31

4K 285 18
                                    


Raka selalu menggenggam tangannya sebagai pertanda bahwa dia sanga khawatir terhadap Difa. Setelah kejadian tadi, Raka lebih protektif terhadap Difa dengan caranya sendiri.

Jantung Difa masih berdegup kencang pertanda bahwa dirinya gugup. Begitu banyak orang yang menatapnya. Perhatian Raka membuat banyak pasang mata tertarik untuk melirik bahkan memujinya.

"Bisa dilepas gak tangannya?" Tanya Difa dengan suara pelan.

"Nggak"

"Mereka pada liatin kita"

"Urusannya sama saya apa?" Raka berhenti sembari melihat Difa yang terlihat kesal.

Melihat Difa yang sepertinya tidak nyaman akhirnya Raka melepaskan genggamannya. Difa tersenyum manis sambil memiringkan kepalanya.

"Tangan saya keringetan soalnya" Difa mengusap keringat yang ada di telapak tangan lalu kembali menggenggam tangan Raka.

"Nah ayo kita ke pantai"

Raka di buat terkejut olehnya. Bisa-bisanya Difa membuatnya bingung. Terbuat dari apa Difa ini.

Pemandangan yang indah, pasir pantai yang putih bersih. Cuaca hari ini sangat mendukung. Tidak panas. Karena itu Difa leluasa bermain di pantai.

Raka hanya bisa duduk sambil melihat Difa. Raka mengeluarkan benda kotak yang berisikan berlian. Bibirnya terangkat, matanya tertuju pada Difa yang tengah asyik bermain pasir.

Difa yang melihat jika Raka tengah memegang kotak kecil langsung penasaran.

"Itu apa?"

"Ehm! Nggak usah kepo"

"Buat pacar yah?  Emang punya?" Tanya Difa sekaligus mengejek Raka.

"Saya mau kasih ini ke orang yang saya cintai"

Deg

Apa jangan-jangan gue?

"Yang terpenting bukan kamu" sambung Raka.

Gue geer banget ya jadi orang. Mana mungkin Pak Raka mau sama gue yang kucel.

Kondisi ini membuat canggung. Untuk mencarikan suasana, Difa memberikan ponselnya pada Raka. Raka mengangkat kedua alisnya. 

"Potoin" kata Difa.

"Hm" mau tidak mau Raka menuruti keinginan Difa. Raka memasukan kotak kecil itu ke dalam saku.

Difa berpose dengan cantik. Tersenyum, menaruh pasir di tangannya lalu memejamkan matanya.

Cekrek

"Nih, udah"

"Kita poto berdua. Nggak papa kan?" Lagi-lagi Difa membuatnya bingung. Kadang bersikap manja, kadang bersikap layaknya bos dan sekretaris.

Difa menaruh tangannya di bahu Raka, dirinya tersenyum, sedangkan Raka hanya bisa terdiam, raut wajahnya susah untuk di deskripsikan. 

"Ayo cepet!" titah Difa tidak sabaran.

"Ko kamu suruh-suruh saya?"

"Gimana mau dapet istri kalau marah-marah mulu" gerutu Difa.

Cekrek

Belum juga siap, Raka malah menjepret kamera dengan asal.

"Nih, udah. Saya mau ke hotel lagi" Raka mengembalikan ponsel Difa lalu pergi tanpa memikirkan Difa.

"NGAPAIN?"

"TIDUR" jawab Raka tanpa menoleh sedikitpun.

Sekarang, Difa sendiri. Difa memilih menepi dan tiduran di bawah pohon rindang. Liburan kali ini memang membuatnya bingung. Bahagia iya, kesal juga iya.

Siap Boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang