29. Pernikahan (1)

9 7 0
                                    

'Aku selalu jatuh ke perangkap yang sama, berulang kali. Meskipun tau akhirnya akan tetap sama. Sama-sama menyakitkan.'

****

Hari ini, kota Jakarta diguyur hujan. Tidak begitu deras, tapi cukup membuat orang malas beraktivitas. Air yang turun terus menerus berjatuhan pada permukaan yang sama. Seperti manusia yang selalu berharap ke hal yang sama, padahal tau akhirnya akan menyakitkan.

Naysa sudah siap dengan seragam sekolahnya. Di depan teras rumah, ia terus menatap langit yang mendung. Awan hitam itu terus menyelimuti, suara air terus berguyur jatuh ke jalanan. Naysa menarik nafas panjang, menikmati sensasi air hujan. Hujan memang tidak memiliki aroma yang khas, tapi air hujan bisa membuat orang merasakan kedamaian.

Taksi yang Naysa pesan sudah datang. Naysa berlari kecil ke arahnya. Seragamnya sedikit basah.

Saat sudah berada di dalam taksi, ponsel Naysa bergetar. Merogoh kantong jaketnya dan mengambil ponsel.

Ternyata pesan dari Regan.

Regan Wibisana
Disana, udah musim hujan, kan?
Jangan lupa jaga kesehatan.

Naysa tak berniat membalas pesan dari Regan. Ia lebih memilih memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku jaketnya. Naysa menatap jendela, melihat air yang tak kunjung reda.

Tanpa sadar, taksi itu sudah berada di depan gerbang sekolah Naysa. Naysa turun dari taksi dan segera merapatkan jaket yang membaluti tubuhnya. Ia lupa tidak membawa payung, padahal sudah jelas hujan dari pagi tidak berhenti.

Naysa berjalan dengan perlahan. Tiba-tiba Naysa tidak lagi merasa ada tetes air hujan yang mengenai bagian jaketnya. Naysa mendongak, ternyata ada payung yang melindungi dirinya dari gerimis. Naysa menatap ke arah kanan, melihat cowok yang tingginya lebih 5cm darinya. Ya, cowok itu adalah Gavin.

"Mau natap gue sampai kapan?" ujar Gavin dengan senyum yang begitu cerah, berbanding terbalik dengan keadaan hari ini.

"Geer!" balas Naysa ketus sambil memalingkan wajahnya.

Gavin terkekeh ringan, "Yaudah, ayok jalan!' Gavin meraih tangan Naysa, dan melangkah menuju ke ruang kelas.

Naysa diam tak menolak. Tangannya ia biarkan digenggam oleh Gavin. Merasakan kehangatan di antara dinginnya cuaca.

Berjalan berdua di bawah payung berwarna ungu, mereka berjalan begitu santai menuju ruang kelas. Dengan senyum yang sedari tadi tak memudar, Gavin tiba-tiba melepas genggaman tangannya dan merangkul bahu Naysa. Merapatkan jarak yang tersisa.

Mata Naysa membulat, ia meneguk ludah kasar. Kaget.

"A-apaan sih, Sok asik kamu, Vin!" Naysa menyingkirkan tangan Gavin yang bertengger di bahunya.

"Udah 'aku-kamu' nih sekarang," ledek Gavin. Naysa menatap Gavin dengan tatapan membingungkan, setelahnya ia menginjak kaki Gavin dan berlari menuju ruang kelas yang hanya tinggal beberapa langkah lagi.

***

Di dalam kelas, di saat pelajaran sedang berlangsung, Naysa tampak tak tenang. Ia memegang undangan pernikahan kakaknya. Naysa mulai bepikir, dengan siapa nantinya akan hadir ke acara itu.

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang