20 • [Menilik Sejarah] - I

63 13 22
                                    


Sebelumnya ....

"Lihat. Kau bahkan tak basah sedikit pun." Ares mendengus keras, lalu mengucapkan mantra diiringi ayunan tongkat. Seketika pakaian dan tubuhnya kering seperti sedia kala. Lantas ia memandang Canna yang masih tersenyum kecil, mau tak mau Ares ikut terkekeh walau tak sampai lima detik.

"Jadi, apakah aku sudah sehebat itu?"

Pertanyaan sombong itu keluar dari mulut Canna saat mereka sudah berbalik untuk kembali.

"Ya. Setidaknya kau sudah mengenali satu lagi kemampuanmu."

______________

Aku tak pernah menyangka memiliki kekuatan ini. Rygel sungguh membuat diriku merasakan perubahan yang kontras dengan yang dulu. Bahkan sampai pagi ini pun setelah aku berkali-kali mencoba kekuatanku yang 'baru saja' kutemukan kemarin, aku masih tidak percaya. Berkali-kali saat di kamar mandi, air dalam bak benar-benar menuruti perintahku. Sebenarnya hanya ingin mencoba, tapi lama-kelamaan aku jadi menikmati dan bermain-main dengan air. Hal itu kurasa tak masalah asal tidak mengganggu siapa pun. Huh, tolong ingatkan aku jika sudah keterusan bermain menggunakan kekuatan.

"Heh, Cann. Jangan melamun. Aku tau kau masih belum bisa lepas dari pikiran itu. Tapi, ayolah, pelajaran akan dimulai." Blaire menegurku dengan suaranya yang agak serak karena semalam dia minum cokelat panas terlalu banyak sebelum kami berdua akhirnya tertidur pulas. Jangan bertanya mengapa ia tahu tentang apa yang terjadi saat latihan dan kelas kemarin, aku yang menceritakannya. Yah, setidaknya agar dia tahu jika ada kejadian aneh yang menimpaku lagi, semoga itu menjadi salah satu petunjuk untuk kami bisa menyelidiki lebih jauh.

"Okay. Bagaimana kalau kita turun sekarang?" tawarku pada Blaire yang saat ini masih sibuk merapikan syal putih agar dapat melilit leher jenjangnya yang sudah kering karena kedinginan.

Dengan cepat gadis itu mengangkat tas dan mengamit lenganku. Kami turun ke bawah menuju aula makan utama seperti biasa. Awal tahun seperti ini udara masih dingin, terutama di sekitar asrama yang letaknya paling dekat dengan hutan. Saat malam hari kadang-kadang aku terbangun karena udara dingin yang menusuk tulang. Sulit untuk tertidur pulas kembali tanpa dibantu minuman hangat atau berlapis-lapis kain yang kuambil untuk menebalkan selimut.

"Hari ini kita sekelas, Canna!" pekik Lucy-gadis itu sudah menungguku dan Blaire di ujung halaman asrama. Rambut pirangnya-yang cerah dan kemilauan seperti biasa-dibiarkan tergerai panjang hingga punggung.

"Bagaimana kau bisa tau jika kita sekelas kali ini?" Aku membalas senyumannya dengan lambaian tangan. Oh, kalau melihat tingkahnya yang seperti ini aku berani menjamin dia belum tahu apapun yang kualami saat latihan kemarin. Tapi aku sudah berpesan pada Blaire semalam agar meneruskan cerita itu pada Lucy saat mereka bertemu. Biasanya memang kelas shapeshifter dan penyihir lebih sering bertemu dari pada dengan kelasku yang ... bisa dibilang agak berbeda jadwal dan kegiatannya.

"Yeah. Aku mendengar dari teman. Tapi hanya satu pelajaran saja," keluhnya dengan lesu. Kalimat kedua seperti diucapkan dengan terpaksa. Aku terkekeh melihat itu. Bukankah kami tetap bisa bertemu dan ngobrol walau tidak menjalani kelas yang sama seperti biasa? Mengapa ia sedih dan kesal?

"Tak apa. Lagi pula, belum tentu kita bisa bergaul dalam satu ruangan, Lus," balasku untuknya. Hal ini benar, kami tak bisa banyak interaksi dalam seruangan yang banyak sekali orang di dalamnya. Tak pernah kutemukan tempat untuk bisa mengobrol secara bebas di kelas-karena kelas Rygel hampir tak pernah berisik walau aku tahu jika mereka semua terkadang tak menjaga omongan dan perilaku di luar jam pelajaran. Dengan menyebarkan isu serta bergosip contohnya.

Blaire menyahutku, "ck sudah kubilang, Canna. Lucy selalu kesepian. Teman sekamarnya sama sekali cuek dan tak peduli akan dia. Makanya-"

"Teruskan saja, Blaire. Aku lelah harus berdebat denganmu!" bantah Lucy dengan wajah yang memerah malu. Blaire tertawa terbahak-bahak sambil membungkukkan badan, perilaku yang sangat membuat Lucy kembali geram dan ingin membalas lebih sengit. Tapi aku langsung mencegahnya.

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang