6.4

18 2 4
                                    

Image Change

BAB 6 : Rey Razak Menyerah Dengan Takdirnya

Bagian 4

MyoueMoo

--------------------------------------------------

Bosan, itulah kata yang paling cocok untuk menggambarkan suasana hatiku saat ini. Jujur saja, aku suka di rumah, tapi di rumah selama lima hari penuh itu sudah berlebihan. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sedang diskors.

"Phia tahu Kak Rey suka olahraga, tapi jangan squat di depan TV juga dong. Phia mau nonton TV!"

"Phia, olahraga itu sehat dan bisa bikin tubuhmu jadi ideal. Mending ikut Kakak olahra-."

"Nggak, terima kasih!" tolaknya tegas. "Lagian kalau Kak Rey bosen, keluar makanya, jangan di rumah terus!"

"Untuk apa keluar rumah kalau surgaku ada di sini? Lagian aku enggak punya tujuan mau ke mana."

Sophia berdecak lidah, lalu dia berdiri dari sofa dan pergi ke dapur. Tidak lama kemudian, Sophia kembali bersama selembar kertas kecil. "Nih, Phia kasih tujuan buat keluar," ucap Sophia sambil memberikan kertas kecil itu dan uang. Di kertas itu tertulis deterjen dan minyak goreng.

"Bukannya baru beli?"

"Apa salahnya punya stok lebih? Udah pergi sana, Phia mau nonton TV," balasnya sambil mendorongku menjauhi TV.

Sebenarnya aku tidak ingin pergi, tapi karena ini sudah menyangkut kebutuhan rumah, sepertinya aku tidak bisa menolak. Kalau aku menolak, Sophia pasti akan mengadukannya ke ayah atau ibu. Selain itu, sebagian besar kegiatan rumah Sophia yang mengerjakannya, jadi setidaknya aku harus membantu, meskipun hanya sebagai kacung.

"Kak..." panggil Sophia saat aku di ambang pintu.

"Mmhm? Kenapa?"

"Anu... E-enggak jadi deh." Sophia menggeleng, lalu menyungingkan senyuman yang jelas dibuat-buat.

Apa kau pikir senyumanmu itu bisa menipuku?

"Cih... Apa kau masih mengkhawatirkan soal itu?" Sophia memalingkan mata dan menundukkan kepalanya. "Sudah kubilang, 100 tahun terlalu cepat buat kau mengkhawatirkanku." Aku mendekati Sophia dan mengelus kepalanya. "Enggak ada yang perlu kau khawatirkan, aku hanya kembali seperti SMP. Tidak lebih dari itu."

"Kak Rey enggak apa-apa sama itu? Kak Rey udah diselingkuhin, terus disebarin rumor yang enggak-enggak juga sama perempuan itu loh? Kalau Phia jadi Kak Rey, Phia bakal ceritain yang sebenarnya biar cabe-cabean kaya dia tuh tahu rasa!" Sophia mengatakannya dengan emosional.

Jujur, itu membuatku senang karena Sophia marah untukku. Tapi aku sendiri tidak tahu rumor apa yang disebar Aida, jadi mau Sophia bilang menceritakan yang sebenarnya juga aku tidak bisa. Selain itu, terlepas dari orang yang akan percaya dengan ceritaku atau tidak, Aida tetaplah orang yang pernah dekat denganku, jadi mana mungkin aku tega melakukan hal semacam itu? Terlebih Aida itu perempuan, aku tidak yakin dia bisa tahan kalau berada di posisiku.

"Bentar, apa tuh cabe-cabean?"

"Cewek murahan, cocok kan sama perempuan itu?" ucap Sophia sambil menyeringai puas.

"Pffft... Ahahha..." Makin hari bahasa gaul semakin aneh, dan apa itu cabe-cabean? Konyol sekali. Ngomong-ngomong soal bahasa gaul, aku teringat sesuatu yang pernah Andika ucapkan. "Phia, kau tau arti bucin?"

"Budak cinta, emangnya kenapa Kak?" balas Sophia sambil memasang wajah bingung.

Ah, begitu ya, budak cinta. Aku tidak merasa menjadi budak, tapi sepertinya Andika tidak salah. Setelah aku berpacaran, waktuku lebih banyak dihabiskan bersama Aida dibanding ketiga begundal itu. Jadi wajar saja kalau Andika memanggilku bucin. Dan sialnya, sekarang semua hubungan itu lenyap, hilang, layaknya ilusi.

Image Change [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang