15

4.5K 315 7
                                    


Difa terdiam saat melihat Silvi, yang ternyata adalah perempuan yang pernah berurusan dengannya saat itu.

Dengan tatapan sinis dan juga tidak suka, langsung membuat Difa mengangkat kedua alisnya. Mereka berhadapan langsung layaknya di drama. Sama-sama terlihat angkuh.

"Mbak Silvi?"

Bukannya menjawab, Silvi malah melengos pergi meninggalkan Difa.

"Mbak, tunggu. Saya ada perlu sebentar"

"Mbak"

"Mbak"

Difa berusaha mengejar Silvi. Semua karyawan pun menatap mereka dengan bingung. Sampai akhirnya Silvi berhenti di suatu tempat yang sepertinya tidak terpakai.

Difa menghela nafas panjang, menatap seluruh penjuru ruangan.

"Mbak, kenapa sih harus ke tempat ini? Saya cuma disuruh ambil laporan keuangan perusahaan sama Pak Raka"

Silvi membalikkan badannya menghadap Difa. Silvi menyilangkan tangannya di dada, dengan langkah nyaring, tatapan tajam, dan akhirnya menampar pipi Difa.

Plak

Tidak ada angin, tidak ada hujan. Kenapa Silvi menamparnya tanpa alasan? Difa memegang pipi bekas tamparan Silvi. Ini sungguh menyakitkan. Namun, Difa berusaha untuk tidak mengeluh. Toy, dirinya tahan banting juga. Sama bapak-bapak berani, yang ini harus berani dong.

"Kenapa? Kenapa mbak nampar saya tanpa alasan?" Tanya Difa tenang.

Mata Silvi terlihat memburu. Wajahnya memerah. Entah kenapa.

Tiba-tiba Difa tertawa dihadapan Silvi tanpa merasa takut. Difa seolah menantang sang senior keuangan.

"Saya disini nggak mau buat masalah. Saya disini kerja. Saya nggak pernah mengganggu orang lain bahkan Mbak sendiri"

"Jauhi Raka"

"Apa?"

"Menjauh, jangan deketin Raka. Kalau sampai kamu macem-macem bahkan ambil Raka dari saya. Saya nggak akan tinggal diam"

"Gimana saya mau menjauh dari Pak Raka. Saya ini sekretarisnya. Satu ruangan pula. Kalau Mbak mau saya menjauh dari Pak Raka. Seharusnya, Mbak sadar. Mbak nggak akan pernah di sukai oleh siapapun kalau sikap dan sifat Mbak aja di bawah rata-rata. Harus di remedial" umpatan dan juga kekesalan Difa dikeluarkan.

"Saya jauh lebih lama bekerja disini dibandingkan kamu. Jangan mentang-mentang kamu adalah sekretaris BOS, kamu bisa seenaknya saja. Cuma lulusan SMA aja belagu"

Oke sama-sama kuat.

"Lebih baik lulusan SMA yang punya perilaku baik daripada lulusan sarjana tapi kelakuannya kayak Mbak" Difa menyipitkan matanya menindas Silvi.

Baru saja Silvi mengangkat tangannya untuk menampar wajah Difa. Difa langsung mencegahnya lalu memutar tangan Silvi. Dan itu membuatnya mengeluh kesakitan.

"Jangan berlaga senior dan paling pinter kalau nyalinya karet" Difa mendorong Silvi lalu pergi dengan senyuman.

Sementara Silvi tengah kesakitan akibat balasan Difa. Pertama kalinya Silvi di lawan. Padahal, semua karyawan pada takluk dan tunduk pada perintahnya.

"Awas aja lo!"

Difa pergi ke kamar mandi untuk melihat apakah tamparan Silvi membekas atau tidak. Setelah melihat wajahnya yang sedikit merah, Difa menutupinya dengan bedak padat.

"Semoga nggak ketahuan. Hufh, harus punya mental baja kalau kerja disini"

Terakhir, Difa mengoleskan lipstik agar tidak terlihat pucat.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang