15. Rutinitas Baru

56 30 4
                                    

{SELAMAT MEMBACA CERITA INI, JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT♡}

****

Gavin terus melangkah di ikuti oleh Naysa di belakangnya. Naysa melihat lamat-lamat punggung Gavin yang amat tegap. Kalo dilihat-lihat, punggung Gavin sama seperti punggung Regan. Sama-sama tegap. Hanya bedanya, kalo Regan itu sering membuat Nayla bahagia, tapi kalo Gavin sering membuat Naysa kesal. Yah, mungkin hanya itu bedanya. Kalo dilihat dari tingginya,  sepertinya tinggi Regan dan Gavin tak begitu jauh. Juga wajah mereka. Mereka sama-sama tampan. Tapi tetap saja, hanya Regan yang paling sempurna di mata Naysa.

Setelah berjalan melewati beberapa kelas, akhirnya mereka sampai didepan ruang guru. Gavin menghentikan langkahnya tepat di samping ambang pintu. Sedangkan Naysa? Ia terlalu sibuk mengamati punggung tegap Gavin sampai tak sadar bahwa Gavin sudah menghentikan langkahnya tepat di depan dirinya. Gavin membalikkan badannya berniat membagi buku yang ada di tangannya kepada Naysa, tapi malang, dadanya langsung dihantam oleh kepala Naysa yang tengah lengah.

Naysa memegangi kepalanya yang menghantam dada bidang milik Gavin, juga perutnya yang bertabrakan langsung dengan tumpukkan buku yang tengah dibawa Gavin.

"Lo kalo mau berhenti bilang dulu dong, jangan asal berhenti aja. Sakit Nih!" Ujar Naysa kesal.

Gavin menaruh buku yang tengah dibawanya ke kursi yang dekat di sekelilingnya. Setelah itu ia mengelus kepala Naysa lembut. "Maaf ya Nay."

Naysa yang tengah memegang kepalanya seketika tertegun dengan perlakuan dan ucapan Gavin. Sebenarnya ini memang bukan sepenuhnya salah Gavin. Naysa juga salah karena terlalu fokus menatap punggung Gavin sampai tak memperhatikan langkah Gavin.

"Iya iya, gue maafin. Lepas lepas!" Naysa menepis tangan Gavin yang tengah mengelus kepalanya.

Gavin menghela nafas berat, ia mengambil buku yang tadi di taruhnya lalu menyerahkan setengahnya kepada Naysa. Naysa menerimanya. Setelah itu mereka berdua memasuki ruang guru menuju meja pak Rahman.

Saat sampai di depan meja pak Rahman, Naysa dan Gavin segera menaruh tumpukkan buku itu di meja. Pak Rahman menatap Gavin. "Kamu murid baru?"

Gavin mengangguk. "Iya, saya murid baru pak. Gavin."

Pak Rahman hanya membulatkan bibirnya. "Kenapa kamu dekat sama Naysa?"

"Eh, itu pak, ta-" Naysa yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh ucapan Gavin.

"Dia kan cewek pak. Masa bawa buku seberat itu. Makanya saya bantuin. Kalo soal deket atau ngganya sih gatau pak. Lagi proses."

Naysa menyikut perut Gavin. "Apaan sih!"

Pak Rahman membuang muka, "Yaudah sana kembali ke kelas."

Naysa dan Gavin mengangguk, mereka kembali ke kelas, menuruti perintah guru yang usianya sekitar 35 tahun itu. Tapi, jangan salah. Wajah pak Rahman itu masih fresh. Bahkan banyak sekali siswi yang mengidolainya. Selain wajahnya yang sangat manis, pak Rahman juga sangat baik apalagi soal nilai.

"Pak Rahman mukanya masih seger banget ya." Ucap Gavin yang berada di belakang Naysa.

Naysa tak menanggapinya, ia terus melangkah. Ia ingin cepat-cepat sampai kelas dan menghindari Gavin.

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang