27 - Sidang Pertama

45 9 0
                                    

        Saya tidak yakin ada pertemuan lagi antara saya dengan Dea waktu itu, namun yang pasti saya telah meminta maaf kepadanya tentang masalah waktu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

        Saya tidak yakin ada pertemuan lagi antara saya dengan Dea waktu itu, namun yang pasti saya telah meminta maaf kepadanya tentang masalah waktu itu.

        Saya pikir dengan dia mengangguk dia memaafkan kita, tapi ternyata sekarang saya tidak yakin dia benar-benar memaafkan kita.

        Kata orang kita tidak bisa mengukur dalam nya hati seseorang, mungkin itu yang terjadi kepadanya. Ucapan yang kita katakan mungkin kita anggap remeh tapi bagi dia itu sangat menyakitkan. Saya jadi menyesal tidak menjaga tindakan saya waktu itu.

        "Kenapa lo menyesal begitu, ini jelas salahnya, memang benar hati manusia berbeda-beda namun apakah hal itu bisa di jadikan alasan?. Sudah jelas dia Psikopat," ujur Dino meyakinkan saya.

        Semoga saja memang seperti itu, kalau tidak saya tidak bisa memaafkan diri saya sendiri.

       "Kembali ke pulpen itu, sampai kapan dia ada di tas mu?"

        Saya melupakannya, entah sampai kapan. Tapi beberapa malam saya melihatnya ada di meja belajar dan setiap kali berniat memberikannya kembali kepada Dea saya tidak memiliki kesempatan itu.

         "Aish dia sangat pintar,"

        Kamu benar dia sangat pintar bagaimana mungkin dia bisa mengambil pulpen itu di kamar saya.

         Apa mungkin dia pernah ke rumah saya, astaga itu sangat menyeramkan, kelakuannya membuat kita seperti semut kecil yang tidak punya otak sama sekali.

        "Lo tenang aja, polisi sudah menangkapnya, bagaimana pun kita sudah berusaha sejauh ini,"

          Kamu benar, perjalanan kita masih panjang bukan, kita masih akan menghadiri sidang itu. Saya berharap kita bisa membalasnya dan mendengarkan penjelasan dari nya.

         "Oke berhenti membahas itu, kita harus istirahat dan cepat sembuh bukan?"

         Saya hanya tersenyum menanggapi ucapan Dino.

         Dengan memfokuskan diri untuk berbenah, itu adalah hal yang saya lakukan saat ini.

         Saya merentangkan tubuh saya di atas kasur sempit itu, menarik selimutnya dan menatap langit-langit atap rumah sakit.

         Saya tersenyum meremeh mengingat semuanya, mengingat satu bulan lalu saat-saat dimana kejadian itu bermunculan.

         Saya yang sudah membuat rencana sebagus mungkin untuk mengatur jadwal belajar saya dan fokus dengan ujian harus hancur karena satu orang.

        Satu orang itu bernama Dea dan dia adalah orang yang setiap harinya saya temui di sekolah, berpapasan beberapa kali dan bahkan berinteraksi dengannya.

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang