Point of View | Author
"Villia Hudgens, Gracia Magnolia, Percy ...." Mrs Naiola terus mengabsen delapan muridnya. Mengajar kelas istimewa selama dua pertemuan belum saja membuatnya hafal setiap delapan murid yang tergabung dalam kelas itu.
Canna sejak tadi hanya memerhatikan dengan bosan. Seperti biasa, saat kelas istimewa dirinya hanya sibuk memikirkan sesuatu. Kegiatan seperti ini hanya ia lakukan di kelas Mrs Naiola. Jangan harap Canna akan bermalas-malasan di kelas lain. Canna pantang menyepelekan pelajaran--ah ya, mungkin karena dia ragu akan eksistensinya di kelas Mrs Naiola--jadi lebih baik tidak terlalu serius. Begitu anggapannya.
"Kau, siapa namamu? Belvana? Bellsy? Jangan terus menerus melamun di kelasku!" gertak suara Mrs Naiola di sela-sela lamunan Canna. Jangan sekali-kali meremehkan guru Kelas Istimewa ini. Meskipun dia sudah keriput dan tua tapi suaranya masih menunjukkan ketegasan dimana setiap kau mendengarnya maka kau tak mampu untuk mengabaikannya. Yah, kecuali kekurangannya yang pelupa.
Canna terhenyak. Ia menatap Mrs Naiola dengan pandangan bersalah. Namun sedikit kesal karena nama belakangnya tak disebut dengan benar. "Belgrav, Ma'am," katanya sambil tersenyum kecut diiringi permintaan maaf yang (mungkin) dapat membuat gurunya itu bisa memakluminya.
Tak seperti biasa, Mrs Naiola menjajikan Kelas Istimewa kali ini menggunakan lapangan rumput sebagai tempat pelajaran berlangsung. Canna sedikit semangat, ia mengangkat bahunya tegak dan tersenyum kecil, berusaha menyemangati dirinya bahwa kali ini akan menyenangkan. Namun lain dengan Canna, alih-alih senang murid lain justru meneriakkan 'yah' dengan keras pertanda mereka kecewa.
"Perlu kalian tau, beberapa pertemuan ini adalah awal. Di mana kita belum masuk ke dalam pelajaran sesungguhnya," tegasnya dengan lantang, "dan yah tentu saja, aku hanya merasa kalian belum sepenuhnya mengerti bakat apa yang kalian punya." Mrs Naiola mengendikkan bahu lalu memandang semua murid--terutama Canna--dengan pandangan meremehkan.
Bilang saja aku tak berbakat.
Canna meneruskan langkahnya ketika Mrs Naiola memandu mereka ke halaman Rygel. Seseorang yang berdiri di belakangnya tiba-tiba terhuyung ke samping--tepat di bahu sebelah kirinya. Canna berusaha tidak tampak risih namun sebisa mungkin menghindari. Anak itu perempuan, yang Canna yakin sudah sering sekali melihatnya. Bola matanya ungu terang dengan kulit pucat berhias bintik-bintik cokelat di sekitar hidung dan pipi.
"O-ouch. Maaf, eh-kau?" tanya gadis itu memandang Canna seolah mereka tak pernah bersitatap.
"Kau sakit? Atau hanya tak melihat jalan?" Canna bertanya dengan nada datar. Dia tak mau susah-susah menjaga sikap di depan murid biasa sepertinya. Apa lagi di kelas ini beberapa murid sepertinya sengaja memojokkannya karena tak dianggap pantas ada bersama mereka. Yah, siapa tahu gadis itu salah satu dari mereka.
"Maaf, aku hanya sedikit pusing," balas gadis itu dengan sedikit senyum menghiasi bibirnya yang pucat, berusaha memandang Canna dengan santai di tengah-tengah murid lain yang tak memedulikan mereka.
Tepat setelah ucapan gadis itu, terdengar tepukan tangan meriah empat murid yang sudah di depan bersama Mrs Naiola. Canna sama sekali tak menangkap apa maksud mereka bertepuk tangan. Penasaran, ia maju dengan antusias. Pikirannya sudah melayang kemana-mana siapa tahu ia dapat melihat sesuatu yang menakjubkan, sesuatu yang lebih menarik dari Kelas Istimewa ini sendiri.
Lalu benda yang kelihatan seperti peti tua yang besar dan rapuh menyambut mata Canna. Ia sungguh tak berpikir akan menemukan itu. Tapi setidaknya peti tua tak begitu buruk.
Mrs Naiola berdehem. Memecah keriuhan yang ditimbulkan oleh delapan siswa. "Di dalamnya ada tongkat sihir. Yang akan menjadi milik kalian-"
"Milik kami?!" seru salah seorang lelaki pendek dengan mata lebar, wajah bulat dan kacamata yang bertengger di hidungnya. Semua terhenyak, tahu bahwa seharusnya tak ada satu pun yang menyela guru mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Siver Crown
FantasíaMenjadi remaja terpilih tak membuat Canna berbangga diri dan menjalani kehidupan sekolah di Rygel dengan tenang. Dia yang tak punya kekuatan istimewa disulitkan menghadapi berbagai situasi aneh yang terjadi. Namun, setelah rangkaian kejadian yang...