAL"

"SANA LO KALAU MAU MENINGGAL" tembal Clara.

"Ziva udah jadian?" Tanya Difa dengan santainya.

Pernah menyukai namun tidak bisa memiliki. Lebih baik mundur daripada ada yang tersakiti.

"Udah. Gue juga gak tau kapan persis jadiannya. Oiya, gue denger kalau lo lagi ada di Bali?"

Tenggorokan Difa tiba-tiba kering.

"Hm" jawab Difa.

"Sama Pak Raka?"

"Iya"

"WAAAAH BOLEH TUH" lagi-lagi Ziva menyambangi bak petasan.

Difa melirik ke arah Raka yang tengah tertidur pulas. Lalu kakinya berjalan ke arahnya. Sekedar memastikan tidak ada yang salah kan?

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang