28. Bantuan

10 9 4
                                    

{SELAMAT MEMBACA CERITA INI, JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT♡}

****

Naysa membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamar yang dihiasi stiker bintang-bintang yang berkerlip. Ia memejamkan matanya. Alam bawah sadarnya mulai mendominasi. Lagi dan lagi, pikiran Naysa dipenuhi akan Regan. Perkataan Regan tadi menguasai pikiran Naysa. Ada yang aneh dengan Regan, itu pikirnya.

Kenapa pula Regan selalu hinggap pada pikiran Naysa dan membuat Naysa lelah memikirkannya.

Handphone yang berada di atas perut Naysa bergetar. Ada notifikasi yang masuk. Naysa meraih handphone nya dan melihat notifikasi itu.

Ternyata dari nomor yang tidak dikenal. Tapi, ada 99 pesan lebih yang belum terbaca oleh Naysa. Ia memiringkan posisinya. Membuka pesan yang amat banyak itu. Dari ketikan dan kata-katanya Naysa tau ini nomor siapa. Naysa menarik nafas panjang dan kembali menaruh ponselnya. Namun, lagi-lagi ponselnya kembali bergetar. Masih dari nomor yang sama.

+62xxxxxxxxx90
Nay? Bales donggg
Naysayang
Hihi canda
Selamat malam
Semoga mimpi indah🤍
Besok sekolah, kan?
Percuma online tapi

Notifikasi demi notifikasi saling bersahutan. Naysa membiarkannya. Ia malas sekali meladeni Gavin. Seketika ia teringat ucapan kakaknya tadi, kalo Naysa harus membawa pasangan di pernikahannya. Dengan cepat Naysa meraih handphone nya. Membaca chat dari Gavin. Sepertinya bukan hal konyol untuk meminta bantuan Gavin guna menghadirii pernikahan kakaknya nanti. Meskipun, Naysa harus menurunkan egonya sedikit.

Jari-jari Naysa bergerak lincah di atas keyboard. Menuliskan pesan untuk Gavin. Baru satu kata, Naysa menghapusnya lagi. Sampai sudah menjadi sebuah kalimat pun, Naysa kembali menghapusnya. Otaknya mulai berpikir, kata apa yang cocok untuk di sampaikan ke Gavin.

Naysa Zevanna
Iya

Naysa menatap pesan yang baru saja ia kirim. Kenapa hanya kata "iya". Naysa melemparkan ponselnya, ia membaringkan tubuhnya. Ini semua gara-gara Regan. Karena kata-kata Regan tadi, Naysa tidak bisa berpikir. Kata-kata tadi begitu membingungkan.

Ponsel Naysa kembali berdering namun enggan untuk Naysa lihat. Sepertinya ia harus benar-benar meminta Gavin menemaninya di pernikahan Laras.

Toh, selama ini juga Naysa tak pernah membenci Gavin. Ia hanya sedikit risih jika Gavin terlalu ikut campur urusannya. Mengingat tentang Gavin, Nayla merubah posisinya menjadi tengkurap dengan tangan yang menyangga dagu.

Jika disuruh untuk memilih antara Regan dan Gavin, Naysa pasti akan bingung. Meski hatinya memang masih ada pada Regan, tapi Regan sudah abu-abu. Hanya tinggal bayangan saja yang tersisa. Ya, Regan nyata. Dia visual yang begitu nyata. Tapi, entah perasaan Naysa saja atau bagaimana, Naysa mulai ragu pada Regan. Regan sudah tak se meyakinkan dulu.

Beralih pada Gavin, baru sebentar mengenal Gavin, Naysa sudah hampir tau 50% tentangnya. Tentang luar Gavin, sikap dan sifatnya. Namun, sampai saat ini Naysa belum menyadari perasaan untuk Gavin. Ia merasa nyaman berada di dekat Gavin, meski tak senyaman bila di dekat Regan.

Naysa menggelengkan kepala. Mereka orang yang berbeda, dengan karakter berbeda dan latar belakang yang berbeda. Dan Naysa tak bisa untuk membandingkan keduanya. Karena hasilnya akan berbeda pula.

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang