Image Change
BAB 4 : Rifki Saputra Si Pengecut Bertubuh Kekar
Bagian 4
MyoueMoo
--------------------------------------------------
Seminggu berlalu semenjak hari itu, aku penasaran sudah seberapa jauh kemajuan mereka. "Rif, gimana? Udah ada kemajuan?" tanyaku. Rifki tidak membalas, dia terdiam menatapku lalu memalingkan matanya sebelum mengangguk.
Dilihat dari gelagatnya sepertinya dia berbohong. Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena dari buku yang aku baca orang yang memalingkan mata dan berusaha menghindari tatapan mata secara langsung adalah ciri-ciri orang yang berbohong. Persis seperti apa yang Rifki lakukan.
"Kemajuan apaan nih? Kasih tau kita juga lah!" sambar Andika sambil merangkulku. Begitu Andika mengatakan itu, segerombolan orang datang menghampiri kami. Ngomong-ngomong saat ini kami sedang ada di kantin.
"Dik, Vian, kita mau maen futsal di lapangan. Kalian mau ikut ga?" ucap salah seorang yang baru datang. Kulitnya agak gelap, berkumis tipis, dan jenggotan. Mungkin ini terdengar kejam, tapi dia telihat seperti om-om.
"Ikut, ikut!" seru Andika dengan antusias. "Vian, lu ikut ga?"
"Kamu ikut, aku juga ikut."
"Cih... Lu ini pacar gue atau apa?" Dengan begitu Andika dan Favian pergi bersama mereka.
Aku melihat jam tanganku, dan sepertinya jam istirahat masih ada sepuluh menit lagi. Mungkin waktu ini bisa aku gunakan untuk mencari tahu kenapa Rifki berbohong.
"Masih belum deketin Mutia, Rif?" Rifki mengangguk pelan seperti tersangka yang sedang diinterogasi. "Aku tidak menyalahkanmu. Tapi ini udah seminggu lo, masa iya belum ada kemajuan sama sekali?"
"Habisnya mau bagaimana lagi? Aku ga punya nomornya," keluh Rifki.
"Ha? Kamu ini bodoh atau apa? Minta aja langsung ke orangnya, gitu aja kok repot?"
Rifki menutupi wajahnya dan berakat "a-aku tidak berani" dengan suara yang sangat pelan.
Kau ini gadis kah?! Setidaknya minta maaflah ke tubuh kekarmu itu!
Setelah menahan gejolak yang ada di dalam diriku, aku menyadari masalah mereka jauh lebih merepotkan dari dugaanku. Mutia si gadis pemalu dan Rifki si pengencut bertubuh kekar. Kalau dibiarkan, aku yakin mereka tidak akan membuat kemajuan, yang ada mereka akan terus seperti ini sampai lulus SMA. Pada akhirnya aku juga yang harus turun tangan, kan?
"Mau ke mana?" tanya Rifki begitu aku berdiri.
"Mengurus seseorang."
Hubungan mereka sama seperti magnet, namun kedua magnet dengan kutub yang sama. Jadi mau seberapa lama pun aku menunggu, mereka tidak akan mendekat. Tapi, karena mereka seperti magnet aku menyadari sesuatu, aku hanya perlu membalikan salah satu kutub magnet agar mereka saling menarik.
"Sepulang sekolah ada yang- Ugh!" Aku ditubruk sesuatu yang lembut dari belakang, lalu sesuatu itu menutupi mataku.
"Bihun, tebak siapa hayo?"
Hanya ada satu orang yang memanggilku dengan sebuatan bodoh itu.
"Aida."
"Ping Pong~" ucap Aida dengan ceria, lalu dia menggandeng tanganku.
Saat aku hendak melanjutkan ucapanku, Rifki bangkit dan berkata "aku ke kelas duluan Rey" lalu pergi meninggalkan kami.
Aku melihat Aida yang sedang senyam-senyum di sampingku. "Kenapa?"
Aida berjinjit mendekatkan mulutnya ke telingaku, "kangen..." bisiknya dengan nada yang nakal.
Jujur, itu membuatku deg-degan. Lagian apa-apaan itu? Apa itu jurus pamungkas penggoda pria? Kalau iya, pantas saja perjaka sepertiku sampai deg-degan seperti ini. Benar-benar jurus yang mengerikan!
"Bihun ga ikut main futs-."
"Aku ada perlu, kita ketemuan sepulang sekolah aja ya?" Tanpa menunggu jawaban Aida, aku melepaskan gandengannya dan pergi menuju kelas para elite.
Saat sampai di kelas para elite, mataku otomatis melihat gadis yang duduk di barisan depan paling kiri, dengan kacamata yang bertengger di hidungnya yang tidak terlalu mancung, dia fokus membaca. Dia begitu tenang dan anggun, tapi sekitarnya benar-benar sepi. Tidak ada seorang pun yang mendekatinya.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanya murid yang duduk dekat dengan pintu, dan aku pun teringat kenapa aku di sini.
"Mutianya ada?"
Orang itu melihat seisi kelas, "sebentar ya, aku panggilin" katanya begitu bangkit dan menghampiri Mutia. Kalau aku jadi dia, aku pasti sudah berteriak "Mut! Ada yang nyariin tuh!". Selain menghemat energi, itu juga jauh lebih cepat.
Mutia yang dihampirinya tekejut, lalu Mutia melihat ke arahku dan bergegas menghampiriku. "A-ada perlu apa?" Sama seperti yang ada diingatanku, Mutia mengatakannya dengan malu-malu.
"Boleh aku minta nomermu?"
"E-eh?"
"Boleh kan?"
"Bo-boleh kok." Mutia melirik ke arah Leisha sebelum melanjutkan "i-ini nomerku" katanya seraya memperlihatkan layar handphonenya.
"Ngomong-ngomong boleh aku tanya sesuatu?" Mutia mengangguk. "Apa dia selalu sendirian? Teman sebangkunya mana?" lanjutku selagi menyalin nomornya. Tanpa aku sebutkan namanya juga Mutia pasti paham siapa orang yang aku maksud.
Mutia tersenyum masam. "Le-Leisha tidak punya teman sebangku... A-awalnya sih ada, tapi beberapa minggu kemudian dia pindah. Di-dia bilang Leisha terlalu kaku dan tidak asik."
Aku tahu Leisha orangnya tidak bisa diajak berkompromi dan mulutnya yang pedas itu selalu menyakiti perasaan. Meski begitu, Leisha punya teman sebangku waktu SMP, walaupun orang itu seperti benalu yang memanfaatkannya untuk mengerjakan tugas. Aku tidak bilang setuju dengan orang yang memanfaatkan Leisha, tapi aku merasa kasihan saat melihatnya yang sekarang, aku teringat diriku yang dulu, aku yang selalu sendirian di keramaian kelas. Terpisah dan terasingkan.
"Te-tenang saja, a-aku tidak akan membiarkan Leisha kesepian!" Mutia yang pemalu mengatakan itu dengan penuh percaya diri.
"Begitu ya... Aku yakin Leisha senang punya teman sepertimu."
Mutia mengangguk kuat. "Aku juga senang punya teman seperti Leisha." Mutia tidak tergagap atau terlihat malu-malu, hanya ada senyum tulus dan keceriaan yang tersungging di wajahnya.
Dan bel yang menandakan jam istirahat berakhir pun berbunyi. Para murid yang sebelumnya berada di kantin beramai-ramai kembali ke kelas seperti para demonstran yang hendak pergi ke kantor pemerintahan.
"Makasih buat nomornya Mut," pamitku.
"Y-ya."
Dengan nomor Mutia yang ada di tanganku, sekarang aku hanya perlu menyerahkan nomor ini ke Rifki dan menyuruhnya mengirim SMS ke Mutia. Rifki bilang dia tidak bisa mendekati Mutia karena dia tidak punya nomornya, tapi, sekarang dia tidak bisa memakai alasan itu lagi. Andai ini masih gagal juga, aku masih ada beberapa cara untuk mendekatkan mereka.
Saat kembali ke kelas sambil terus memikirkan bagimana cara untuk mendekatkan pasangan pemalu itu, aku melihat sosok yang sedang bertolak pinggang di ujung lorong. Aku sangat kenal orang itu, wajahnya terlihat begitu marah, alisnya mengkerut, bibirnya mengerucut, dan matanya menatap tajam ke arahku.
Tunggu, ke arahku?
Aku melihat ke belakang, sudah tidak ada siapa-siapa. Semua orang sudah masuk ke kelas masing-masing, hanya ada aku dengannya di lorong yang sepi ini. Dan entah kenapa aku merasa seperti penjahat yang tertangkap basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Image Change [COMPLETED]
RomansaRey Razak memiliki tubuh yang gempal, saat SMP dia dijauhi dan dijadikan bahan ejekan oleh orang-orang sekitarnya. Karena itu, Rey memutuskan untuk merubah bentuk tubuhnya. Setelah UN, dia menggunakan waktu itu untuk diet ketat dan berolahraga agar...