12 • [Siapa Adelaide?]

87 21 29
                                    

Point of view || Author

ARES bersedekap. Dua kali sudah ia berkeliling perpustakaan yang luasnya tidak bisa diremehkan. Mencari sisi mana yang cocok digunakan untuk berlatih dalam setiap sudut rak dan sekat dinding. Canna mengikutinya dengan jengkel. Beranggapan kalau semua yang dilakukan Ares sia-sia saja. Sejak tadi ia mengeluh dalam hati. Hampir menyesal mengapa dirinya mau-mau saja minta tolong pada Ares.

"Nah. Di sini pas," cetus Ares mendadak. Ketika keduanya berhenti di sudut ruang baca bagian buku pelajaran. Rak-rak yang jauh lebih tinggi dibanding dengan ruang baca lain membuat Ares memutuskan untuk mulai berlatih di sana. Bau buku menyengat dan debu bertebaran di tempat itu menegaskan bahwa jarang sekali anak-anak berkunjung di situ.

Sebaliknya, Canna menganggap tempat pilihan Ares kuno. Tidak ada sisi pemandangan indah yang bisa dia pandang sambil berlatih nanti. Buku-buku tebal pelajaran yang sudah lama tentu saja, sebuah meja tua besar yang terletak tepat di pojok ruangan tempat mereka berhenti tampak reyot dan tidak menarik, lantai yang tidak sebersih ruangan lain, debu-debu yang menghiasi sekeliling, dan yang paling parah adalah adanya Ares di sisinya yang seakan puas dengan hasil temuan tempat yang sudah ia temukan ini.

Canna mencibir dalam hati. Bertanya-tanya apa tujuan pemuda itu membawanya ke perpustakaan untuk berlatih kekuatan. Menurutnya, perpustakaan terlalu sempit dan--yah meskipun luas juga tapi tentu saja penuh dengan buku-buku di mana pun itu. Membuat Canna merasa tidak leluasa bergerak. Satu-satunya hal menyenangkan yang bisa Canna temukan di ruang itu adalah adanya dinding yang terlukis gambar-gambar--yang ia tebak-- tokoh legendaris dari Rygel dan kerajaan-kerajaan Pulchra. Atau bisa jadi itu adalah guru-guru yang dulunya mengajar di Rygel.

"Sekarang kita ... mau melakukan apa?" tanya Canna tanpa menatap Ares. Matanya terpaku pada salah satu lukisan di dinding yang menunjukkan potret seorang ksatria berkuda dengan rupa tampan yang jelas-jelas bukan dari Siver.

Ares berbalik memandang Canna, menyudahi kegiatan melihat-lihatnya. Ia memerhatikan gadis itu. Ikut memandang lukisan yang sedang diperhatikan Canna lekat-lekat. Senyuman datarnya terlukis lembut ketika ia hendak membuka mulutnya dan berbicara dengan nada tertarik yang amat kentara. "Namanya Sir Claudio. Dia dulu adalah pengawal raja Rasnevrô yang entahlah aku tak tahu namanya."

Canna tertarik, pandangannya beralih menatap Ares dengan kilat keingin-tahuan. "Kau tau Rasnevrô?" tanyanya polos, "boleh ceritakan?" Canna bertanya penuh minat.

Sedangkan Ares yang diajak bicara justru menampilkan seringai geli. Amat jelas hingga Canna mengernyit bingung. "Kau benar-benar tidak tau apa-apa rupanya. Apakah kau tak pernah mendengar sedikit pun tentang kerajaan yang katanya mitos itu? Tentu saja kecuali di buku-buku pelajaran atau dongeng yang beredar."

Canna bersemu merah. Malu mengatakan bahwa sebenarnya ia malas mendengarkan hal-hal tentang dunianya atau kerajaan lain. Yah, semua berbeda saat Victor memberinya memori itu dan ... BOOM! Perasaan tak enak selalu meliputi benak Canna kala memikirkan hal tak masuk akal itu. Dan jika ia tak mencari tau, perasaan tak enak itu semakin bercokol di hatinya dan tak bisa begitu saja lepas.

"Oh, ah ... maksudku aku ha-hanya ingin tau saja darimu!" Tak sadar karena perkataannya terkesan memaksa agar terlihat membantah Ares, Canna kembali menunduk dalam dan meremas tepian bajunya.

"Kau terlihat bodoh, Nona Bel." Ares kembali menunjukkan smirk-nya. Baginya mengatai Canna adalah suatu kesenangan. "Tak apa. Setidaknya kau mau menuruti kata-kataku agar latihan hari ini berjalan lancar. Tanpa pertanyaan-pertanyaan bodohmu itu tentu saja."

Canna memerah lagi. Ia jelas tidak terima dibilang bodoh dengan seenaknya. Tapi tak mungkin lagi bagi dirinya untuk berdebat melawan Ares. Dengan menarik napas panjang dan mengepalkan tangannya Canna bertekad dalam hati ...

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang