9

4.7K 314 9
                                    


Betapa lelahnya bekerja seharian. Sekitar pukul 9 malam, Difa tengah menunggu taksi di depan kantor. Difa menoleh ke arah satpam namun Bimbim belum datang.

Difa melihat jam yang melingkar di tangannya lalu menghela nafas berat. Rambut yang sudah kusut, muka sudah pucat, perasaan pun ikutan semrawut.

"DIFA"

Difa langsung menoleh saat mendengar teriakan dari arah berlawanan. Suara Bimbim terdengar khas. Bimbim melambaikan tangannya, dengan bahagia Difa melangkahkan kakinya menuju Bimbim.

Difa melihat penampilan Bimbim dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan takjub. Bimbim begitu rapih dan terlihat gagah.

"Wah udah jadi satpam beneran nih" puji Difa seraya menepuk pundak Bimbim.

"Cie yang udah jadi sekretaris pribadi" balas Bimbim.

Difa menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

"Lo baru selesai kerja? Gue kira pulangnya sore ternyata malem. Oiya, minggu depan gue kebagian shift pagi jadi kita bisa ke kantor bareng"

"Baguslah. Biar gue nggak capek dan nggak ngabisin uang juga" jawaban Difa sontak membuat Bimbim mendengus kesal.

Difa melihat taksi yang sudah menunggunya.

"Bim, gue pulang duluan yah. Semangat!"

Bimbim hanya mengangguk pelan lalu melihat Difa perlahan menghilang dari pandangannya.

---

Raka masuk ke rumah yang seperti istana itu. Raka menaruh jas dan tasnya di kursi. Raka menjatuhkan badannya ke sofa sambil melonggarkan dasinya. Raka memijat dahinya sembari memejamkan matanya.

"Raka, kamu udah pulang?" Suara perempuan paruh baya terdengar.

"Iya, Ma" sahut Raka dengan nada pelan.

Fina (mamanya) duduk di samping Raka lalu mengusap rambutnya.

"Makanya cepet menikah supaya ada yang ngurus kamu, kalau kamu capek ada yang pijitin, ada yang buatin kamu ko-" ucapan Fina membuat Raka membuka matanya.

Kata 'menikah' selalu terdengar di rumah ini. Fina selalu menyuruh Raka untuk segera menikah. Raka tidak pernah memperkenalkan perempuan bahkan mengajaknya main ke rumah.

"Ma, aku ini masih muda. Aku masih nyaman dengan kondisi seperti ini" sela Raka.

"Mama cuma nggak mau kamu terlalu fokus sama kerjaan sampai kamu lupa kalau kamu harus menikah. Mama takut kalau suatu saat nanti Mama nggak bisa liat cucu Mama sendiri"

"Ma, jangan ngomong kayak gitu. Raka janji, Raka akan menikah tapi untuk sekarang ini Raka pengen pokus sama kerjaan kantor dulu"

"Yaudah sekarang kamu makan dulu baru mandi. Mama udah siapin semuanya di dapur" Fina beranjak dari duduknya.

"Papa mana, Ma?"

"Papa lagi beli martabak di luar"

"Owh"

Fina masuk ke kamarnya sedangkan Raka masih bergelut dengan pikirannya.

Sekarang Raka tengah duduk di kursi kerjanya, menatap layar komputer. Raka harus kerja ekstra untuk membuat perusahaannya maju. Raka tidak mau bangkrut dan sahamnya turun.

Raka tiba-tiba teringat dengan Difa. Daripada Raka pusing sendiri lebih baik memusingkan Difa. Raka meraih ponselnya lalu mencari kontak Difa.

Bose!

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang