• [Merampas Bukti] - II

45 7 19
                                    

"Kau lumayan juga." Seseorang menekan lembut lenganku dari belakang. Sesaat aku merasa bersalah. Dia pasti memujiku begitu karena praktik barusan. Aku berusaha tersenyum dan menoleh.

Anak perempuan dengan kulit kecokelatan dan rambut hitam pendek mengedipkan mata kanannya seraya tersenyum bangga. Sial, harus kujawab apa dia?

Aku meneguk ludah. Menyalahkan diri sendiri yang mendadak lupa caranya berinteraksi. "Ah, terima kasih," kataku untuk pujiannya barusan.

Sambil menatap anak itu pergi menjauh, aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah ia tak bisa melihat jika aku belum begitu bisa menggunakan mantra ini dengan baik?

Aeris in virtute, adalah teknik mantra yang bisa membuatmu mengendalikan udara dalam beberapa detik. Tujuannya bermacam-macam, tapi kali ini kami mencobanya untuk menggerakkan—atau lebih tepatnya mengeluarkan—sedikit air dari sebuah gelas kecil. Penilaian pada kelas tambahan kali ini hanya jika kau dapat menggunakan mantra dengan benar dan berhasil mengeluarkan air itu barang setetes saja—kalau bisa melakukannya dengan lebih banyak air maka nilaimu akan bertambah.

Namun, seperti perkiraanku sebelumnya, saat guru mulai menyebutkan praktik jenis apa yang akan dilakukan, aku sudah tahu apa yang akan terjadi. Seperti saat ini, semua air yang berada dalam gelas kecil milikku yang kira-kira tingginya 5 cm sudah tumpah tanpa sisa. Membasahi meja kayu yang kugunakan bersama tiga anak lain. Kami satu tim, dan harus praktik bersamaan di hadapan Miss Rosette (guru mantra pengganti karena guru utama tidak bisa hadir).

Benar. Aku kelepasan menggunakan kekuatanku. Sangat payah. Tapi itu tak seberapa sebelum guru kami yang berpenampilan muda dan modis itu justru tersenyum dan menepuk tangan. Seolah-olah dia baru saja menyaksikan pertunjukan sihir hebat oleh empat remaja.

"Wah, wah, wah! Bravo!" puji Miss Rosette dengan keras hingga wajahku memerah. Giginya yang putih bersih dan tersusun rapi hingga terlihat bercahaya karena senyumnya terlalu lebar.

Aku melirik hasil praktik timku. Entah harus bersyukur atau malu, karena yang lain berhasil menggunakan mantra dengan baik. Semua anak dalam kelas ini ikut bertepuk tangan. Tak ada yang tahu jika hasil pekerjaanku sama sekali bukan karena rapalan mantra itu. Seluruh air tumpah bahkan sebelum aku mengucapkan mantranya.

Ini memalukan. Tapi orang menganggapnya sesuatu yang hebat. Ironis sekali.

"Tim yang sangat baik!" Miss Rosette menghampiri kami. Ia berjalan dari ujung kanan meja hingga berhenti lama di tempatku. Dirinya mendongak dan tersenyum. Melihat wajahnya dari dekat membuatku gugup, tentu saja karena pujiannya barusan merupakan sesuatu yang ... kau tahulah apa maksudku. Jangan memperjelas itu.

"Cannielyn Belgrav. Benar namamu, Nak?"

"Ya, Miss." Kujawab dengan pelan sambil terus menatap wajahnya dan tersenyum.

"Kamu bisa menggunakan mantra dengan baik kali ini. Padahal sebelumnya saya yakin sudah pernah dicoba di kelas, kan? Hanya saja media yang digunakan praktik memang berbeda."

Oh, sial. Pertanyaan jebakan.

"Umm, hanya menemui sedikit kesulitan pada pelajaran lalu."

"Kerja bagus. Saya akan memberimu nilai tertinggi," ucapnya sambil tersenyum bangga. "Kurasa besok kamu harus menjalani kelas mantra dengan benar dan maksimal karena kamu sesungguhnya punya kemampuan lebih, Nak."

Usai ucapan yang berlebihan itu, semua teman dalam sekelas yang tak lebih dari dua puluh orang beramai-ramai membicarakanku setelah Miss Rosette menutup kelas tambahan ini saat hari hampir sore. Bahkan tadi kutemui seorang anak lagi yang memujiku secara berlebihan, bilang bahwa mantra itu susah dilakukan, apalagi jika media praktiknya menggunakan air, lantas ia berkata aku sangat hebat karena bisa menguasainya dengan sangat baik.

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang