12.9

20 3 2
                                    

Image Change

BAB 12 : Arti Dari Sebuah Tindakan

Bagian 9

MyoueMoo

--------------------------------------------------

Sepulang sekolah, harusnya ada pertemuan OSIS. Tapi karena aku tidak tahu Leisha sudah masuk atau belum, terlebih dengan adanya kejadian kemarin, aku jadi enggan datang ke ruangan OSIS. Lebih tepatnya, aku merasa canggung bertemu Leisha. Aku tidak tahu ekspresi macam apa yang harus aku perlihatkan, dan aku tidak berani melihat ekspresi yang akan dia perlihatkan padaku setelah kejadian kemarin.

Selain itu, aku sudah bilang ke Asiana kalau hari ini kita tidak bisa pulang bareng karena aku ada urusan. Dan tanpa ada perlawanan, Asiana mengiyakannya. Dan sekarang, di sinilah aku, duduk tidak jelas di bawah pohon pinggir jalan.

Apa ini urusan yang aku maksud ke Asiana? Tolol sekali!

Kalau aku mengantar Asiana, aku yakin kami sudah sampai dari tadi. Dan semisal aku datang ke ruangan OSIS, pasti Leisha sudah membuka berkas untuk mempelajari persiapan Dies Natalis. Tanpa perlu melakukannya, aku bisa membayangkan apa yang akan terjadi, karena semua itu sudah menjadi keseharianku.

Setelah membuang napas panjang, aku menyandarkan punggung ke pohon.

Lagi, aku mengingat apa yang Bu Melati ucapkan kemarin. Dan jawabanku masih tidak berubah sama sekali, aku ingin menolong Leisha.

Emangnya ada apa lagi selain itu?

"Katanya ada urusan? Kok malah ada di sini?" suara bernada mengejek datang dari belakangku.

Tanpa perlu melihat, aku tahu, dan aku kenal orangnya. Tidak lama kemudian, si Cabe-cabean muncul dengan senyum jahilnya.

"Menguping itu enggak baik tau?" ujarku.

"Aku enggak nguping, aku cuma merhatiin kamu doang kok. Hihihi!"

Aku meliriknya, dan membuat wajah seakan bilang "Ngomong apa sih lu?".

Melihat ekspresiku, si Cabe-cabean membuat tawa tolol dan bilang "Maaf, cuma becanda kok. Boleh aku duduk?" lanjut si Caeb-cabean, padahal dia sudah duduk di sebelahku.

Seenggaknya tanya dulu, baru duduk!

Tanpa melontarkan kata, entah bagaimana aku dan si Cabe-cabean melamun hampir lima menit. Aku mulai merasa suasana di antara kami agak aneh, canggung, dan tidak jelas.

Kenapa juga aku harus duduk sama cewek ini? Dan ngapain dia di sini?

"Ummm, Rey, kamu inget sebutan yang dulu aku kasih ke kamu?" tiba-tiba si Cabe-cabean mengucapkan itu.

Ah, kalau tidak salah dia menyebutku seperti sejenis mi. Kwetiaw? Sohun?

"Bihun?" jawabku ragu karena entah mi jenis apa yang dia pakai untuk memanggilku.

Si Cabe-cabean mengangguk, yang artinya, mi yang aku sebutkan benar.

"Kamu tau arti Bihun, Rey?"

Aku mengangkat bahu mengungkapkan ketidak tahuanku. Terlebih, bagaimana aku tahu arti dari nama sebuah mi? Dan sumpah, aku tidak peduli dengan mi jenis apa yang dulu dia pakai untuk memanggilku.

"Bihun tuh singkatan dari baby sama honey. Hihi," sambungnya dengan tawa jahil.

Baby dan honey, jadi BIHUN. Mendengarnya saja sudah membuat kepalaku sakit, aku bersyukur dulu aku tidak tahu artinya. Andai aku tahu, aku pasti akan merinding karena rasa malu dipanggil seperti itu!

Image Change [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang