26 - Sidang Pertama

48 9 0
                                    

        "Lo gak papah,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

        "Lo gak papah,"

        Saya melirik kearah Dino yang sedang mengarahkan pandangannya kearah samping, yaitu menghadap saya.

        Emm, gak papah kok.

        Sedang berbicara dengan siapa, kelihatan nya kamu dari tadi sibuk memegang ponsel.

        Dino hanya tersenyum dan mengatakan dia sedang bertukar pesan bersama Kak Dania.

       Saya pun ikut tersenyum, milihat kesalahpahaman antara mereka sudah hilang rasanya saya turut merasa senang.

        Saya dan Dino berada dikamar yang sama, mungkin karena kami memang mendapatkat luka paling sedikit di bandingkan Reyhan, Anwar dan Dimas yang terpaksa harus di rawat terpisah.

        Tadi pagi saya mendengarkan cerita Kak Dania di ruangan Anwar bersama Bella dan Mario. Saya termenung kembali saat sedang mendengar kata-kata nya.

        Siapa pelakunya sungguh membuat saya terkejut, seperti nya bukan hanya saya tapi teman-teman saya pun pastinya akan terkejut mengetahui hal itu.

       Iyah dia adalah 'Dea' si anak bisu di sekolahan, mengapa itu Dea saya tidak habis pikir.

       Dengan dia yang seorang perempuan dan dalam keadaannya yang maaf kalau saya terkesan merendahkan dirinya.

        Namun saya memang tidak bisa melogis-kan semuanya di dalam pikiran saya, entah harusnya saya mencacimaki dirinya atau memuji semua akalnya yang diluar dari pemikiran saya.

        Bagaimana bisa dia dengan cekatan membekap Dimas dan membawanya ke kastil itu, apalagi Reyhan yang pingsan bagaimana mungkin dia bisa membopong Reyhan sendirian.

        Membunuh ayah Anwar bukanlah hal yang mudah dilakukan seorang wanita, bagaimana mungkin itu terjadi.

        Din saat itu beneran Dea yang nyeret dirimu dari rumah.

        Saya bertanya kepada Dino yang sedang memainkan ponselnya dan meminum jus yang perawat berikan.

        Dino menaikan alisnya, dia menghentikan kegiatan nya dan melihat kearah saya.

        "Iyah, yah gue gak yakin itu Dea,"

        Saya kembali menatapnya.

         Kalau bukan Dea terus siapa?

        "Gue gak tau, tapi kayaknya dia seorang laki-laki. Kekuatan nya saat mencengkram tangan gue terlihat jelas bukan Dea,"

        Kalau memang bukan Dea apa mungkin penculik kita dan yang membunuh Wildan dan ayah Anwar masih berkeliaran.

        "Sepertinya begitu, gue rasa mereka adalah kelompok atau minimal dua orang, satunya Dea dan satunya orang itu,"

        Ahk jadi begitu, apa jangan-jangan Dea mengaku sendiri hanya untuk membiarkan orang itu bebas dan bisa membuat tindakan kejahatan lagi.

       Tubuh Dino bergerak mendengar ucapan saya, pembicaraan yang serius, mungkin itulah yang mendorong Dino untuk menegakkan tubuhnya.

        "Kita harus mengikuti persidangan itu, gue akan sekuat tenaga mengumpulkan memori gue dan mengingat setiap detilnya,"

        Saya hanya mengangguk, yang dikatakan Dino memang benar, jika tidak ingin kejadian seperti ini terjadi kembali kami harus menjalani persidangan dengan baik.

        Saya masih tidak mengerti dengan penuturan kamu yang mengatakan bahwa waktu itu Dimas bercerita bahwa Dea telah mengetahui rencana kita, rencana tentang alat pelacak dan rencana perekaman itu.

        "Dia sangat pintar, dia bahkan merekam percakapan kita lewat pulpen yang entah datangnya dari mana,"

        Dino bedecak dan saya baru saja mencerna kata-katanya, pulpen!.

         Tunggu pulpen hitam bergaris lurus itu, apa itu yang kamu maksud?

         "Darimana lo tau?"

        Dino terlihat terkejut, jujur saya pun terkejut dengan penuturannya, sebab pulpen itu adalah pulpen yang di berikan Dea kepada saya.

        Saya masih ingat waktu itu sekitar 3 minggu ahk lebih tetapnya saat Dimas di culik. Saat sekolah sepi dan akan di liburkan.

       Itu pulpennya yang Dea kasih ke saya.

        Saya berucap dan sontak membuat Dino berdiri dan menghampiri ranjang saya.

        "Pantes aja, itu pulpen ada perekam nya. Kenapa dia kasih ke elo waktu itu?"

         Saya termenung.

         Saat itu kalau tidak salah sedang di perpustakaan sekolah, iyah cuma ada saya seorang. Saat itu saya berpikir kalau Dea pun tidak ada di sana.

        Saya sedang mengerjakan sesuatu namun waktu itu sepertinya saya melupakan alat tulis saya.

        Saya membolak-balikan tas saya melihat kesana-kemari berharap bahwa saya tidak lupa namun hanya menjatuhkan saja dan akan saya temukan secepatnya.

        Saya mendongkak ke bawah meja melihat setiap sudut dan benda itu tidak ada sama sekali.

        'Sial' ucap saya sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

        Ahk karena benda kecil itu tidak ada saya harus segera pulang saja, mungkin itu yang bisa saya lakukan. Percuma saya di sana tidak bisa melakukan apapun.

        Namun suatu sodoran mengarah kearah wajah saya, saya melihat kearah orang itu dan ternyata dia adalah Dea.

        Dia hanya menyodorkan pulpen hitam bergaya klasik itu kearah muka saya, bahkan saya sempat terkejut di buatnya.

        "Gunakan ini," ucapnya dalam bahasa isyarat menggunakan tangan.

        Yah saya memang sedikit mengerti bahasa isyarat meski tidak begitu paham.

         Terimakasih

         Ucap saya sopan, saat itu saya berpikir, Dea anak yang sangat baik. Bahkan setelah kejadian waktu itu saat kita mengejeknya dia bahkan masih mau membantu saya.

        "Tunggu," ucap Dino mengagetkan saya.

        Kenapa?

       "Lo bilang kita pernah mengejeknya, kapan?"

        Kamu lupa yah, aishh dasar pelupa. Kita pernah sekali mengejeknya, waktu itu saat sedang belajar bersama di sore hari dan dia mengungkapkan perasaan nya kepada Reyhan.

        "Ahk iyah gue ingat, lo sadar gak Yan yang lo katakan itu mungkin saja itu penyebab dia menculik kita," ucap Dino.

        Saya terkejut mengapa saya sangat bodoh. Yang di katakan Dino ada benarnya juga, itu pasti karena tindakan kita waktu itu.

        "Tidak penting lanjutkan apa yang dia lakukan selanjutnya setelah itu?"

***

Happy Reading

Enjoy to story

Idahagisna.

Jangan lupa vote dan komen yah :)

MISSINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang