1.2

61 4 2
                                    

Image Change

BAB 1 : Rey Razak Menikmati Kehidupan Barunya

Bagian 2

MyoueMoo

--------------------------------------------------

SMAN 1 Sukatani, itulah nama sekolahku. Mungkin akan ada orang yang bingung ini sekolah yang ada di Purwakarta atau Bekasi, maka dari itu akan aku perjelas kalau sekolahku ini berada di Bekasi. Jadi jangan berharap akan ada Bahasa Sunda yang terlontar dari mulutku, kalaupun ada, paling "Kehed sia!", "Ya kumaha aing, golog!", atau "LEBOK TAH GESPER AING!". Dan untuk bahasa halusnya, "Kumaha, damang?" dan "ETA PISAN!" yang kutahu. Jadi, ya, jangan berharap banyak.

Sekolah ini berada tepat di belakang kantor kecamatan, dan tidak jauh dari sini ada sebuah pasar yang bernama Pasar Bancong. Ya, namanya sedikit mengingatkan kita akan sosok lelaki yang ngondek, bukan? Tapi sayangnya bukan itu. Nama Pasar Bancong memiliki sejarah tersendiri. Aku tidak tahu ini benar atau tidak, katanya nama Bancong berasal dari nama saudagar yang berjualan di pasar itu, Abah Chong. Seiring dengan berjalannya waktu nama Abah Chong berubah-ubah menjadi tidak tentu karena kesalahan pengucapan, hingga akhirnya menjadi Bancong dan dipatenkan sebagai nama pasar.

Aku tahu, itu terdengar konyol. Kenapa warga tidak bisa mengucapkan namanya dengan benar, setidaknya ucapkan nama seseorang dengan betul dong warga! Kalau sudah begini aku turut prihatin dengan Abah Chong yang menjadi Bancong. Aku mohon jangan marah dengan warga Abah Chong, tetap tenanglah di sana.

Baiklah, lupakan soal Abah Chong. Saat ini aku sedang melihat cewek yang menjadi incaranku, Aida Lestari. Tapi sebelum aku menemuinya, aku harus membasuh kepalaku yang sempat terkena kotoran burun sialan itu, aku tidak mau kesan pertamaku menjadi cowok yang bau tai. Aku pergi ke toilet dan membasuh rambutku di wastafel. Aku sempat berpikir bukannya kalau aku siram kotorannya malah menyebar ke seluruh rambutku? Ah, bodo amatlah. Lagian mana mungkin aku bawa sampo ke sekolah? Kalau ada murid yang membawa sampo ke sekolah, mungkin aku harus minta sedikit, itu pun kalau ada. Tapi mana ada orang bodoh yang bawa sampo ke sekolah?

Setelah membasuhnya, aku mengendus tanganku. Tidak tercium apa pun, seperti aman, baunya tidak menyebar. Sekarang aku siap melakukannya. Ini hal yang paling berbahaya dan membuatku dengan mudah tertangkap basah. Ini benar-benar beresiko, bagi kau yang lemah jantung tolong jangan menirunya. Serius, ini berbahaya. Setelah kau melakukannya kau tidak akan bisa mundur, ini jalan satu arah menuju surga dan neraka dalam kehidupan sekolahmu.

Aku sudah menjelaskan resikonya seperti apa, aku yakin kalian pasti sudah paham, kan? Ya, aku akan menanyakan nomor telepon Aida. Langkah frontal ini akan membuatku terkesan seperti pahlawan pemberani. Saat aku menanyakan nomor telepon Aida, itu sama saja seperti aku mendeklarasikan "aku tertarik denganmu" secara tidak langsung. Selain itu, langkah ini memberikan peringatan kepada pesaing kalau Aida itu targetku. Resikonya kalau Aida menolak, maka harga diriku akan hancur, dan aku akan menjadi bahan candaan selama beberapa minggu.

Tidak ingin tekadku luntur, aku bergegas ke kelas. Dari luar aku tidak terlalu mendengar banyak suara. Ini masih pagi, jadi wajar saja kalau murid lain belum pada datang, dan itu artinya kalau saat ini adalah waktu yang tepat untuk meminta nomor Aida.

Saat masuk, aku langsung melihat ke meja yang ada di baris paling kiri urutan kedua, yang tidak lain adalah tempat duduk Aida. Aida sedang duduk dengan wajah bosan sambil berkutat dengan handphonenya. Seperti menyadari tatapanku, Aida melihat ke arahku. Mata kami bertemu, lalu Aida melontarkan senyum manisnya.

"Aida Lestari?" tanyaku basa-basi saat sampai di depan meja Aida.

Aida mengangguk. "Ada yang bisa kubantu?"

Image Change [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang