Image Change
BAB 4 : Rifki Saputra Si Pengecut Bertubuh Kekar
Bagian3
MyoueMoo
--------------------------------------------------
Setelah mendapatkan petunjuk dari Leisha, mencari sahabat Mutia bukanlah perkata yang sulit. Kenapa? Itu karena orang yang berada di dekatku tidak banyak. Ugh... Aku jadi sedih sendiri.
Lupakan yang barusan, aku tidak sedih kok. Aku hanya terharu, ya terharu! Selain itu, dari cerita Mutia aku bisa mengambil beberap petunjuk seperti suka berkelahi, baik, dan peka terhadap sekitarnya. Dengan begitu aku sudah punya beberapa nama di tanganku. Andai dari beberapa nama ini tidak ada yang benar, aku menyerah dan meminta Leisha memberitahu siapa sahabat Mutia. Tapi itu jalan terakhir, aku tidak akan menanyakannya tanpa berusaha terlebih dahulu.
Dan nama pertama yang ada di daftarku adalah Rifki. Ya, Rifki Saputra, salah satu dari tiga begundal yang selalu menemaniku. Aku menulis namanya karena tubuhnya yang kekar, mau dilihat dari mana juga tubuh Rifki sangat cocok jika dipakai untuk menghajar seseorang. Terlebih aku tahu betapa pekanya dia terhadap sekitar. Saat Favian dan Andika cekcok, Rifki pasti menjadi penengah saat aku sedang asyik menonton. Ya, menonton, aku suka sekali keributan. Kenapa? Soalnya aku tidak terlibat dalam keributan itu. Haha!
Entah karena terlalu lama tenggelam dalam pikiran atau waktu yang berjalan sangat cepat, bel yang menandakan waktunya pulang berbunyi. Guru yang mengajar pun keluar setelah mengingatkan materi-materi yang harus diingat untuk UTS nanti.
"Vian, ayo ke lapangan."
"Rey, Rif, Kami duluan!" pamit Favian.
Belakangan ini Andika dan Favian terus seperti ini, bahkan hampir setiap hari mereka latihan. Kalau aku jadi mereka, tubuhku pasti pasti sudah nyeri otot. Dari yang aku dengar sih katanya ekskul Sepak Bola sedang ada seleksi pemain reguler untuk kompetisi, mungkin itu alasan mereka menjadi sangat bersemangat. Tapi kalau mereka cedera karena terlalu banyak latihan, bukannya jadi pemain reguler, mereka malah jadi orang yang duduk di bangku penonton. Aku harap sih itu tidak terjadi.
"Bihun."
Serius, dari pagi apaan sih Bihun? Apa aku ini semacam mi?
"Pulang yuk." Lanjut Aida.
"Maaf, kayanya hari ini kita ga bisa pulang bareng. Aku ada urusan."
Aida mengerutkan alisnya. "Urusan? Sama Leisha?" ucap Aida dengan nada yang dingin.
Nada Aida mengatakan itu memang dingin, tapi tak sedingin Leisha si Ratu Es. Jika Aida berada di level 10, maka tingkat kedinginan nada Leisha berada di level 99 dan akan langsung menusuk perasaan tanpa disadari. Dan kenapa dia menyebut nama Leisha?
"Bukan, aku ada urusan dengannya," kataku sambil menunjuk Rifki. Rifki yang aku tunjuk kaget dan kebingungan, wajahnya terlihat benar-benar bodoh. "Ya kan Rif?" lanjutku sambil memberikan kode dengan mataku. Rifki itu orang yang peka, aku yakin dia menyadari maksudku.
"Y-ya," balas Rifki terbata-bata.
Aida mengembuskan napas yang terdengar sangat kecewa. "Kalau begitu mau bagaimana lagi. Sampai nanti Bihun."
"Ya, sampai nanti." Dengan begitu Aida pergi dengan panggilan Bihun yang masih menjadi misteri.
"Ada urusan apa Rey?" tanya Rifki.
Aku melihat sekitar, para murid teladan sudah bergerombol membuat kelompok belajar untuk persiapan UTS. Dan ada beberapa pasangan yang sedang mojok di belakang kelas bermesra-mesraan dan berfoto seenak udel seperti dunia hanya milik mereka berdua. Aku bukan orang yang pantas mengatakan ini, tapi... Meledak aja lu!
"Kita cari tempat ngobrol dulu Rif." Kalau di sini aku malah emosi melihat mereka. Apa Andika juga merasakan hal seperti ini pas melihatku jalan sama Aida? Kalau iya, aku tidak heran sih dia kesal.
Aku dan Rifki keluar dan duduk di teras yang menghadap lapangan. Dan nampaknya hari ini jadwal ekskul PASKIBRA yang memakainya. Mereka berbaris rapi di lapangan yang panasnya minta ampun, sedangkan guru pembimbing mereka berteriak memberikan instruksi dari bawah pohon mangga yang ada di pinggir lapangan.
Kalau aku anggota ekskul PASKIBRA, aku pasti sudah menyeret guru itu ke lapangan. Masa iya dia enak-enakan ngadem sedangkan aku panas-panasan, itu tidak adil. Tapi berhubung aku bukan anggota ekskul, jadi mau mereka bagaimana juga bukan urusanku. Dan katanya, ekskul PASKIBRA sekolah ini sudah banyak menyabet berbagai prestasi pada tingkat kabupaten dan provinsi, katanya, aku tidak benar-benar tahu sih.
"Rif, aku tidak akan bertele-tele. Jadi tolong jawab dengan jujur." Rifki mengangguk, aku melanjutkan, "apa waktu SMP kamu suka berkelahi?"
Aku tidak melihat Rifki, namun aku merasakan tatapan Rifki yang begitu tajam. Dia seperti predator yang siap menerkam mangsanya, dan mangsanya itu aku! "Dari mana kamu tahu itu?" Suara yang datar, tidak ada keramahan sama sekali, benar-benar berbeda dari Rifki yang aku kenal.
"Jadi benar kamu suka berkelahi?"
"Aku tidak suka berkelahi!" bantah Rifki kuat, hingga anggota ekskul PASKIBRA yang sedang latihan menengok ke arah kami. "Aku... Aku cuma muak dengan mereka. Mereka mengatakan hal yang buruk tentangnya."
Tentangnya... Kata itu membuatku semakin yakin kalau Rifki itu sahabat Mutia. Jika dilihat dari cerita Mutia, mereka ini sudah sahabatan dari kecil. Jadi alasan Rifki marah saat Mutia dibicarakan yang tidak-tidak menjadi masuk akal. Tapi! Itu hanya spekulasiku. Bisa saja itu salah.
"Apa orang yang kamu maksud itu Mutia? Murid kelas bilingual?"
Rifki langsung menarik kerah bajuku dan memelototiku. Rifki yang biasanya pendiam dan penuh senyum berubah menjadi sangat beringas. "Jangan bilang kamu mengincar Mutia?"
"Ha? Apa yang kamu bicarakan?"
"Eh? Bukannya kamu mengancamku agar tidak ikut campur? Kalau aku ikut campur, kamu bakal nyebarin gosip tentangku yang suka berkelahi? Begitu kan rencanamu?"
Aku menepuk keningku, lalu melepaskan tangan Rifki yang memegang kerahku. "Ya, enggak lah! Emangnya kamu pikir aku ini orang yang seperti apa?"
"Entahlah, aku tidak begitu mengerti kamu dan Favian. Kalian sama-sama penuh kepalsuan."
Aku? Penuh kepalsuan?
"Kalau bukan itu, lalu apa?" lanjut Rifki.
"Sebelum itu, aku ingin memastikan satu hal. Apa kamu ingin dekat lagi sama Mutia?"
"Tentu saja aku mau... Tapi, aku yakin dia membenciku."
"Membencimu? Kenapa?"
"Aku sudah bersikap sangat kejam sama dia, aku mengabaikan dan menjauhinya selama SMP."
Hari ini aku melihat sisi yang berbeda-beda dari Rifki. Mulai dari yang menyeramkan, hingga yang lemah seperti sekarang. Dan kenapa Rfiki selalu berpikiran negatif? Sebelumnya dia berspekulasi tentangku yang mengancamnya, dan sekarang dia beranggapan kalau Mutia membencinya. Seberapa pesimis sih dia?
"Aku tidak tahu Mutia membencimu atau tidak, tapi apa salahnya berusaha?" Sebenarnya aku tahu kalau Mutia tidak membencinya, malah suka sama dia. Tapi tidak baik membeberkan perasaan orang lain, jadi lebih baik aku pura-pura tidak tahu saja.
Rifki menatapku seperti anak kucing yang ingin meminta makanan. Andai dia terlihat seperti anak kucing yang lucu, aku pasti sudah memeluknya. Namun sayangnya tubuh Rifki yang kekar membuatnya terlihat sangat kontras, hingga membuatku merasa geli sekaligus jijik.
"Apa aku bisa dekat lagi sama Mutia?"
"Kalau kamu berusaha, pasti bisa."
Rifki mengambil napas dalam-dalam, lalu bangkit. Nampaknya dia sudah memutuskan apa yang harus dilakukan. Rifki memegang bahuku dan berkata "terima kasih Rey. Ucapanmu membuat pikiranku terbuka" lalu dia melengos pergi.
Andai setelah ini Rifki mendekati Mutia dengan inisiatifnya sendiri, maka tugasku selesai sampai di sini. Lagian permintaan Leisha tidak perlu sampai mereka pacaran, aku hanya perlu mendekatkan mereka. Jadi mau mereka aku bantu atau tidak, kalau mereka dekat maka tugasku selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Image Change [COMPLETED]
RomanceRey Razak memiliki tubuh yang gempal, saat SMP dia dijauhi dan dijadikan bahan ejekan oleh orang-orang sekitarnya. Karena itu, Rey memutuskan untuk merubah bentuk tubuhnya. Setelah UN, dia menggunakan waktu itu untuk diet ketat dan berolahraga agar...