00 • [Prolog]

353 55 29
                                    

The Siver Crown

<<▪>>

PERHATIAN

CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA.

SELURUH ISI YANG ADA DIDALAMNYA MURNI BUATAN PENULIS DAN TIDAK UNTUK DIPLAGIAT. HARGAI KARYA ORANG LAIN.

<<▪>>

Seorang gadis menyeretkan langkahnya dengan paksa di antara duri dan rerumputan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis menyeretkan langkahnya dengan paksa di antara duri dan rerumputan. Kaki telanjangnya sudah lecet di mana-mana, dress berwarna biru panjang tak lagi bisa melindungi lengan dan pinggangnya yang kini sudah koyak oleh gesekan ranting dan duri. Bekas lukanya masih menganga, membuat ia sesekali merintih dan memaksakan diri untuk berhenti sejenak lalu berusaha meredam rasa sakit itu. Napasnya terengah-engah, seolah baru saja dikejar sesuatu dalam gelapnya hutan.

Ia terisak sambil mengeluarkan air mata sepanjang jalan. "Adelaide, adelaide .... Apakah kau benar-benar peduli padaku? Jika ya, mengapa semua ini terjadi? Kutanya sekali lagi. Apakah kau—"

Gadis malang itu menghentikan protesan kecilnya yang amat pelan di tengah-tengah sunyinya hutan. Ia terbelalak saat melihat cahaya kebiruan menerangi langkah kakinya.

"Aku tak pernah berhenti memperingatkan dirimu."

Suara lembut itu membuat sang gadis mendongak. Memperlihatkan mata sembab dan wajah kotor bekas tanah. Seketika ia terduduk dan berteriak ketakutan. Terutama setelah menyadari siapa yang berada di hadapannya dan maksud kalimat tadi.

"AAAAKHHH! PERGI!"

Seolah belum cukup dengan teriakan itu, kakinya bergesekan dengan tanah dan duri, memaksa mundur tubuhnya yang terluka. Dengan keberanian yang tersisa, tangan pucat itu mengambil segenggam tanah dan melemparkannya pada sosok menyerupai malaikat di hadapannya dengan emosi yang meluap-luap. Tak lama kemudian ia terisak, bibirnya bergetar, disusul gelengan kepala berulang kali dengan frustrasi.

"Ini semua tidak adil," katanya dengan suara parau. Isakannya semakin kencang. Air matanya sudah membasahi seluruh wajah, bercampur keringat dan sedikit darah pada luka yang masih basah. Tangannya menarik-narik rambut pendeknya dengan sangat kencang, lalu kembali menjerit.

"Ini tidak adil! Kau, Adelaide, adalah takdir yang paling buruk. Malapetaka yang menimpa hidupku."


<<▪>>

Bersambung

________________

Haii, buat siapapun yang sudah mampir ke sini, terima kasih ya. Rav juga mengharapkan vote dan komen sebagai bentuk dukungan dari pembaca ^^ biar cerita ini juga cepat berkembang.

Btw, gimana pembukanya?

Well, memang masih banyak yang bikin bingung dan bertanya-tanya. Tapi tenang aja, semua akan dijelasin di part-part lanjut. So, nikmati aja, ya! 😄

Pssst, kritik sarannya jangan lupa, hihi.

See you. Sampai ketemu di part 1

(15/07/2020)

The Siver CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang