Empat bulan berlalu, setelah hari pernikahan Laras dan Anggara. Kini hubungan antara Naysa dan Gavin mulai lebih baik dari sebelumnya, bahkan mereka jauh lebih dekat sekarang ini. Setiap pagi, Gavin selalu menyempatkan menjemput Naysa dan mengajaknya sarapan sebelum berangkat ke sekolah.
Hati Naysa pun mulai membaik, ia tak lagi berlarut-larut mengharapkan Regan. Ia masih sering bertukar kabar dan bercerita pada Regan, namun sebisa mungkin, Naysa tidak lagi mengharapkan Regan kembali.
Pukul 6 pagi, seperti biasa, Gavin sudah berada di gerbang rumah Naysa. Ia mengirimkan pesan pada Naysa, memberitahukan bahwa dirinya sudah siap menjemput. Naysa pun melakukan perannya dengan baik, dia selalu selesai bersiap sebelum tepat jam 6 pagi.
"Selamat pagi, Naysa." sapaan itu selalu terdengar setiap Naysa membuka gerbang, suara berat dengan nada lembut itu begitu sejuk di dengar.
Naysa mengeratkan tas yang berada di pundaknya. Hari ini ada kegiatan olahraga, yang mengharuskan semua siswanya menggunakan pakaian olahraga.
Kaki Naysa bergerak menuju ke arah Gavin, ia tersenyum, "Selamat pagi juga, Gavin."
Gavin tertawa, ia tak menyangka, usahanya mendekati Naysa selama hampir lima bulan ini mengalami kemajuan. Walau tak begitu pesat, ini cukup lebih baik. Gavin menatap Naysa, "Hari ini, kita naik sepeda aja ya, Nay?"
Naysa menganggukkan kepalanya, ia segera menaiki jok belakang sepeda Gavin. Setelah Naysa benar-benar sudah naik di sepeda Gavin. Gavin segera mengayuh sepedanya meninggalkan pekarangan rumah Naysa. Gavin mengayuh sepeda itu dengan penuh semangat bak sedang berlomba di tingkat nasional. Sepeda itu, Gavin arahkan ke arah tukang bubur langganan mereka yang jaraknya tak begitu jauh dari sekolah.
Waktu mereka tidak banyak, tinggal 20 menit lagi bel berbunyi. Mereka memakan bubur itu tidak sambil berbicara, paling hanya saling menatap dan tersipu malu saja.
Setelah mengisi perut, Gavin membayar total semuanya, ia dan Naysa keluar dari tenda yang disediakan untuk tempat para pembeli duduk. Gavin menuntun sepedanya, karena memang jarak dari tukang bubur dan sekolahan itu benar-benar dekat. Hanya keluar dari gang saja, Gerbang sekolahan itu sudah nampak jelas.
***
Sudah 3 hari, sekolah SMA Mahardika tidak melakukan kegiatan KBM, itu dikarenakan karena sebentar lagi sekolah ini akan merayakan ulang tahun, setiap minggunya, akan selalu ada kegiatan yang lumayan mengurangi jam KBM. Minggu lalu, 3 hari di gunakan untuk belajar tentang pelajaran bahasa, entah itu bahasa asing, bahasa nasional, atau bahasa daerah. Dan minggu ini, di adakan kegiatan olahraga, tidak semuanya ikut berpartisipasi. Beberapa ada yang di pilih untuk mewakili kelas, dan sisanya di suruh untuk menyiapkan segala makanan atau merias kelas se-bersih dan se-rapi mungkin. Minggu depan pula, akan diadakan kegiatan yang berhubungan dengan seni, entah itu melukis, menyanyi, ataupun yang lainnya. Dan baru minggu depannya lagi, sekolah akan mengadakan kegiatan yang cukup besar untuk merayakan ulang tahun, acaranya tertutup, dan biasa di lakukan pada saat malam minggu.
Kali ini, Naysa bersama Mutia kebagian untuk membuat hiasan dari kertas berwarna yang nantinya akan di pajang di jendela kelas. Warna yang kertas yang di beli oleh Yusuf sangatlah mencolok, katanya, agar semua yang ada di kelas merasakan kegembiraan, karena banyak hiasan yang berwarna terang.
"Ini gimana sih, kok ngga bisa-bisa!" Bulan mulai mengomel, karena hiasan yang ia buat selalu gagal.
"Cara lu salah, moon." Yusuf menimpali, dia duduk di samping Bulan, "Makanya, kalo ada yang lagi jelasin, liatin sama dengerin. Yang lain udah bikin banyak. Lah elo, satu aja belum." omel Yusuf, membuat Bulan berdecak karenanya.
"Ini susah, Cup!" Bulan merengek, sudah hampir satu jam, para siswa yang ada di ruangan menata kelas dan membuat hiasan, hanya Bulan saja yang belum berkontribusi sama sekali. Ia sudah mencoba membuat hiasan yang dilakukan teman sekelasnya yang lain, namun entah kenapa, selalu gagal.
"Ikutin gue, Lan. Kalo masih belum bisa, keterlaluan banget deh!" Yusuf mulai mempraktekkan cara membuat burung dari kertas origami berukuran kecil itu, dengan telaten ia mengajari Bulan, walau Bulan selalu berputus asa, tapi dengan kesabaran yang tiada batas, Yusuf masih telaten mengajarinya perlahan.
"Kadang, gue mikir. Kayaknya si Bulan sama si Yusuf itu saling melengkapi, ya?" Bimo selalu teman solid Yusuf mulai bersuara, sejak lama dia berpikir, walau Yusuf sering meledek Bulan, dan Bulan sering kesal karena Yusuf, tapi ketika di satukkan, mereka benar-benar bisa serius dan saling membantu.
"Emang cocok sih," ujar yang lainnya menyetujui.
"Bulan tuh, orangnya susah buat di ajarin orang lain, dan ga sembarang orang bisa ngajarin dia dan kuat ngladenin sikap dia. Tapi, si Yusuf itu, walau suka misuh waktu ngajarin Bulan, tapi dia benar-benar ngajarin Bulan sampai bisa, dan endingnya, mereka pasti saling berterima kasih satu sama lain. Udah sering terjadi sih ini." Ehan ikut duduk di samping Bimo, menatap dua sejoli yang biasanya saling bertengkar dan berdebat itu duduk berdampingan tanpa peduli sekitar.
Naysa menatap Yusuf dan Bulan. Mereka memang tampak serasi jika dilihat oleh orang yang sudah tau kepribadian mereka masing-masing. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Yang Naysa tau, Yusuf dan Bulan memang dulunya satu sekolah waktu SD, dan kabarnya mereka memang lumayan dekat, namun mereka kembali di pertemukan kembali di SMA, karena waktu SMP, Bulan harus mengikuti orangtuanya yang pindah ke luar kota. Mungkin saja, sejak kecil dulu, mereka sudah saling memendam rasa, hanya saja bingung mengutarakannya. Karena memang, berteman dengan seseorang yang berbeda lawan jenis itu sulit jika tidak melibatkan perasaan.
Naysa menutup mata, ia kembali berkutat dengan kertas-kertas yang berada di tangannya. Jari-jarinya sangat lihai membuat burung-burung dari kertas kecil itu.
Ponselnya tiba-tiba berdering, membuatnya menghentikan sebentar melakukan kegiatan membuat burung dari kertas origami berwarna biru yang berada di tangannya.
Gavin👦
Lapangan, panas, haus.Naysa menghernyitkan dahinya bingung dengan pesan yang di kirimkan Gavin. Ia mencoba mencerna apa yang di maksud Gavin. Satu menit berlalu, Naysa akhirnya tau apa yang di maksud Gavin. Dengan cekatan Naysa berdiri, mengambil handuk kecil yang di bawanya di dalam tas, ia segera beranjak menuju kantin, membeli minuman. Setelah sudah membeli minuman dan juga membawa handuk kecil, Naysa berjalan menuju ke arah lapangan.
Matanya menelisik, menatap para siswa yang berlalu-lalang tidak karuan. Naysa akhirnya menemukan Gavin yang tengah beristirahat di kursi yang lumayan jauh dari arah lapangan. Naysa dengan cepat melangkah menghampiri Gavin.
"Nih." Naysa menyerahkan handuk kecil dan satu botol air mineral itu tepat di wajah Gavin yang sedang memejamkan mata.
Mata Gavin terbuka, dengan segera, menyambar minuman yang masih dingin itu, ia menegaknya dengan cepat, seolah itu adalah air terkahir di muka bumi ini. Naysa duduk di samping Gavin, dan menyerahkan handuk kecil itu kepada Gavin.
"Gamau ngelapin sekalian, Nay?" tanya Gavin, ja mendongakkan wajahnya, menunggu tangan Naysa mengelapkan handuk itu ke arah lehernya yang penuh dengan keringat setelah bermain basket tadi.
Naysa tersenyum, ia mengangkat handuk yang berada di tangannya lalu menemplokkannya pada wajah Gavin. "Ga tau diri banget!"
'Naysa jutek mode on.' Batin Gavin mulai bersuara
Gavin mengambil handuk itu dan mengelapkannya pada wajah dan bagian leher nya yang dipenuhi keringat. Dia menatap Naysa sambil tertawa lebar.
"Ga nyangka ya, Nay. Kita bisa se-dekat ini. Walaupun emang masih dalam tahap yang biasa saja. Tapi, ini seperti keajaiban. Lo yang selalu ngejauhin gue, perlahan mulai menerima kehadiran gue. Lo yang selalu jutekin gue, sekarang mulai mengurangi itu semua. Lo udah berubah, Nay. Perubahan itu buat gue semakin yakin, kalo lo, emang orang yang pantas gue dapatin. Mungkin bukan sekarang, karena emang gue belum bisa buktiin itu ke lo. Tunggu aja, Nay, biar waktu yang ngasih tau lo, kalo lo juga mampu cinta sama gue.
****
😷🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationship
RomansaKarena, pada akhirnya semua akan menemukan pelengkap hatinya masing-masing. Yang tak hanya melengkapi hati juga hidupnya nanti. Tapi juga melengkapi semua kekurangan yang ada dalam diri. **** Tentang hubungan yang rumit, yang tidak pernah terduga da...