6.1

12 3 0
                                    


Image Change

BAB 6 : Rey Razak Menyerah Dengan Takdirnya

Bagian 1

MyoueMoo

--------------------------------------------------

Keesokan harinya di pagi buta. Tidak, ini bukan hiperbola. Tapi benar-benar pagi buta, soalnya matahari saja belum terbit. Aku terbangun dari tidurku karena dering telepon. Aku meraba kasur mencari di mana handphone yang mengganggu tidurku itu. Begitu aku menemukannya, aku melihat kontak yang membuat mataku langsung melek. Adik perempuanku, Sophia, yang sedang Study Tour entah kenapa meneleponku di jam 3 pagi.

Sophia tidak akan meneleponku, bahkan aku pikir dia tidak akan menghubungiku kalau bukan karena ingin menitipkan sesuatu untuk kebutuhan di rumah. Jadi, kalau dia sampai meneleponku di pagi buta seperti ini, pasti ada sesuatu yang sangat penting. Tapi itu masih tidak apa-apa, bagaimana kalau ada sesuatu yang terjadi sama Sophia?

"Phia, kamu ga apa-apa kan?!" tanyaku panik.

"Eh? Anu... Um, aku ga apa-apa Kak."

"Beneran ga apa-apa? Jangan bilang ada orang yang berani mengganggumu? Kalau iya, bilang aja, biar Kak Rey hajar pantatnya!"

Aku mendengar tawa Sophia dari balik telepon, dan sepertinya benar tidak terjadi apa-apa. Sophia tidak akan tertawa selepas itu kalau sedang ada masalah. Bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja karena aku kakaknya!

"Kalau tidak ada apa-apa, terus ngapain kamu nelepon? Kamu tau kan ini jam 3 pagi?"

"Aku tahu..." balas Sophia lirih, dia terdiam sebentar sebelum melanjutkan "Kak Rey baik-baik saja kan?"

"Serius, kamu kenapa sih? Kesambet?" Sophia tidak membalas.

Ini pertama kalinya Sophia pergi jauh tanpa keluarga. Apa dia kesepian? Atau enggak bisa tidur di tempat baru? Yah, apa pun itu, aku yakin salah satu dari itu yang membuat Sophia jadi seperti ini.

"Kak..."

"Mmhm?"

"Kak Rey ga sendirian, inget itu Kak." Setelah mengatakan itu Sophia menutupnya tanpa memberikanku kesempatan untuk membalas.

Aku tidak tahu apa yang bocah tengik itu ingin sampaikan, tapi sepertinya tebakanku benar. Sophia pasti kesepian, makanya dia bilang seperti itu. "Bodoh, harusnya kamu bilang pada dirimu sendiri," gumamku.

***

Hari minggu, hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku sekolah enam hari dalam seminggu, dan liburnya hanya satu hari. Itupun belum termasuk tugas-tugas yang harus dikerjakan di rumah. Kalau ada tugas, maka liburanku akan diisi dengan mengerjakan tugas. Jadi, aku pikir sekolah tidak lain mengajarkan murid-muridnya untuk menjadi budak korporat sejak dini, agar mereka tidak kaget nantinya.

Speak of the devil, budak korporat yang ada di rumah ini terbangun.

"Udah bangun Rey," tanya ayahku dengan tampang baru bangun tidurnya.

Sambil menguap ayah berjalan menghampiriku, lalu dia duduk di sebelahku dan mengambil remote TV dan mengganti salurannya. Ayah terus mengganti saluran TV, sampai akhirnya dia menemukan acara FTV yang menurutku pola ceritanya terus diulang-ulang dan mudah ditebak.

Ayah menaruh kakinya di atas meja sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. Kami menonton TV dalam diam layaknya orang asing. Hubungan kami memang orang tua dan anak, tapi waktu kami bersama seperti ini sangat jarang. Jadi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Kalau aku terlalu banyak omong, takutnya malah mengganggu ayah yang sedang menonton TV. Tapi, berdiam seperti ini benar-benar canggung.

Image Change [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang