41. Pengakuan Satya

5.4K 670 76
                                    

Tak bisa diungkapkan bagaimana Satya dengan ikhlas membuang ego untuk bisa mengakui segalanya pada sang adik ipar. Wajah Zaki terlihat datar dan tak berucap apa pun. Pengakuan ini Satya lakukan agar adik dari istrinya tersebut mau bekerja sama sampai waktu perceraian tiba.

Ia tahu, Zaki pasti akan menolak tawarannya, tetapi Satya tak punya jalan lain selain meyakinkan sang adik ipar. Satya hanya tak ingin kecurigaan Zaki menjadi-jadi dan saat menemukan fakta, lelaki tersebut akan membeberkan segalanya pada kedua orang tua mereka.

Satya ingin ini berakhir damai tanpa adanya pertengkaran antara dua belah pihak. Masalahnya hanya dengan Sadina, ia tak ingin orang tua juga turut dalam perjanjian mereka. Ini sangat tak diharapkan Satya. Jika saja Zaki tidak curiga sejak awal, hingga mencari Nicky untuk menanyakan sebuah fakta, Satya tak akan dibuat bingung.

"Cerainya berapa lama lagi?" tanya Zaki datar.

"Delapan bulan lagi, ini nggak bakal lama, jangan beberin ke siapa-siapa." Satya mengingatkan kembali.

Seketika Zaki menatapnya tajam. "Delapan bulan lagi. Kalau dalam waktu delapan bulan kakak gue hamil? Masih tetap ada perceraian."

Satya menelan saliva. Ini yang ditakutkan. Ia dan Sadina terlalu jauh bermain, sampai lupa batasnya. Mau bagaimana lagi, Satya lelaki normal yang bila ditawari tubuh seorang wanita pasti tak akan menolak. Apalagi, Sadina adalah perempuan yang paling ia cintai.

"Itu nggak bakal terjadi," ucap Satya, padahal ia meragukan ucapannya sendiri.

Zaki terkekeh. "Oh, ya? Empat bulan tidur di kamar yang sama, yakin nggak terjadi apa-apa?"

Ah, Satya menyesal mempertontonkan ciuman panasnya dengan Sadina tadi malam pada Zaki. Harusnya, ia mengaku saja di malam itu, tak perlu mengikuti cara sang istri yang ingin si adik percaya bahwa pernikahan mereka bukanlah pernikahan kontrak.

"Kalau terjadi apa-apa, pasti ada. Namanya juga suami-istri—"

Ucapan Satya terpotong karena Zaki menggebrak meja. Lelaki itu terlihat sangat marah, membuat Satya harus diam sambil menunggu emosi Zaki meredam.

"Lo enak, cowok. Kakak gue gimana?" Zaki berucap lagi.

Satya melepas punggungnya dari sandaran kursi. Keadaan sekitar kafe terasa tenang akibat gebrakan meja yang dilakukan Zaki tadi, meskipun perhatian para pengunjung kini berpusat pada mereka.

"Mau tahu rahasia?" Satya menawarkan sesuatu.

Zaki malah membuang pandangannya. "Nggak perlu banyak bicara, makin lo bicara, rasanya gue pengen nonjok muka lo."

"Gue persilakan," ucap Satya, yang seketika membuat Zaki menoleh. Ya, pertama kalinya Satya bicara non formal kepada sang adik ipar. "Bisa dibilang langkah gue saat ini berhasil, bikin kakak lo nggak mau lepas dari gue. Gue juga nggak mau cerai dari dia, tapi entah Sadina-nya gimana."

Zaki memicingkan mata, mungkin saja bingung dengan apa yang Satya utarakan. Padahal, ia sudah mencari kata-kata yang bisa dipahami si adik kecil itu.

"Jangan protes ke Bang Satya soal pernikahan ini. Yang harusnya didatengin itu kakakmu, bujuk dia biar nggak mau cerai dari Bang Satya," jelasnya.

Zaki masih tak merespons, tetapi Satya tahu kali ini sang adik ipar sudah mengerti apa maksudnya. Semua ini tidak akan rumit jika Sadina mengalah pada ego. Yang sebenarnya, Satya juga kasihan pada Sadina yang terus ingin memuaskan nafsu, tetapi ujung-ujungnya malah akan menelan kerugian sendiri karena perceraian.

Satya ingin sekali menolak keinginan Sadina yang terus meminta dipuaskan, karena ia juga memikirkan nasib perempuan tersebut. Anehnya, saat ini Sadina malah cuek dengan nasib sendiri, dan lebih menikmati kehidupan sebagai seorang istri.

Satya hanya ingin menunggu waktu yang pas untuk menanyakan pada Sadina, apakah masih ingin terus bersamanya atau tetap berjalan pada perjanjian yang sudah tertulis. Ini benar-benar membingungkan.

"Kenapa Bang Satya nggak ngomong sendiri ke kakak?" tanya Zaki yang berubah formal.

Satya menggeleng. "Dia terlalu gengsi mengakui, lagian juga Bang Satya nggak yakin dia bakal mau bareng terus."

Zaki menghela napas. "Separah itu, ya?"

"Sebelumnya lebih parah lagi."

_______

Enaknya punya saudara, ya, ini. Bisa saling membantu satu sama lain. Satya baru kali ini merasa punya adik yang mau mengangkat barang-barangnya secara suka rela. Seumur hidup ia adalah anak tunggal, yang malah membuatnya mengerjakan apa pun sendirian, tanpa bantuan saudara kandung.

Namun, setelah menikah dengan Sadina, Satya memiliki dua adik. Adik bungsu sang istri kini tengah membantunya mengangkat barang memasuki unit apartemen yang baru ia beli tepat di sebelah Sadina.

Zaki dengan senang hati menawarinya bantuan pindah rumah. Begini lebih baik, Satya bisa menahan diri untuk tak tidur di ranjang yang sama dengan Sadina, sampai nanti proses cerai selesai.

"Lo ngapain?" tanya Sadina yang baru saja keluar lift.

Satya yang kebetulan berada di luar unit, seketika menoleh ke arah perempuan tersebut. "Gue pindah ke sini, nggak apa-apa, 'kan?

Sadina nampak terkejut, lalu melangkah ke dalam unit baru Satya. "Loh, Dek?"

Jelas saja perempuan itu terkejut melihat Zaki yang turut hadir di sana, Satya tak sedikit pun membicarakan ini pada Sadina. Sengaja, agar sang istri tak melarang kepindahannya.

"Gue minta penjelasan, sekarang!" tukas Sadina, lalu melangkah ke unitnya sendiri.

Satya mengikuti perempuan itu dari belakang. Di dalam unit Sadina, terdengar suara benda yang saling beradu. Satya tahu, sang istri saat ini sedang mengamuk sangking kesalnya pada suami sendiri. Mau bagaimana lagi, langkah ini mau tak mau harus dilakukan Satya.

"Lo gila!" bentak Sadina, saat Satya baru saja masuk.

Yang pertama dilakukan Satya adalah menutup pintu, kemudian melangkah ke arah Sadina. Bisa ia lihat, keadaan sekitar benar-benar tidak baik-baik saja. Banyak benda yang sudah tak berada di tempat semestinya.

"Mau gimana lagi, nggak ada jalan lain selain ngaku ke Zaki. Daripada dia ngadu mulu ke ayah dan ibu," jelas Satya.

Sadina maju selangkah. "Lo udah ngaku, terus kenapa harus pindah rumah segala? Lo bisa tinggal di sini bareng gue!"

"Gue nggak bisa terus tinggal bareng lo. Kita bentar lagi cerai, dan lo tahu sendiri, kita mainnya udah terlalu jauh." Satya mencoba meyakinkan Sadina bahwa ini yang terbaik.

Perempuan itu terlihat frustrasi. "Kita bisa mikirin itu nanti. Nggak ada jaminan lo nggak bakal tergoda sama perempuan lain, saat situasi kita berdua lagi berantakan gini!"

Satya menggeleng. "Itu nggak bakal terjadi."

"Siapa yang jamin?"

"Gue."

Sadina melengos sangking tak percayanya dengan apa yang Satya yakinkan. Kemudian, perempuan itu dengan langkah lemas segera menuju kamar. "Terserah, gue malas debat, jangan deketin gue lagi."

Kalau sudah begini, Satya tak bisa berbuat apa-apa lagi. Entah apa yang diputuskan Sadina benar-benar keyakinan dari hati atau tidak, yang jelas Satya tak menyepelehkan keputusan tersebut.

Untuk beberapa waktu, mereka sepertinya harus jadi orang asing. Status yang paling aman berlaku adalah tetangga.

_________

2024

Kalau ada yang mau beli pdf, silakan ke no.WA 082290153123. Harganya 25K yaaaa 🥰

Mau nawarin juga paket PDF nih. Jadi 50K bisa dapat dua judul, yaitu MY CEO IS MY HUSBAND dan ISTRI SETAHUN SATYA.

Istri Setahun SatyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang