Point of view || CANNA
SEMUA masih di kafetaria dengan keributan yang makin menjadi-jadi setelah munculnya seorang pemuda sihir itu. Aku yang masih menatap sosoknya menaruh rasa penasaran yang besar.
Mencoba mencari jawaban dari Lucy-ia konon melihat kejadian sihir itu terjadi. "Hei," bisikku berusaha mendekat dengannya. "Pemuda itu ... apakah seangkatan dengan kita?"
"Tentu saja tidak!" bantahnya dengan nada suara yang lebih tinggi. Seolah menyuarakan protes. "Mana ada teman kita yang berani macam-macam saat hari pertama di akademi?! Astaga, kau pasti bercanda," lanjutnya sambil terus-menerus menilik pria itu.
Aku mengernyit. Semakin dibuat bingung dengan Rygel dan segala hal baru yang aku temukan. Ini aneh, pria itu, kurasa aku pernah bertemu dengannya. Tidak di sini tentunya. Dan sihir? Ah, meskipun aku berasal dari Siver-negeri dengan segala keajaiban pada penyihir dan shapeshifter yang masih terlihat aneh menurutku-sebagai rakyat jelata yang tak punya kemampuan tentu saja. Ini terlihat seperti hal baru.
"Sssst." Blaire mendekat. Rambut pirangnya yang pendek jadi menutupi wajahnya, tubuhnya menunduk. "Lihatlah tongkat sihirnya jika kau tak percaya, tak mungkin 'kan, anak baru seperti kita mendapatkan tongkat sihir itu. Mendapat tingkatan saja belum. Pahami itu, Cann." Ia kembali lagi ke bangkunya yang tepat di hadapan Lucy-sedangkan gadis itu masih terpaku melihat pria sihir dengan wajah pucat dan iris hijaunya yang menyilaukan.
Dadaku bergemuruh. Saat kembali kupandang pria itu, firasatku berkata aku harus menghindar dari sini secepatnya. Mata hijau kemilauan milik pria itu, menatapku tajam sebelum aku sempat lari ... dan kegelapan menguasai.
<<▪>>
Ruangan abu-abu. Cahaya yang remang. Aku berusaha bangkit. Namun, rasanya tubuhku remuk, sulit sekali hanya untuk berdiri sejenak. Aku memandang tempat aneh ini, tak ada siapapun di sini. Aku berusaha mengingat sesuatu.
Kafetaria.
Pria sihir.
Mata hijau ....
Tunggu. Ke mana pria sihir itu? Terakhir kulihat wujudnya sebelum tiba-tiba aku terseret ke ruangan aneh tak berujung ini. Sudah kucoba membenturkan kepalaku ke belakang berkali-kali. Anehnya, tak terasa apa-apa sebelum kepalaku justru terpental lagi.
Samar kudengar suara saat aku berusaha untuk bangkit. Aku seperti menangkap sebuah bayangan dari dekat, tanganku menjangkau bayangan itu-namun entah mengapa terasa jauh sekali.
"Cannielyn ..., ah ibu. Ibu ada di sini, Nak." Aku terenyak. Itu suara ibuku.
Cepat-cepat mencari suara itu, keringatku mengucur dengan deras mencoba menemukan suara samar ibuku. Apa-apaan ini? Aku ... tak bisa mengeluarkan suara sedikit pun.
"Tidak. Cannielyn bukan anak kandungmu, Rana!"
"Kau tetap tidak akan bisa mengambilnya! Canna. Namanya Canna, Rudolf!"
"Cih. Siapa kau hingga dapat mengubah nama anak emas itu? Ingat. Kau hanya diberi kuasa merawatnya ... hingga lima tahun dari sekarang."
"Rudolf!"
"Rudolf!"
Apa ini? Ibu? Dan ... pria bernama Rudolf yang tak kukenal. Tunggu, a-aku ... anak siapa? Air mataku mengucur deras seiring menghilangnya bayangan itu. Entah mengapa, aku ... merasa hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Siver Crown
Fantasy[hiatus] Menjadi remaja terpilih tak membuat Canna berbangga diri dan menjalani kehidupan sekolah di Rygel dengan tenang. Dia yang tak punya kekuatan istimewa disulitkan menghadapi berbagai situasi aneh yang terjadi. Namun, setelah rangkaian kejad...
