Sebelumnya ....Dengan jantung yang berjumpalitan Canna memberanikan diri membuka matanya perlahan dan terkejut ketika singa putih itu masih setia menatapnya, bukan dengan sorot marah seperti waktu itu.
Kali ini ... seperti menuntut sebuah jawaban.
Benar, jawaban mengapa aku nekat mencarinya.
______________
MASIH dengan tubuhnya yang gemetaran, Canna ragu-ragu untuk mundur, tentu ia tak ingin berlama-lama di sana dengan tatapan tajam hewan itu.
Tapi baru selangkah ia bergerak tubuhnya sudah terdorong pelan oleh singa di hadapannya. Canna menutup matanya lagi. Siapa yang tak takut didekati hewan besar nan buas?
"Tolong jangan--eh?" Kalimatnya terputus lantaran isyarat dari hewan menakjubkan itu. Dengan sorot mata sayu dan kepala yang mengangguk ke arah hutan, kini Canna mengerti jika singa itu memerintahkannya untuk mengikuti ke dalam hutan itu lagi.
"Tapi ... aku tak bisa ke sana!" pekiknya tanpa sadar karena kepanikan. Berbagai macam pertimbangan dan spekulasi buruk bermunculan di pikirannya.
Kalau begitu apa benar dia penjaganya? Tapi... bagaimana jika aku langsung dibunuh begitu mengikutinya ke dalam? Ugh, aku tak tahu harus apa!
Grrr!
Sekarang pekikannya barusan dibalas dengan geraman tak sabar singa itu. Canna tak bisa berkutik, lalu dia kembali mengingat kesepakatannya pada Blaire dan Lucy tentang rencana ini. Mau tak mau harus mengikuti, karena jika tidak ... bisa saja malah nasibnya lebih parah.
"Baiklah. Tapi, tolong jangan membunuhku ...." Canna berkata pelan seraya memandang sekeliling. Netranya yang pekat sedang mencoba memusatkan perhatian pada pepohonan dekat taman padahal jantungnya sejak tadi tak bisa diam. Sungguh sama sekali tak menyangka tiba-tiba sudah bertemu singa itu tanpa harus masuk ke hutan seorang diri.
"Umm, apa kau seorang shapeshifter?" tanya Canna polos karena ia tak tahu dengan cara apa lagi mengatasi kegugupannya saat mengikuti langkah lebar hewan besar itu.
Tak ada jawaban sama sekali. Batinnya mengeluh dan bertanya-tanya.
Apa seorang shapeshifter tak bisa bicara dalam wujud lain? Atau karena memang ia tak ingin menjawabku?
Tapi pertanyaan itu hanya tersimpan dalam pikirannya. Mengetahui singa yang 'pendiam' itu tampaknya sejak tadi hanya fokus mengantarnya ke dalam hutan. Sangat ajaib ketika Canna bisa melihat gerbang menuju Navdä terbuka dengan sendirinya tanpa menimbulkan suara dan interaksi sihir yang istimewa. Seolah-olah seluruh hutan adalah milik singa putih di hadapannya.
Sambil berjalan, Canna diam-diam mengamati tubuh tak biasa yang dimiliki singa itu. Gelapnya hutan didukung dengan cahaya sore yang tersisa menilik di antara dahan dan ranting pohon, menambah kesan kemilauan pada bulu singa yang putih bersih. Canna meneliti setiap jengkal tubuh bagian kanannya seraya melirik ke arah tanah dengan cemas, takut ada yang terinjak oleh langkahnya yang pendek.
Tujuh belas tahun hidupnya sekarang, dan inilah pertama kali berada sangat dekat dengan binatang buas. Buas karena menurutnya singa memang tetap buas walau memiliki wujud lain yang berbentuk manusia biasa. Bahkan Canna yakin wujud manusianya pun tidak jauh beda.
"Umm, apa kita sudah selesai?" tanyanya ketika singa itu berhenti melangkah dan memandangnya dengan tatapan yang tak bisa dimengerti.
"Apa yang harus aku lakukan?" Canna masih keras kepala, tetap mencoba berbicara pada hewan itu sekalipun tak pernah mendapat jawaban.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Siver Crown
FantasyMenjadi remaja terpilih tak membuat Canna berbangga diri dan menjalani kehidupan sekolah di Rygel dengan tenang. Dia yang tak punya kekuatan istimewa disulitkan menghadapi berbagai situasi aneh yang terjadi. Namun, setelah rangkaian kejadian yang...