15 • [Pergolakan]

58 15 30
                                    


Sebelumnya ....

"Tidak. Aku akan memastikannya sendiri," katanya mendadak. Canna melangkah secepat mungkin menuju gerbang yang baru terbuka setengahnya itu. Sedangkan Lucy dan Blaire yang belum sempat mencerna perkataan Canna barusan kini dikagetkan dengan tingkah laku mendadak Canna yang nekat.

Blaire maju selangkah. "Apa yang kau-"

"Hentikan semua ini."

Suara khas itu muncul seiring dengan mereka bertiga yang terdorong mundur cukup keras.

Suara itu tiba-tiba menghentikan langkah kami. Lalu entah apa yang terjadi aku terdorong cukup jauh dari tempatku melangkah sekarang. Kau tahu, rasanya tidak enak, seperti terpental, dan punggungku terasa sakit.

Ketika semua terlihat jelas bisa kulihat siluet seorang lelaki berdiri di hadapan a-- tunggu ... Lucy dan Blaire juga terdorong. Aku bisa melihat mereka dari tempatku tergeletak sekarang.

Siapa, sih, yang beraninya mengacaukan rencana kami?

"Apa yang kau lakukan?" tanya suara itu. Aku seperti mengenali suaranya. Tapi, tunggu dulu, kepalaku sungguh masih pusing.

"Kau Victor ya?! Berani-beraninya kau me-"

"Jadi benar selama ini kau mengikuti Canna?!"

Aku terkesiap. Dua teriakan Lucy dan Blaire menyadarkanku. Jadi, apakah dugaanku selama menjalankan rencana benar adanya?

Kuberanikan diri untuk mendongak menatap Victor dengan terang-terangan. Suasana saat ini masih sepi dan gelap dengan keadaan gerbang menyeramkan yang sudah sedikit terbuka lalu Victor--lelaki menyebalkan itu-- berdiri tepat di hadapanku. Sungguh, aku heran dengan bagaimana kelihaiannya menyingkirkan kami dan menghadang jalan.

Aku berusaha bangkit meski kakiku sedikit mati rasa. Sial, apa yang dilakukan Victor kepadaku membuatku geram. Rasa cemasku sejak tadi terbukti kebenarannya.

"Hei! Kau, aku tak peduli lagi denganmu," balasku akan pertanyaannya di awal tadi. Raut wajahnya berubah ketika melihatku yang tiba-tiba berdiri dan membentak.

"Cih, kau ini bodoh, ya." Victor menunjukkan seringaian. "Kau pikir dengan cara melarikan diri seperti ini akan menemukan kebenaran seutuhnya?"

Aku diam. Kata-katanya itu sedikit melukaiku. Bagaimana tidak, toh dia yang membuat diriku gelisah dari awal. Dia juga yang aneh dan tak pernah memikirkan perasaan orang. Seenaknya saja membuntuti dan membawaku ke masa lalu tanpa penjelasan apapun. Ah, dia juga melarangku waktu itu. Ya meski harus kuakui dia tak pernah sampai mencelakaiku, tapi ... tetap saja kan. Sejak awal karena dia. Dan saat ini pun lagi-lagi alasan rencana ini tidak berjalan sesuai keinginan karena Victor.

Sungguh, aku tak tahu apa maunya.

"Aku akan berhenti menyelidiki ini asal kau mau menjelaskan apapun alasan mengapa kau peduli padaku dari awal," balasku tak kalah keras kepala. Huh, hari semakin malam, aku hanya ingin kepastian apakah rencana kami berlanjut atau harus berhenti saja.

"Ck, kau ...," dia berhenti sejenak. Matanya menatapku lama dan tiba-tiba tubuhnya berbalik menatap gerbang. Lucy dan Blaire, mereka merapat padaku setelah lama menyimak percakapan kami sambil terduduk di tanah.

"Cann, kalau aku jadi kau ..." Blaire berbisik amat pelan.

"Aku akan lari dan tak mau bertemu dia lagi," kali ini Lucy yang menyahut.

Aku tersenyum dan menggenggam tangan mereka erat-erat, mengatasi udara dingin yang membekukan telapak tangan. Blaire bahkan tersenyum saat aku melakukan itu sementara Lucy tampak bingung. Ah, andai saja aku bisa bersekolah biasa tanpa mengalami hal-hal di luar dugaan ini. Pasti senang rasanya bisa berteman dan mengikuti pelajaran menarik dengan normal tanpa bayang-bayang kekhawatiran dan rasa penasaran yang kerap kali menghantui tiap malam.

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang