21 - Polisi Wanita

72 8 0
                                    

      Sebelum Mario bercerita bisakah saya yang mengambil alih tugasnya itu, saya yakin dia bukan anak yang pandai berbicara, karena itu ijinkan saya yang menceritakan kesaksian saya kepada kalian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      Sebelum Mario bercerita bisakah saya yang mengambil alih tugasnya itu, saya yakin dia bukan anak yang pandai berbicara, karena itu ijinkan saya yang menceritakan kesaksian saya kepada kalian.

      Saya tersenyum dan lantas menghampiri dua orang yang bercengkrama itu, sudah lama memang saya ingin mengunjungi Anwar.

      Namun tadi saat di ambang pintu saya mendengar kedua orang itu tengah mendiskusikan perihal kasus ini.

       "Kakak siapa?" Tutur Bella.

       Perkenalkan nama saya Dania, Kakak dari Dino sekaligus orang yang sekarang menangani kasus ini. Anak buah dari Ayah anda Pak Wijaya.

       "Ahk jadi kakak yang sering Dino bicarakan, yang katanya bertugas di Surabaya,"

      Benar sekali.

       Jadi bolehkah saya duduk disana, kebetulan Brian pun sudah membaik dan dia pun ingin mendengarkan cerita saya.

      "Silahkan kak, duduk lah di sofa itu,"

       Terimakasih atas kesempatnya, setelah ini saya pun berharap kalian akan datang ke persidangan minggu depan karena pelakunya sudah tertangkap.

       "Saya dan Mario akan datang kak,"

       Baiklah saya akan mulai dari tugas saya di Surabaya, setelah menyelesaikan sekolah Polwan saya pun di lantik menjadi polisi wanita di Surabaya.

       Memang untuk angkatan baru biasanya di kirim keluar kota untuk mencari pengalaman, hal itu pun berlaku kepada saya dan beberapa teman saya.

      Ada tiga orang wanita yang akhirnya lolos menjadi seorang polisi, salah satunya adalah saya. Kedua orang teman saya itu di tugaskan di kota yang berbeda dengan saya.

      Namun baru saja saya sampai di kota tersebut, saya sudah di hadapkan dengan kasus yang lumayan berat.

      Pembunuhan berantai, yah kasus yang bahkan sampai sekarang pun belum terpecahkan.

       Mungkin bukan sulit di pecahkan, tapi karena polisi-polisi di sana menganggap remeh kasus ini.

       "Korbannya seperti apa?"

        Itu adalah hal pertama yang saya tanyakan kepada satpam di sana.

       "Kebanyakan wanita paruh baya yang berusia sekitar 40-50 tahunan,"

      Jawabnya sambil menghisap roko yang sedari tadi dia pegang.

      Saat itu saya hendak protes namun sepertinya jika saya melakukan hal itu saya akan kehilangan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut.

       Resiko menjadi polisi wanita memang berat, selain di remehkan oleh kaum laki-laki yang notabennya merasa tinggi, wanita juga harus cerdas dan berjaga-jaga di setiap situasi.

       Menjadi seperti saya adalah hal yang seperti nya masih jarang di indonesia, saya tidak tau apa di luar negri pun seperti itu, namun untuk di negara saya sendiri saya merasakannya.

       Cita-cita menjadi seorang polisi sudah ada pada saya sejak saya kecil, ayah pun adalah seorang polisi dulu, mungkin karena hal itu saya pun sangat mencintai pekerjaan saya ini.

      Karena itu pula setelah ayah pergi saya menjadi keras terhadap adik saya Dino, saya keras karena ingin dia menjadi anak yang kuat.

       Dia adalah laki-laki di keluarga saya, dan dia satu-satunya setelah ayah kami meninggal.

       Namun didikan saya itu malah membuat dirinya jauh dari keluarga, kepalan tangan nya bukan diarahkan kepada hal baik tapi malah membuat hal buruk.

        Saya sangat sering datang kesekolah karena ulah dirinya, pulangnya saya pun memarahi Dino kembali.

       Lambat laun semua hal itu seperti sudah menjadi kebiasaan, teriakan saya yang tinggi dan dinding pembatas yang selalu dia pasang bertambah tebal.

       Saya pikir dengan saya ke Surabaya mungkin saja membuatnya merasa lebih bahagia. Tapi jika kejadian nya seperti ini saya tidak akan pergi dari Jakarta untuk meninggalkan nya seorang diri.

       Kembali ke keadaan saya di sana saya kembali bertanya seperti "di daerah ini ada berapa orang korbannya pak?".

       Seperti itu, banyak informasi yang saya dapatkan sebelum saya kembali ke kantor, teman saya yang membantu saya namanya Hadi. Menurut saya dia adalah satu-satunya polisi yang meyakini bahwa kasus ini pantas di selidiki lebih dalam.

       Setelah mendapatkan cukup informasi, seperti siapa, dimana, kapan dan bagaimana?, yang memang selalu polisi selidiki. Kami akhirnya melakukan perundingan bersama laknan dan juga komandan.

       Kebetulah sekali saat itu ayah anda di sana, entah memang sedang bertugas atau karena kasus ini tapi komandan yang akhirnya bertugas bersama kami.

        Beliau sering menceritakan tentang putrinya, dia bilang dia tidak ingin anda sama sepertinya atau mungkin lebih tepatnya sama seperti saya. Menjadi seorang polisi.

       Tapi saya bilang saya bangga dengan pekerjaan saya, yah meski memang saya cukup mengorbankan banyak hal karena ini. Pekerjaan yang toh pada akhirnya tidak ada yang memuji, mereka mungkin berterimakasih tapi rasa itu hanya di awal saja.

       Meski begitu saya sangat menyukainya, ayah saya pun meninggal dalam memperjuangkan pekerjaannya ini, beliau dengan hebatnya menangkap seorang pembunuh bayaran dan mengorbankan dirinya sendiri.

       Saya pun ingin sepertinya, bukan-, bukan mati karena terbunuh tapi setidaknya saya bisa menjadi lebih berguna bagi masyarakat sebelum saya meninggal kelak.

       Saya tidak pernah menyangka bahwa karena pekerjaan ini saya menomer dua-kan keluarga saya. Saya meninggalkan ibu dan adik saya, bahkan sampai sekarang pun saya sedikit menyesal akan hal itu.

       Tentu saja, saya mengabaikan pesan dan telpon yang masuk ke handphone saya berkali-kali dari adik saya dengan alasan di sana saya sedang menyelidiki sesuatu yang tidak pasti.

        Yah, Dino mengirimi Saya pesan saat awal sekali kejadian ganjal di sekolah itu terjadi.

       "Mbak, di sekolah ku ada korban pembunuhan,"

       Begitulah pesan yang masuk kurang lebih pukul dua belas siang saat saya sedang berpatroli di jalanan kota.

        Saya mengabaikan nya bahkan saya tidak membukanya sama sekali.

      Saya menyadari pesan itu masuk saat saya sudah di apartemen saya sekitar jam sebelas malam.

        Bodohnya saya hanya membalas "yang penting kamu amankan? Polisi pasti akan menanganinya segera," balas saya.

        Meski ada alasan di balik balasan pesan saya waktu itu, tetap saja harusnya saya lebih perduli dengan pesan nya.

       Setidaknya saya harus mengucapkan "apa kamu baik-baik saja," ketimbang balasan saya yang sebelumnya.

      "Dino tidak pernah menceritakan hal itu kepada saya kak," ujur Brian yang sedari tadi diam di samping saya.

        Dia bukan tipe orang yang suka membicarakan kesusahannya, sedikit orang yang bisa memahaminya. Bahkan saya kakaknya pun tidak pernah bisa memahami anak itu.

***

Happy reading

Enjoy to story

Idahagisna.

Jangan lupa vote dan komen yah :)

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang