Sebelumnya ....Canna menutup matanya. Kedua tangan sudah merentang lebar-lebar. Tapi sama sekali tak ada yang terjadi dalam beberapa detik. Dengan diliputi kebingungan, gadis itu membuka mata dan mendapati seorang guru wanita berpakaian formal warna abu-abu sedang mengarahkan tongkatnya pada seorang pemuda dengan iris biru terang di hadapannya.
Canna dan Blaire termangu.
Di mana kucing itu?
______________________
"DAMIAN, kau bermain-main lagi padaku."
Masih di perpustakaan dengan suasana yang amat ganjil. Canna memandang guru itu hingga menimbulkan kernyitan di dahinya, merasa sangat asing dengan si guru yang baru saja dilihatnya. Tampak masih muda dengan rambut berwarna hitam pekat dan kulit sawo matang, hidungnya mancung ditambah alis yang tebal serta kacamata bulat tipis-menambah kesan tegas yang sangat kental.
Berbeda dengan Canna, Blaire justru fokus pada lelaki yang dipanggil Damian, tentu karena ia familiar dengan sosok Damian, si lelaki yang memiliki iris biru bak langit cerah. Oh, dan jangan lupakan rupanya yang sangat menguarkan kesan 'nakal'. Jangan tertipu dengan mata yang indah jika kau tak ingin diserang. Blaire tahu betul tentang lelaki itu. Tahu tentang nama dan perilakunya selama di kelas penyihir.
Satu pertanyan terlintas di benak Blaire mengenai semua keanehan ini.
Bukankah dia penyihir? Tapi mengapa bisa berubah wujud menjadi seekor kucing di perpustakaan?!
Dengan berat gadis itu menghela napas. Saat ini diliriknya Canna yang baru saja memusatkan perhatian pada Damian pasca puas mengamati si guru asing. Blaire mampu melihat wajah Canna yang bahkan lebih kaget dari dirinya.
"Ehem!" Dehaman guru itu mengagetkan mereka bertiga. Bahkan 'si kucing hitam' yang tadinya menunduk marah, kini mendongak. Menatap tiga orang di sekelilingnya dengan tatapan agak malu.
"Satu kali lagi kau melakukan ini, sekolah akan memberimu ganjaran yang sulit. Ingat itu, jangan permainkan kemampuan itu. Atau aku akan terus-menerus mengusik hidupmu, Damian," ucapnya diakhiri dengusan napas pendek. "Oh, dan maafkan aku, Gadis-gadis. Salahkan dia jika kalian merasa terganggu. Dan tolong jangan beberkan apa pun yang baru saja kalian lihat ke orang lain. Tidak satu pun."
Blaire dan Canna mengangguk. Mereka ingin kabur saat itu juga. Guru itu sudah melenggang pergi setelah melempar tatapan galak pada Damian di depan Canna. Telapak tangan Blaire diam-diam menggenggam tangan Canna dan sedikit berbisik pada gadis itu.
"Ayo kita pergi," ajaknya.
Canna mengangguk dan mulai melangkahkan kaki walau hatinya sedikit bergejolak. Ia tahu Damian adalah pemuda yang menganggunya kala itu. Si pemalas, si penyuruh, si tidak tahu malu, dan masih banyak lagi julukan yang dipikirkannya tentang Damian. Kejadian di kelas saat cowok itu memaksanya mencatat materi dan merendahkan dirinya masih terbayang.
"Ah, ternyata Belair dan Si Sombong berteman."
Celetukan itu sontak membuat Canna dan Blaire menoleh dengan kesal. Bahkan Blaire saat ini sudah maju, tangannya yang memegang tongkat sihir sudah siap melempar mantra. Tapi Canna mengamit tangan kiri gadis itu.
"Kau!" bisik Blaire agak keras dengan tatapan permusuhan. "Tidak ada bedanya, ya. Bahkan di luar kelas tampak lebih liar. Belair? Sengaja plesetkan namaku lagi? Kurang ajar!"
Damian terkekeh. Netranya beralih melihat Canna yang saat ini sudah menatap Blaire dengan heran-karena tak biasanya gadis itu terpancing hanya karena ejekan sepele.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Siver Crown
FantasyMenjadi remaja terpilih tak membuat Canna berbangga diri dan menjalani kehidupan sekolah di Rygel dengan tenang. Dia yang tak punya kekuatan istimewa disulitkan menghadapi berbagai situasi aneh yang terjadi. Namun, setelah rangkaian kejadian yang...